Keira POV
Liam.
Hanya dengan menyebut dan mendengar namanya saja sudah mampu membuat hatiku bergetar. Sampai sekarang, aku masih tidak menyangka bahwa aku telah resmi menjadi seorang kekasih dari Liam Sebastian.
Teman Samuel yang dari awal aku tanggapi dengan cuek saat Lisa dan Ivy memberitahuku bahwa ia akan bersekolah di SMA Sweden.
Tetapi, begitu aku melihat wajahnya secara langsung untuk yang pertama kalinya, aku sudah mampu menebak bahwa dia adalah orang yang tepat untukku. Bahkan, aku sudah memiliki gambaran jika masa depanku akan sangat bahagia jika bersamanya. Hebat, bukan?
Liam menepati janjinya. Hubungan kami yang sudah berjalan dua minggu ini baik-baik saja. Ia selalu membuatku tersenyum dan tertawa setiap saat. Segala sesuatu yang ia lakukan menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri untukku.
Terdengar sangat lebay dan melebihkan mungkin. Namun, memang benar itu adanya. Aku yang merasakan.
Dan, Samuel.
Sahabatku, separuh hidupku, pengisi segala kekosongan hatiku selama ini. Sosok kakak laki-laki yang selalu aku inginkan sejak dulu.
Saat mendengar namanya, aku selalu merasa menjadi tokoh jahat di cerita ini. Bagaimana tidak, aku dengan tega mencampakkan dan menolak perasaannya.
Aku tahu, Samuel selalu menutupi wajahnya dengan topeng yang selalu memperlihatkan bahwa ia adalah sosok yang kuat dan tegar. Aku tahu, di dalam hatinya, ia merasakan sakit yang sangat luar biasa. Melihatku bersama Liam. Tentu saja adalah suatu cobaan terberat dalam hidupnya. Ya, walaupun aku juga tidak tahu betul.
Aku juga tidak akan kuat dan tahan jika menjadi Samuel. Tidak akan. Aku salut padanya, ia bisa memerankan tokoh itu dengan sangat baik.
Sedangkan aku? Aku bisa apa? Menasehatinya bahwa ia akan menemukan seorang gadis yang lebih baik dari pada diriku? Memberikannya semangat untuk mencari gadis yang akan menggantikanku?
Tentu saja tidak. Aku tidak sejahat itu.
Memang benar jika aku sangat-sangat menyayangi Samuel. Bahkan, aku percaya bahwa aku lebih menyayanginya dibandingkan aku menyayangi Liam.
Namun, hanya satu orang yang sudah lebih dulu aku tetapkan di dalam hatiku.
Yaitu, Liam.
•••
Author POV
Samuel menatap pemandangan di depannya dengan tatapan yang sulit diartikan. Di depannya, Liam dan Keira tengah tertawa lepas bersama. Mereka berdua terlihat sangat-sangat bahagia dengan apa yang mereka candakan.
Walaupun Samuel selalu bersikap biasa saja, tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya menangis. Menangis melihat seseorang yang sangat ia cintai telah memiliki tambatan hatinya sendiri.
Tetapi, ia tidak bisa mencurahkan segalanya dan marah pada mereka, bukan? Semua itu adalah kemauannya. Semua itu adalah rencana yang sudah dipikirkan olehnya secara matang-matang, walaupun ia tahu bahwa ia sendiri yang akan menanggung semua rasa sakit dan sesaknya.
Berulang kali pula, Liam merasa tidak enak hati pada Samuel. Bagaimanapun, ia juga pernah merasakan hal itu sebelumnya. Melihat orang yang kita sayangi memilih jalannya sendiri.
"Sam, kok lo diem aja, sih? Kenapa?" Tanya Keira sambil menatap Samuel dengan penasaran. Pasalnya, sedari tadi Samuel hanya diam saja sambil mengaduk minumannya.
Mereka saat ini tengah berada di cafe depan sekolah. Ya, tempat yang waktu itu menjadi saksi dari kejadian yang menimpa Keira.
Samuel menggelengkan kepalanya. "Gue gapapa kok," kemudian tersenyum yang dapat menghangatkan hati siapa saja yang melihatnya.
"Gue kira kenapa," Keira manggut-manggut. "Oh iya, Lisa, Ivy sama Ken kemana, ya?" Keira menatap Rio dan Samuel secara bergantian.
"Engga tau," Rio mengedikkan bahunya dengan cuek. "Emang lo gak tau dia ada dimana?" Tanyanya kembali.
Keira mendecak kesal. "Kalo gue tau, gue engga akan nanya," Rio pun terkekeh geli mendengar ucapan Keira.
"Eh, gue mau ke toilet bentar, ya," Keira pun pergi menuju toilet yang berada tak jauh dari tempat mereka duduk.
Suasana pun mendadak canggung. Entah kenapa, Liam berulang kali menghembuskan napasnya berat seraya menatap Samuel yang sedang menundukkan kepalanya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Rio yang menyadari itu, hanya bisa diam sambil memainkan ponselnya.
"I'm sorry, Sam." Samuel pun mengangkat wajahnya lalu menatap Liam dengan bingung. Tetapi, sedetik kemudian ia tahu maksud dari ucapan Liam.
Samuel pun memejamkan matanya sejenak sebelum menjawab. "Lo harus berhenti minta maaf sama gue, Li. I'm fine. Gue baik-baik aja," ucapnya dengan sangat yakin.
"Tapi, Sam, gue ngerasa kalo gue itu engga pantes buat dia," Liam dengan cepat mengelak.
Samuel mengusap wajahnya dengan gusar. "Keira bahagia. Itu yang menjadi tujuan utama gue. Dan satu-satunya orang yang bisa bikin dia bahagia, cuma lo." Kali ini, Liam menatap Samuel tak percaya. Ia tidak menyangka jika Samuel akan berbicara seperti itu.
Alasan yang sederhana, tetapi menyimpan banyak makna.
Keira sendiri memang tidak menyadari bahwa Samuel masih menyimpan perasaan untuknya. Pasalnya, selama ini Samuel selalu mendukung hubungannya dengan Liam. Bahkan, Samuel pernah mengatakan bahwa ia tengah menyukai gadis lain pada Keira.
Keira memang percaya saja, karena ia tidak tahu bahwa gadis lain yang Samuel maksud adalah sebuah ilusi semata untuk menutupi perasaannya.
Rio pun menepuk-nepuk bahu Samuel secara diam-diam saat Liam tengah menatap keluar jendela. Ia tidak mau Liam melihatnya dan menganggap bahwa Liam lah yang salah di sini.
Liam menatap kembali menatap Samuel dengan raut wajah lebih serius dari sebelumnya. "Sam, gue mau lo menjanjikan satu hal untuk gue,"
"Apa?" Tanya Samuel penasaran. Rio juga menunggu dengan tak kalah penasarannya dari Samuel.
"Gantiin posisi gue di saat yang tepat,"
Samuel menatap Liam dengan kerutan di dahinya. Ia sungguh tidak mengerti dengan apa yang di ucapkan Liam. "Gue engga ngerti maksud lo,"
"Lo harus janji sama gue kalo lo akan terus berada di samping Keira, saat waktunya udah tiba untuk lo menggantikan gue,"
Walaupun Samuel tidak sepenuhnya mengerti dengan ucapan Liam, tetapi ia tetap mengangguk. Tanpa disuruh oleh Liam pun, Samuel akan terus berada di samping Keira sampai kapanpun.
Tidak lama setelah itu, Keira kembali dengan wajah polos dan cerianya yang membuat mereka bertiga harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
Rumit.
Itulah kata yang sangat tepat dan cocok untuk menggambarkan keadaan Samuel, Keira dan Liam.
Memang, jika sebuah cinta segitiga telah tumbuh dan bersarang di dalam jalinan persahabatan, maka salah satu dari mereka harus rela mengorbankan perasaannya untuk melihat orang yang disayanginya bahagia.
Ya, Samuel mendapat peran itu. Ia yang mendapat peran sebagai orang yang mengorbankan hati dan perasaannya secara sukarela.
••••••
[A/N]
Hai semua, aku udah publish cerita Lisa dan Rio. Tolong dibaca ya, judulnya Endless Feeling. Aku seneng banget kalau kalian mau baca cerita itu!:)
Terima kasih.
August 13, 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
Novela Juvenil[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...