Nathan's
Kami baru saja landing di Bandara Internasional Zürich, Swiss. Setelah berdebat cukup panjang dengan Evelyn, akhirnya kami memutuskan untuk pergi berbulan madu ke Swiss. Evelyn menang taruhan suit sebanyak lima kali dari ku. Jika saja aku yang menang, pasti kami sudah pergi berbulan madu ke Jepang.
"Yeaaayy! Akhirnya kita ke sini juga! Pokoknya aku mau coba skydiving." Ujar Evelyn seraya mengamit lengan ku, tentunya dengan rasa semangatnya yang sangat membara. Sedangkan aku? Mendengarnya berbicara bahwa ia ingin mencoba skydiving rasanya jantung ku ingin segera loncat dari tempatnya. Bukannya aku takut, tetapi aku mengkhawatirkannya.
"Jangan skydiving, bahaya," ucap ku. Ku lihat, Evelyn langsung cemberut dan melepaskan pelukannya dari lengan ku, lalu ia menarik kopernya sendiri dan berjalan mendahului ku. Aku segera menyusulnya, tidak sulit untuk menyamakan kembali langkah ku dengannya.
"Jangan ngambek dong, jelek ah." ucap ku lagi seraya merangkulnya dengan tangan kanan ku, sedangkan tangan kiri ku menarik koper.
"Tujuan aku ke sini kan, mau coba skydiving-nya...masa kamu nggak izinin sih, lagian kan banyak pengamannya juga, jadi nggak bahaya." keluh Evelyn, masih dengan wajah cemberutnya yang semakin terlihat cute.
"Jangan skydiving deh, main ski aja ya?" ucap ku, meminta persetujuan dengannya. Namun, wajahnya masih terlihat menahan kesal dan tetap berjalan lurus, tanpa mau melihat ku sama sekali.
Aku langsung menahan tangannya dan mencoba menghentikan langkahnya. Setelah Evelyn terhenti, aku segera menatap wajahnya yang mulai memerah karena kedinginan.
"Ya? yayayayayayaya?" bujuk ku. Biarlah, aku terlihat seperti anak kecil yang merengek pada ibunya, yang penting Evelyn mau menuruti permintaan ku.
Tiba-tiba Evelyn tersenyum dan mengangguk. Oh, itu bukan senyuman, tetapi ia sedang menahan tawa. Apa yang ingin ia tertawakan? Padahal aku hanya membujuknya, bukan sedang melawak.
"Kenapa?" tanya ku heran. Evelyn langsung tertawa keras dan mencubit kedua pipi tirus ku. Aneh, kenapa dia jadi seperti ini?.
"Maaf ya, tadi cuma bercanda..., aku nggak nyangka muka kamu lucu juga pas panik." jawab Evelyn lalu tertawa pelan. Aku segera mengacak rambutnya gemas. Ternyata, ia hanya ingin melihat wajah panik ku saja.
"Huuuu, dasar anak kecil," sorak ku. Evelyn mengedipkan sebelah matanya lalu mendekatkan mulutnya pada telinga ku.
"Tapi suka kaaaaan?" ledeknya. Mendengar ledekannya seperti itu, aku mengacak rambutnya lagi hingga Evelyn protes kesal pada ku.
--
"Sayang, kamu kok lemes banget sih!" protes Evelyn pada ku, sedangkan ia asik berlari-lari di atas salju hingga meninggalkan jejak sepatu boots-nya.
Evelyn terlihat seperti anak kecil berumur lima tahun, karena ia begitu lincah. Sedangkan aku, tampak seperti seorang ayah yang khawatir anaknya akan terjatuh karena terus-menerus mengikutinya berlari.
Setelah check in dari hotel satu jam yang lalu, Evelyn memaksa ku untuk langsung berjalan-jalan ke luar. Badan ku terasa mau remuk dan lelah setelah duduk di pesawat berjam-jam lamanya. Anehnya, Evelyn tampak tak lelah sama sekali, malah dia begitu antusias.
Apa...karena aku sudah tua?.
"Kenapa ngelamun?" tanya Evelyn yang kini sudah ada dihadapan ku. Wajahnya yang bingung membuatnya terlihat semakin menggemaskan.
Sebelum ia lari lagi, aku langsung merangkulnya dan menahannya agar tetap berjalan bersama dengan ku. Evelyn tidak protes sama sekali, ia malah tersenyum senang dan melingkarkan tangannya dipinggang ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cute Student that I Love
Romance"Dia telah menjadi perhatian ku semenjak memasuki awal semester, bahkan ia telah menjadi alasan ku untuk tetap menjadi dosen hingga aku menomor dua kan pekerjaan ku sebagai Direktur Utama. Dia adalah gadis cantik yang cerdas dan tentu saja, lucu."...