Epilog

40.3K 1.4K 184
                                    

Tak terasa, lima tahun sudah Liam meninggalkan Keira sendiri. Tentunya begitu banyak hal yang telah terjadi pada kehidupan Keira. Ia menjadi pribadi yang lebih baik sekarang. Segala sifat buruknya semasa sekolah dulu, kini ia buang jauh-jauh. Dan mengenai Liam, ia juga sudah mulai menerima semuanya dengan lapang dada. Ya, walaupun ia sendiri juga masih sering menangis pada malam hari.

Di malam harilah Keira selalu memimpikan dirinya bersama dengan Liam berdua. Di setiap ia menjatuhkan kepalanya di atas bantal, ia selalu berharap bahwa di sebelahnya terdapat Liam yang sedang menatapnya. Seandainya itu semua memang terjadi, ia pasti telah menjadi sosok yang paling bahagia di dunia. Seperti apa yang liam ucapkan padanya.

Keira selalu berharap bahwa Tuhan akan mengabulkan doanya dan mengembalikan Liam ke sisinya. Bertatap wajah dengannya disetiap ia membuka mata. Tersenyum bahagia lewat tatapan matanya. Andai ia bisa menyusulnya ke atas sana, ia pasti akan melakukannya sejak lama. Namun sayang, semua itu tidak akan pernah terjadi.

Butuh waktu kurang lebih satu tahun bagi Keira melupakan segala kenangannya bersama Liam. Ia tidak menyangka bahwa melupakan seseorang yang sangat berarti bagi dirinya, terasa sangat sulit dari yang ia bayangkan. Terlebih, orang tersebut sudah pergi sangat jauh. Meninggalkan dirinya sendiri bagaikan sebuah langit tanpa bintang.

Menjalani hari-hari tanpa dirinya sungguh menyesakkan Keira. Hatinya terasa tercabik-cabik oleh sebuah pisau tajam. Rasanya sangat perih dan sakit. Segala kenangan indah yang selalu menghampirinya pada malam hari, seolah mengejeknya bagaikan ia adalah sosok paling menyedihkan di dunia.

Tiada hari bagi Keira tanpa menatap foto dan segala pemberian yang Liam beri untuknya. Tiada hari pula bagi Keira tanpa menghubungi dan mengirim pesan ke nomor Liam, walau ia sendiri tahu bahwa melakukan itu justru semakin menjatuhkan dirinya ke dunia nyata. Ke dunia dimana semua memang sudah berakhir dan tak akan pernah kembali.

Surat yang Liam berikan untuknya, bahkan sekarang sudah sangat usang dan mudah sekali robek. Setiap hari ia membacanya tanpa bosan. Bekas air mata yang selalu jatuh membahasi surat tersebut pun masih terlihat jelas di sana.

Karena sesungguhnya, tiada lagi perpisahan paling menyedihkan selain... kematian.

••••••

Seorang wanita muda yang sangat cantik itu, terlihat sedang melangkahkan kakinya ke salah satu gedung perkantoran besar Jakarta. Semua pasang mata menatapnya kagum, karena ia terlihat sangat berbeda dari sebelumnya. Senyum merekah juga tak luput dari bibir merahnya.

Ia pun masuk ke dalam ruangan kerjanya, setelah lift yang ia naiki berhenti di lantai dua belas, lantai tempatnya bekerja. Dengan lihai, ia mengambil beberapa dokumen yang sudah ia kerjakan kemarin. Ia cek kembali sampai dokumen itu memang sudah benar-benar selesai dengan sempurna.

Barulah ia bisa bernapas lega karena pekerjaannya sudah benar-benar selesai. Papanya dari dulu memang tidak pernah tega memberikannya pekerjaan banyak, walaupun ia sendiri selalu meminta tugasnya diberi penuh untuknya. Tanpa ada bantuan sama sekali dari para asistennya.

Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangannya. Ruangan yang sudah ia tempati, tepat setelah ia lulus kuliah setahun yang lalu. Walaupun ia adalah seorang anak dari pemilik perusahaan, tetapi ia tetap tidak mau diberi jabatan yang tinggi terlebih dahulu. Awalnya, papanya langsung memberikan ia jabatan sebagai direktur keuangan, namun dengan cepat ia menolak dengan alasan masih belum banyak pengalaman.

Akhirnya disinilah dirinya berada. Di ruangan yang khusus disediakan untuk manajer divisi keuangan. Ya, itulah jabatannya.

complicated feeling | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang