ini adalah hari kesepuluh kontrak tersebut berjalan. Tak kusangka sudah secepat itu, sementara Ardi belum juga menunjukan perubahan apa pun. Aku memang sudah jarang menemuinya tengah tersenyum manis pada handphone-nya jika sedang bersamaku. Namun siapa yang tau jika di belakangku, sikapnya pada Rida lebih manis dari senyuman itu.
Aku menghembuskan nafas kesal lalu mengubur kepalaku di sela lipatan tangan di atas meja. Pelajaran hari ini sama sekali tak ada yang menyenangkan. Hanya membahas itu-itu saja! Ya meski aku paham itu memang metode belajar kami yang memang sudah kelas dua belas.
Tapi, ayolah! Beri kami sedikit ruang untuk bernafas lega! Seperti bermain sambil belajar misalnya? Oh, kupikir tak mungkin hal tersebut terjadi di kelas kami. Mengingat fakta bahwa kelas kamilah yang sangat membutuhkan bimbingan kelulusan.
Memalukan sekaligus menjengkelkan!
'tuk'
Kepalaku refleks terangkat melihat siapa yang berani menjitak kepala cantikku ini. Niatnya ingin memarahi orang tersebut, tapi kuurungkan ketika tau siapa orang itu. Ternyata My Sweetheart.
"Apa?" tanyaku menopang dagu. Memperhatikan Ardi yang entah kenapa terlihat sangat tampan dengan jaket biru laut yang melekat di tubuh jangkungnya. Kesannya berbeda jika dia memakai jaket hitam yang katanya kesayangan itu.
Entahlah, kurasa itu hanya asumsiku seorang.
Ardi menggedikan kepala ke belakang. "Di panggil Bu Indi. Katanya mau ngasih hukuman karna nilai Inggris lo jelek banget," jawabnya enteng.
Dan aku tau dia berbohong. Jelas-jelas jumlah soal betulku sama dengan milik Wenda. Memang siapa yang memeriksa soal Bahasa Inggris kalau bukan aku dan Nia. Ugh, bocah ini benar-benar! Jadi dalam menanggapi ucapannya, aku hanya memutar bola mata kemudian berlalu dari hadapannya yang kutahu sedang menahan tawa usilnya.
Kau tau, jika aku tak sayang padanya, mungkin kepalanya sudah berada entah di mana sekarang. Untung aku sayang padanya jadi dia berada di zona aman.
"Selamat bersenang-senang!" teriaknya persis seperti orang bodoh. Orang bodoh yang bodohnya aku cintai.
Aku menggelengkan kepala guna menampar kembali pikiranku ke alam nyata. Aku segera membuka pintu kantor begitu sampai. Mataku menjelajah liar mencari keberadaan Bu Indi tapi tak berapa lama kulihat Bu Indi melambaikan tangan padaku. Sontak aku berjalan sedikit cepat ke arah mejanya seraya tersenyum sopan.
"Maaf, ada apa Ibu memanggil saya?"
"Begini," Bu Indi bergerak mencari tempat yang nyaman. "Kelas kita 'kan dapet nilai paling rendah di pelajaran bahasa Inggris, jadi ibu mau bikin kelompok perbaikan nilai. Dan masing-masing kelompok ada dua orang. Nah, ini daftar kelompoknya," jelas beliau panjang lebar seraya menyerahkan selembar kertas yang kuyakini berisi daftar nama kelompok.
Aku mengangguk paham. "Baik, Bu. Tapi kenapa gak ngasih ke Nia atau Wenda aja, Bu?" tanyaku.
"Mereka lagi ada tugas dari Osis, jadi ibu tugasin ini ke kamu."
Senyumku mengembang mendengar itu. Yah, setidaknya aku masih diingat dengan baik meski hanya ingat jika butuh dan terdesak. Setelah itu, aku segera berpamitan lalu pergi ke kelas untuk menyampaikan apa yang Bu Indi ucapkan tadi.
______
"Bisa dipahami?" tanyaku pada seluruh siswa di kelas, kulihat mereka hanya mengangguk dan kembali sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
Aku mengusap leherku pelan. Rasanya pita suaraku hampir putus karna berteriak-teriak pada manusia-manusia tak tahu diri di depanku ini.
Kenapa begitu? Karna mereka sama sekali tak menghargai aku yang bicara di depan, bahkan sepertinya hanya menganggapku angin lalu. Bukankah itu keterlaluan? Tapi jika Nia yang berbicara, mereka selalu mendengarkan. Hanya padaku saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
40 Days Contract (Complete)
Fiksi RemajaSesungguhnya aku tidak tau arti Cinta yang sebenarnya hingga harus menempuh jalan lain yang berduri untuk kulewati, tak terpikirkan olehku bahwa ada jalan yang lebih baik menanti. Aku mengenalnya karna dia teman sekelasku. Hanya karna dia selalu men...