Evelyn's
"Dilanjutkan besok saja, kita makan dulu lalu pulang." ucapnya sambil mematikan laptopnya.
Helloooo?! Setelah mendengar makhluk di perutku berbunyi dia baru meminta ku untuk melanjutkannya besok? Kenapa tidak dari tadi?!
"Oke pak." jawab ku, tentunya sambil menahan lapar.
Lalu ia berjalan keluar dari pintu bersamaan dengan ku yang mengikutinya. Karena tubuh pak Nathan yang tinggi (mungkin 186cm), langkahnya menjadi besar-besar sehingga aku yang hanya setinggi 165cm ini sulit mensejajarkan diri untuk berjalan di sebelahnya. Yasudah, dari pada mengikuti langkah besarnya itu, lebih baik aku mengalah dan berjalan tepat di belakangnya.
Bugh!
Aku menabrak punggung atletis pak Nathan. Jujur, dahi ku sedikit sakit karena berbenturan tulang punggungnya itu. Aku menabraknya bukan karena sengaja, tetapi karna ia tiba-tiba saja menghentikan langkahnya itu.
"Abigail, kenapa kamu di belakang saya?" tanya nya setelah membalikan tubuhnya kebelakang, dan kini ia ada di hadapan ku. Masih dengan mengusap dahi ku yang terasa agak sakit, aku menatapnya.
"Lah, siapa suruh punya langkah lebar-lebar?" jawab ku asal.
Dan... Oh!! Aku lupa kalau orang yang ada di hadapan ku ini adalah seorang dosen! Wah, tamat sudah nasib mu Evelyn. Setelah ini, mungkin nilai ku akan dikurangi olehnya. Apalagi, saat ini ia menatap ku dengan...emm mungkin heran, karena sebelah alisnya tampak naik dan dahinya berkerut.
"Okey, kita jalan pelan-pelan?" ucap nya, bahkan dia tidak marah padaku.
Jujur, jantung ku mulai berdebar cepat dan mungkin wajah ku saat ini mulai memerah ketika mendengarnya menyebutkan 'Kita' yang berarti, aku dan pak Nathan. Setelah merasakan reaksi tubuh ku yang sangat berlebihan, aku hanya bisa mengangguk sambil menatap pak Nathan yang kini tersenyum.
-
Cahaya matahari masuk kedalam kamar ku setelah gorden jendela di buka lebar. Aku mengerjapkan mata ku karena merasa silau dengan cahaya itu. Beberapa saat aku terdiam sambil menatap pelayan rumah ku yang langsung keluar kamar setelah membuka gorden jendela kamar ku.
Sebentar... aku tidak ingat kapan aku merebahkan diriku di atas kasur kamar ku ini. Aku langsung melirik pakaian yang ku kenakan saat ini, dan?! Ternyata aku juga tidak mengganti pakaian dengan piyama tidur.
Ah! Aku baru ingat kalau semalam aku tertidur di dalam mobil pak Nathan. Tapi... apakah dia yang membawa ku kesini? Dia tau alamat rumah ku dari mana? Apakah ia menelepon orang rumah atau Leo?. Terlalu banyak pertanyaan di kepalaku, hingga aku merasa sedikit pusing.
Aku beranjak dari kasur dan berjalan menuju kamar mandi. Mungkin kamar mandi adalah solusi untuk aku bisa menenangkan diri.
--
Aku berjalan menuruni tangga. Ku lihat dibawah sana sudah ada Leo yang sedang bermain ps4 dengan di temani Ibu yang memotong mangga. Hari ini padahal hari libur, tetapi Leo selalu menyempatkan diri berada di rumah ku. Apakah dia tidak memiliki teman wanita untuk di ajak berkencan?.
"Evelyn, ayo sini temenin Leo." rupanya Ibu menyadari kehadiran ku yang mulai mendekati mereka.
Aku langsung duduk di atas karpet bulu lalu mengambil satu bantal dan memeluknya. Leo hanya diam sambil tetap fokus menatap layar LED yang menampilkan game sepak bola—entah aku tidak tahu namanya.
"Tumben banget, pas libur kamu kesini." ucap ku pada Leo. Setelah itu, aku menusuk potongan buah mangga dan memakannya perlahan.
"Katanya lagi nggak ada gebetan." jawab Ibu seperti mewakilkan Leo. Aku langsung tertawa mendengarnya, sebelum-sebelumnya ketika hari libur ia hanya berkumpul bersama teman-teman basket nya dan bermain hampir seharian. Yang ku tahu, Leo belum pernah berkencan dengan gadis manapun. Padahal wajahnya terbilang sangat tampan, otaknya yang cerdas melebihi ku, serta keahliannya dalam segala bidang olahraga, mana mungkin dengan semua kelebihannya itu tidak ada satupun wanita yang menyukainya?. Aku curiga kalau ia menghindari semua wanita yang menyukainya, pasalnya ia tak pernah cerita tentang orang yang disukainya dengan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cute Student that I Love
Romansa"Dia telah menjadi perhatian ku semenjak memasuki awal semester, bahkan ia telah menjadi alasan ku untuk tetap menjadi dosen hingga aku menomor dua kan pekerjaan ku sebagai Direktur Utama. Dia adalah gadis cantik yang cerdas dan tentu saja, lucu."...