Saat salah satu suster hendak melepas alat detak jantung di dada Keira, tiba-tiba saja garis datar yang sedari tadi terpampang di layar monitor, kini menunjukkan bentuk gelombang yang makin lama makin berjalan normal. Semua yang berada di sana pun terkejut bukan main. Pasalnya, hal itu baru pertama kali terjadi di sana.
Dengan segera, para dokter pun kembali melakukan tugasnya. Hingga pada akhirnya, mereka menyadari bahwa nafas Keira telah kembali normal.
"Aku tidak bisa ikut denganmu!" Keira menghentakkan tangan seseorang dengan cahaya kilaunya dengan kencang. Berhenti berjalan dan menjauhi orang tersebut.
"Kau harus ikut denganku, karena waktumu sudah tiba," kata orang tersebut seraya berjalan mendekati Keira. perlahan-lahan dengan tangan yang moncoba untuk meraihnya.
"Tempat dan rumahku bukan di sana! Rumahku di sini. Bersama kedua orang tuaku di dunia. Aku tidak bisa dan tidak akan ikut denganmu!"
Orang tersebut masih berusaha untuk meraih Keira, namun tiba-tiba saja ia berhenti. Seolah-olah sedang berkomunikasi dengan seseorang dan menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kau tidak akan ikut denganku. Tapi, di lain waktu, aku janji tidak akan membiarkan kesempatan keduaku untuk menjemputmu hilang begitu saja."
Setelahnya, semua kembali gelap gulita. Cahaya hitam tak berujung kembali mendominasi tempat Keira berpijak saat ini. Hingga pada akhirnya, ia kembali. Kembali berada di ruang yang sama sebelum ia pamit kepada kedua orang tuanya.
Keira mengerjapkan matanya beberapa kali. Mencoba untuk terbiasa dengan kilatan cahaya terang yang berasal dari lampu di atasnya. Lalu, begitu ia menoleh, hal pertama yang ia lihat adalah para suster dan juga dokter. Dan juga ... kedua orang tua beserta teman-temannya.
Saat itu juga, ia merasa bingung. Ada apa, sih? Pikirnya.
"Alhamdulillah, terima kasih, Ya Allah," kata mama Keira seraya memeluk erat dan menciumi wajah Keira beberapa kali.
"A-apa yang terjadi? Kenapa Keira ada di sini?" Tanya Keira seraya menatap mereka semua dengan tatapan bingungnya.
Papa Keira pun langsung menggenggam kedua tangan Keira dan mengelusnya lembut. "Kamu tidak ingat?" Tanyanya. "Kamu mengalami kecelakaan dan koma selama beberapa minggu."
Begitu mendengar ucapan papanya, Keira pun langsung berusaha mengingat-ngingat apa yang terjadi padanya. Dan ya, ia ingat sekarang. Ternyata, beberapa waktu lalu ia ditabrak oleh sebuah mobil saat ingin menyeberang jalan.
Dokter yang berada disamping Keira pun segera mencabut alat yang terpasang di tubuhnya. Entah apa namanya, tapi terlihat begitu menyeramkan. Dokter itu hanya menyisakan alat bantu napas yang terpasang di hidung Keira saja.
"Dok, kenapa anak saya bisa seperti tadi?" Tanya mama Keira penasaran.
"Ada yang memotong alat bantu napas pasien, Bu," jelas dokter tersebut.
Di waktu yang bersamaan, Keira pun langsung terkejut bukan main. Ia tidak menyangka akan ada orang yang begitu jahat dengannya sampai berbuat seperti itu. Dan tentu saja, ia merasa bersalah dengan kedua orang tuanya. Entah kenapa, ia merasa layaknya anak yang tidak berguna karena hanya bisa membuat mereka khawatir dan cemas. Bahkan, sampai menitikkan air mata seperti sekarang.
"Maafin Keira, Ma, Pa, karena udah buat kalian sedih," sahut Keira dengan air mata yang melerai mengenai wajahnya yang memerah.
"Jangan berbicara seperti itu, Sayang. Kamu tidak pernah membuat Mama sedih," kata mama Keira seraya mengelus rambut anak gadisnya dengan lembut. Ia lega sekali. Ia lega karena ia tidak akan kehilangan Keira untuk selamanya. Ia benar-benar merasa sangat bersyukur akan itu.
Sebenarnya, selama ini Keira selalu merindukan kedua orang tua dan teman-temannya. Apalagi, selama beberapa waktu terakhir, ia merasa bagaikan ada di dunia berbeda dengan kegelapan yang begitu menakutkan. Dirinya hanya sendiri. Menatap sekeliling dengan perasaan takut tak bisa kembali. Tempat yang sangat berbahaya jika hanya tinggal sendiri di sana.
"Gimana keadaan lo sekarang?" Keira pun langsung menoleh begitu seseorang bertanya padanya. "Masih ada yang sakit?"
Saat itu juga, Keira langsung tersenyum dan merentangkan tangannya. Sebagai tanda bahwa ia ingin agar orang tersebut memeluk dirinya. Tanpa menunggu lama lagi, orang tersebut pun membawa Keira masuk ke dalam pelukannya. Pelukannya yang hangat dan terasa bagaikan candu.
"I miss you, Sam," sahut Keira seraya mengeratkan pelukannya pada tubuh Samuel. Tidak peduli bahwa orang tuanya sedang menyaksikan. Ya, dia adalah Samuel. Sesosok pria yang selalu membuat ia tersenyum bahagia dengan setiap perhatiannya yang ia berikan. Sebenarnya, bukan hanya Samuel sajalah yang ia rindukan. Lisa, Ivy, Rio, Kenio, bahkan Liam.
"Gue kangen banget sama kalian," sahut Keira seraya menatap para temannya satu persatu. Tentu saja masih dengan posisi kepala yang berada di atas bahu Samuel.
"Yaudah, kalian disini aja temenin Keira. Tante sama Om mau urus administrasi."
Mereka semua pun langsung mengangguk dan setelahnya kedua orang tua Keira keluar dari kamar inap tersebut.
Begitu melihat bahwa kedua orang tuanya sudah keluar, Keira pun langsung melepaskan pelukannya pada tubuh Samuel dan memasang raut wajah seserius mungkin. "Sekarang, ceritain semua kejadian yang gue engga tau. Oiya, gue engga terima bantahan sama sekali."
"Keira is back," sahut Rio tiba-tiba.
"Jane. Dia yang udah nabrak lo," balas Liam, tetapi pandangannya tidak menatap ke arah Keira, melainkan ke arah lain.
Sebenarnya, Keira sama sekali tidak terkejut saat mendengar bahwa Jane-lah yang menabraknya. Tingkah dan sikapnya memang sudah sangat jelas waktu dia menguping pembicaraan ia bersama teman-temannya saat di kantin. Mungkin, memang ia yang terlalu cuek dan tidak menganggapnya penting sampai tidak berpikir sejauh itu.
"Dia juga udah ditahan di kantor polisi, jadi lo tenang aja. Setelah ini, ngga akan ada yang berani ganggu lo lagi," tambah Liam. Namun, kali ini menatap Keira seakan-akan mengatakan bahwa semuanya sudah baik-baik saja sekarang.
"Gue berhutang budi banget sama kalian. Entah apa jadinya kalau ngga ada kalian di samping gue," Keira menyunggingkan senyumnya yang sangat tulus. Air matanya bahkan sudah tidak sanggup lagi keluar karena ia merasa begitu beruntung memiliki teman seperti mereka. Teman yang selalu ada di saat dirinya susah seperti ini. Bukan yang hanya mau berteman dengannya di saat senang saja.
"Kita seneng kok bisa jadi teman yang berguna buat lo," ucap Lisa, lalu mendekati Keira dan memeluk tubuhnya erat. Begitu juga dengan Ivy.
Tanpa mereka sadari, hati Keira terasa begitu hangat dan hidup. Tidak pernah ia merasa bahagia seperti sekarang ini.
Karena ... di sanalah tempatnya, di sanalah rumahnya, dan di sanalah ia seharusnya berada.
•••
[A/N]
Alhamdulillah, Keira masih hidup wkwk. Di antara kalian ada yang ngira kalau dia beneran mati apa engga, ya?
Oiya, baca ceritaku yuk yang judulnya Asteri. Cerita lama sih, baru ada 3 chapter. Cek di work aku dan dibaca ya!:)
Hope this chapter is more than enough to read and make you guys happy, while im trying my best to make this story better than before. Thank you!❤
July 24, 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
Fiksi Remaja[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...