Bagian 17 || H-10

2.7K 213 7
                                    

"Bang, Mi Ayamnya dua dibungkus, ya?"

Kepalaku kontan mendongak mendengar suara yang familiar di telingaku itu. Menatap kaget pengunjung wanita yang baru saja datang tersebut. Tapi dia tidak sadar jika aku memandangnya.

"Sha? Ayo! Uang bayarnya tadi 'kan udah, nunggu apa lagi? Kira gue lo--" suara Drian memelan di akhir kalimat, dia memandang ke arah objek yang tadi kutatap juga.

Jantungku mulai berdetak, tapi aku tidak tau apa artinya ini. Terlebih ketika melihat mereka saling memandang.

"Drian?" Panggil cewek itu lirih.

Mataku bergulir pada Drian.

Ekspresinya berubah kaku dengan senyum sangat dipaksakan. Aku tidak mengenal Drian yang seperti ini.

"Lama nggak ketemu, Ri, dan maaf aku harus pergi sekarang." Drian menatapku dingin. "Ayo, Sha."

Drian berjalan menghampiri dan menarik tanganku diingin dengan tatapan Rida yang sama sekali tidak terbaca. Apa yang dia pikirkan saat melihatku dan Drian? Atau ... apa yang dia pikirkan tentang Drian?

Sebelum benar-benar pergi, aku menatap Rida lagi, yang ternyata masih menatap Drian.

____

Drian terlihat sangat lelah ketika memarkirkan motor ke dalam garasi. Tidak ada senyum atau sejenisnya. Semua kegiatan yang dia lakukan, Drian seolah sedang berada entah di mana.

Dan itu membuatku tak nyaman.

"Yan?" Panggilku pelan. Drian berdeham sambil menaikkan sudut bibirnya. Tersenyum paksa. "Tadi itu ... Rida, 'kan?"

Cowok di depanku ini terdiam sejenak, kemudian mengangguk tanpa suara.

"Lo ... kenal dia? Kok, kayaknya barusan tegang banget, sih," ujarku diselingi kekehan kecil, berniat mencairkan suasana.

Tapi, dugaanku salah.

Wajahnya mengeras, terlihat tengah menahan amarah meski pun hanya disinari oleh lampu kuning garasi. Drian menatapku datar. "Siapa? Rida? Gue nggak kenal."

Duk!

Aku memandang punggungnya tidak percaya. Apa barusan Drian menabrak bahuku?

Aku benar-benar tidak mengenalnya. Dia bukan Drian seperti biasanya! Dia--

"Kalo Drian ketemu Rida, lo pasti nggak bakal kenal sama dia."

Kepalaku tertunduk, menatap sandal kodokku dalam diam. Aku baru ingat apa yang Gilang katakan padaku tempo lalu. Drian bukan Drian saat berhadapan dengan Rida, mantan kekasihnya.

____

Suara ayam pagi ini sungguh mengagetkanku, ditambah tatapan Bunda yang seakan ingin membunuhku hingga kontan aku terbangun linglung.

"Bunda?"

"Iya, ini Bunda. Cepet bangun! Udah jam segini juga malah masih leha-leha di kamar!" Omel Bunda padaku.

Dan seperti kebanyakan orang saat bangun tidur, aku malah terdiam sambil mengerjapkan mata melihat jam weker di atas nakas. Ternyata jam setengah tujuh.

Se ... tengah tujuh?

Menyadari sesuatu, mataku langsung melotot ke arah Bunda yang juga melotot padaku. Sial! Siapa yang mematikan alarmku!

"Drian mana, Bun?" tanyaku nggak nyambung.

"Dia udah berangkat, katanya susah bangunin kamu! Ayo cepet siap-siap! Kayak yang paling rajin aja kamu itu, Sha!"

40 Days Contract (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang