Hubunganku dan Drian kini sudah lumayan membaik sejak kejadian semalam. Hari ini pun aku berangkat sekolah naik motor bersamanya lagi, membuat seisi rumah kembali bertanya-tanya ada apa dengan kita berdua? Haha, jika mengingat wajah Mama Rini dan Bunda, rasanya lucu sekali.
Aku menolehkan kepala ke belakang, iseng menatap Drian yang tak kusangka sedang menatapku juga sambil tersenyum lembut hingga menularkannya padaku.
"Gue samping lo, ya?" Katanya sembari menunjuk kursi tunggal kosong di sebelahku. Aku menengoknya sebentar lalu mengangguk.
Hari ini Dira tidak masuk, jadi aku membiarkan saja Drian di sampingku.
"Biar lo nggak kesepian," tambah Drian lagi selepas dia duduk, tersenyum lebar.
"Gue nggak pernah kesepian."
"Oh, ya?" Drian memajukan wajahnya dengan tampang meledek, membuatku jengkel hingga mendorong pipinya agar menjauh.
"Bodo, ah!"
"Tukang ngambek!"
Aku menjawabnya lagi, kembali fokus pada game Zombie Catchers di handphone yang baru kudownload kemarin malam. Sambil sesekali memekik kesal saat zombie-nya lepas, masuk ke hutan terlarang.
Hingga aku menyadari jika cowok di sampingku itu masih saja menatapku dengan ekspresi aneh seraya bertopang dagu.
"Apa, sih?!" kesalku tanpa menoleh, "gue cantik?"
"Iya."
Mendengar jawabannya, kontan aku menghentikan permainanku, memandang Drian dengan ujung bibir mengkerut. Pipiku pun terasa hangat.
"Sakit lo?"
Drian terkekeh, jarinya mengarah pada meja sebelahku. "Bukan lo, tapi Raya," sahutnya. "Pas lagi ketawa cantik banget."
Dahiku mengkerut. "Engh, mata lo 'kan ke gue?" Tanyaku pelan, berusaha menyembunyikan rasa malu. Tapi ... serius, aku merasa jika dia menatapku!
"Lo 'kan lagi main game, mana tau kalo gue emang bener-bener ngeliatin lo?"
"O ... ke." Kemudian aku mengalihkan pandangan pada papan tulis, berdehem lalu melanjutkan main game.
Aku malu.
"Tapi, lo juga cantik, sih, setiap hari malah."
Drian sialan!
"Ciee, mukanya merah," ledek cowok itu, menoel-noel pipi berkali-kali, membuat rasa maluku semakin kepalang tinggi.
"Apaan, sih!" Seruku jengkel. "Udah berapa cewek yang lo modusin, hah?!"
Drian mengubah ekspresi wajahnya seolah berpikir. Mengetuk-ngetuk jari dengan telunjuk. "Yuni, Nisa, Hena, Sava, Giffa, Chaca, Raya--"
"Chaca sama Raya yang ini?" Aku menyela sambil meringsut dekat padanya.
"Iya, lah, emang kenapa?"
"Lo suka sama Raya, ya?" Tanyaku ambigu. Menilik raut wajah Drian yang perlahan melukiskan senyuman. Matanya melirik Raya sekilas lalu kembali padaku.
"Lagi mencoba."
Mendengar itu, dahiku mengkerut. "Mencoba?" tanyaku mengulang kalimatnya.
Drian mengangguk dua kali. "Iya, gue lagi mencoba suka sama dia. Karna gue pikir gue cocok sama dia," jelasnya.
"Bukannya ... cinta itu gak bisa dipaksain? Kalo ada kata 'mencoba', berarti lo lagi memaksakan perasaan sama dia, dong?"
"Lo juga ngelakuin hal yang sama, 'kan?" Cowok itu mempertahankan senyumnya, sementara aku diam tanpa paham, "memaksakan cinta," tambahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days Contract (Complete)
Roman pour AdolescentsSesungguhnya aku tidak tau arti Cinta yang sebenarnya hingga harus menempuh jalan lain yang berduri untuk kulewati, tak terpikirkan olehku bahwa ada jalan yang lebih baik menanti. Aku mengenalnya karna dia teman sekelasku. Hanya karna dia selalu men...