Hari ini, Liam menawarkan diri untuk mengantar Keira pulang sekolah bersama. Kebetulan, karena ia sendiri memang sedang tidak membawa mobil, akhirnya Keira pun menerima tawaran cowok itu. Apalagi, ia sendiri memang ingin melancarkan aksinya untuk menghilangkan kenangan buruk Liam di masa lalu, dengan cara mendekatinya. Lagipula, duduk sebangku tapi jarang ngobrol kan tidak asik.
Mengapa Liam berani mengajak Keira pulang bersama? Karena, Keira tadi berkata bahwa ia dan Samuel hanyalah sebatas sahabat saat ia menanyakan apa status hubungan mereka. Pasalnya, Samuel tidak pernah bilang kalau ia mempunyai pacar. Jadi, daripada penasaran, lebih baik ia bertanya saja tadi.
Masalah tugas kelompok juga sudah selesai. Tadi, Bu Dinar langsung mengoreksi tugas mereka dan hasilnya benar-benar memuaskan. Keira dan Liam mendapatkan nilai sembilan puluh. Tidak terlalu buruk. Untung saja, Keira satu bangku dengan Liam. Kalau tidak, ia sendiri tidak akan yakin kalau nilai yang didapatnya akan sebagus itu. Benar-benar sejarah dalam hidupnya.
"Li, lo yakin mau nganter gue pulang?" Tanya Keira sembari memandang Liam yang berada di sebelahnya. Saat ini, mereka sedang berjalan di sepanjang koridor menuju parkiran. Hanya berdua karena Ivy sudah pulang lebih dulu bersama Kenio. Pasangan yang baru saja resmi jadian dua minggu yang lalu. Sedangkan Lisa tidak masuk dengan alasan pusing kepala.
"Iya," balas Liam singkat.
Begitu melihat Samuel tengah menunggunya seperti biasa bersama Rio, perasaan bersalah pun langsung mendatangi diri Keira. Ia sangat lupa kalau Samuel yang biasa mengantarnya pulang kalau ia tidak membawa mobil. Ia pun memaki dalam hati. Bagaimana bisa ia lupa dengan kebiasaan sahabatnya itu.
"Pulang?" Pertanyaan yang sama keluar dari bibir Samuel, kalau ia melihat Keira saat pulang sekolah.
Keira mengangguk. "Sam ... gue pulang bareng sama Liam," sambil menggigit bibir bawahnya, ia menatap Samuel takut-takut, lalu menatap Liam bergantian.
Ada perasaan kecewa melingkupi dirinya, tetapi Samuel berusaha menutupinya dengan senyuman tipis. Sangat-sangat tipis. "Oh, yaudah gapapa. Gue juga mau ke rumah Rio, kok. Iya, 'kan?" Samuel menyenggol bahu Rio kencang yang membuat cowok itu mengangguk sekilas, lalu kembali memandangi ponselnya.
"Maaf, ya, Sam."
Samuel mengangguk lesuh mendengar ucapan Keira. Walaupun ia tidak rela kalau Keira pulang bersama Liam yang statusnya juga temannya, tetapi tidak mungkin 'kan kalau ia melarang? Gue ini bukan pacarnya, jadi ngga mungkin 'kan kalau gue larang? Begitu pikirnya.
"Li, hati-hati bawa mobilnya, ya. Keira suka cerewet soalnya," Samuel tertawa meledek sambil menatap Liam yang sedari tadi hanya diam saja.
"Tenang aja, Sam," balas Liam sambil mengangguk mantap.
Tidak lama kemudian, Keira dan Liam pun pergi dari sekolah. Menyisakan Samuel yang hanya bisa terdiam merasakan sakit di dadanya saat ini. Rio pun ikut terdiam, tetapi terdiam sambil memandang ekspresi temannya yang terlihat sangat aneh. Saat itu juga, ia mengetahui satu hal.
"Engga salah lagi," Rio mulai membuka pembicaraan sambil menatap Samuel dengan pandangan meneliti.
Walaupun melamun, tetapi Samuel masih bisa mendengar dengan jelas kalau temannya itu baru saja berbicara. "Engga salah lagi apa maksud lo?" Tanyanya memastikan.
"Lo punya perasaan 'kan sama Keira?" Tanpa basa-basi, Rio mulai mengeluarkan apa yang ada di otaknya sedari tadi.
"Lo udah gila, ya? Mana mungkin gue punya perasaan sama sahabat sendiri. Kalau yang lo maksud adalah perasaan sayang, jawabannya udah pasti iya. Gue sayang sama dia seperti seorang Kakak yang menyayangi Adik kecilnya," sergah Samuel cepat.
Rio tertawa kecil. Benar-benar terdengar lucu sekali jawaban yang diberikan temannya itu. "Lo ngga usah sok nutup-nutupin fakta, Sam. Dari cara lo ngomong bahkan natap dia aja udah beda. Apalagi segala perhatian dan sikap protective lo itu udah menggambarkan perasaan lo yang sebenarnya."
Samuel hanya bisa diam sambil merenungi perkataan Rio. Apa benar dia seperti itu terhadap Keira? Sebenarnya, ia sendiri tidak yakin kalau perasaannya selama ini hanyalah perasaan sayang seorang kakak terhadap adiknya. Tetapi, tidak mungkin juga 'kan kalau perasaannya selama ini ternyata lebih dari itu? Ah, benar-benar membuat pusing kepala.
"Gue temenan sama lo udah berapa lama, sih? Apa lima tahun engga cukup untuk lo percaya sama kata-kata gue barusan? Lo itu suka sama dia," Rio kembali meyakinkan Samuel bahwa yang ia katakan memang benar. Ia berani bersumpah demi segala yang bisa ia sumpahi di dunia ini kalau temannya itu memang menyimpan perasaan lebih terhadap Keira.
"Punya bukti apa lo?" Samuel menatap Rio dengan alis yang terangkat sebelah. Ia masih belum yakin dengan ucapan temannya itu.
Rio mengacak rambutnya frustasi. "Kan tadi gue udah bilang, dari cara lo ngomong dan natap dia aja udah beda," jelasnya kembali. "Gue seribu persen yakin banget kalau lo naksir sama dia. Dan dari apa yang gue tangkap adalah perasaan lo ke dia lebih besar dari cewek-cewek yang pernah lo taksir sebelumnya," Rio yakin benar dengan ucapannya barusan.
"Oh," balas Samuel singkat sambil melihat beberapa anggota klub basket sedang latihan di lapangan. Walau begitu, pikirannya melayang entah kemana.
Rio tahu betul kalau cewek yang pernah disukai oleh Samuel sebelumnya tidak banyak. Bahkan, masih bisa dihitung menggunakan jari. Tetapi, ia tahu kalau temannya itu hanya sebatas suka kepada mereka. Tidak pernah ada niatan untuk menjadikan salah satu dari mereka sebagai pacarnya. Maka dari itu, ia kali ini sangat yakin dengan apa yang telah diucapnya. Belum lagi, mengingat betapa peduli dan perhatiannya Samuel terhadap Keira.
"Gue ngga punya perasaan apa-apa sama dia," Samuel tetap saja kekeuh dengan pendiriannya.
Rio pun hanya bisa menghela napas sembari menepuk-nepuk pelan bahu Samuel. "Perjuangin dia, sebelum nanti lo nyesel karena udah ada orang lain yang berhasil merebut hatinya."
Kalimat Rio barusan membuat Samuel benar-benar mati kutu. Bagaimana tidak, apa yang didengarnya barusan terdengar seperti sebuah ancaman yang akan menghampirinya tidak lama lagi. Apa mungkin ia akan menyesal kalau Keira bersama orang lain nantinya?
"Lo salah besar. Gue adalah orang pertama yang akan berbahagia di saat Keira udah sama orang lain. Jadi, ngga mungkinlah gue nyesel. Ada-ada aja lo," Samuel berusaha tertawa walaupun sebenarnya ia tidak ingin tertawa sekarang. Ya, dari pada disangka yang tidak-tidak, lebih baik pura-pura saja.
"Gue ngga akan mempermasalahkan hal ini lagi. Tapi satu hal, lo emang naksir sama dia," setelah berucap seperti itu, Rio pun dengan segera masuk ke dalam mobilnya. Meninggalkan Samuel sendiri yang tanpa disadarinya sedang memikirkan sesuatu. Memikirkan bagaimana nantinya Keira bersama orang lain dan tidak akan membutuhkannya lagi.
Dan Rio, ia hanya bisa tersenyum miris sambil memandang Samuel yang tengah terdiam melalui kaca mobilnya.
•••
[A/N]
Part ini pendek banget, ya? xxD
Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!❤
Edited on June 25, 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
Teen Fiction[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...