"Lena benci Arka!" Gadis kecil berusia lima tahun itu membanting sebuah buku gambar di taman belakang halaman rumahnya. Berjalan menghampiri Mamanya dengan mengerucutkan bibir dan tangan bersedekap dada. Sedangkan anak kecil yang seumuran dengannya justru tertawa kencang.
"Alena kenapa, Sayang?" Tanya wanita muda tersebut seraya menangkup wajah anaknya yang terlihat masam. Namun, ia benar-benar sangat menggemaskan seperti itu.
"Lena engga suka Arka main kesini, Mama. Dia jahat..." gadis kecil itu pun menitikkan air matanya perlahan, kemudian duduk di atas pangkuan Mamanya dan memeluknya.
"Jahatnya kenapa?"
"Arka coret-coret gambar Lena pake krayon dia. Padahal, Lena kan udah bikin itu susah-susah," gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati Arka sedang menggambar di atas gambar yang ia buat. Alena kesal. Benar-benar kesal.
Walaupun kedua orang tua mereka saling bersahabat, tetapi Alena dan Arka sama sekali tidak. Bahkan, Alena sudah mengecap Arka sebagai musuh yang paling dibencinya. Sejak pertama kali ia bertemu dengan Arka, Arka sering sekali membuat ia kesal dengan segala kejailannya.
Seperti beberapa bulan yang lalu, saat Arka baru saja tiba di Jakarta dan main ke rumahnya untuk yang pertama kali, Arka secara terang-terangan mengatakan kalau Alena sangat jelek dan gendut. Nyatanya, apa yang Arka katakan sama sekali tidak benar. Alena sangat cantik untuk gadis seumurannya. Tubuhnya juga tidak gendut. Hanya saja, ia memang mempunyai pipi yang sangat tembam.
"Jangan gitu dong, Sayang. Mama kan jadi engga enak sama Tante Ivy." Wanita itu pun menatap wajah sahabat yang berada di sebelahnya-Ivy, dengan perasaan yang sangat tidak enak dan bersalah.
"Gapapa, Kei, lagian mereka masih anak-anak. Belum ngerti," Ivy tersenyum geli sambil menatap Alena yang kini juga menatapnya takut-takut. "Lena, sini ikut Tante." Alena pun mengangguk dan turun dari pangkuan mamanya. Mengikuti Ivy dari belakang yang sedang berjalan menghampiri Arka.
"Arka, cepat minta maaf sama Lena!" Arka pun menoleh dan langsung menatap bingung Ivy yang wajahnya terlihat menyeramkan saat ini.
"Buat apa? Arka kan engga punya salah," kata Arka, lalu kembali menggambar sesuatu di atas buku gambar Alena. Alena pun kembali merasakan kesal yang sudah memuncak hingga ke ubun-ubun. Kalau tidak ada orang tua mereka berdua, mungkin ia sudah menjambak habis rambut Arka.
"Oh, jadi kamu engga mau mengakui kesalahan, ya? Kalau begitu, Mama engga mau beliin mainan baru dan yang di rumah akan Mama buang." Ivy pun berlalu meninggalkan anaknya. Namun, baru beberapa langkah, Arka sudah terlebih dahulu menghentikannya dengan ucapannya.
"Oke!" Arka pun berdiri dan mulai mendekati Alena yang sedang menatapnya tajam. "Lena, maafin Arka, ya. Arka ngaku salah udah coret-coret gambar punya Lena."
Ingin sekali Alena tertawa kencang sekarang ini, saat melihat wajah Arka yang benar-benar sangat lucu. Walaupun Arka berada satu tahun di atasnya, tetapi perilaku Arka sangat tidak cocok untuk anak-anak seumurannya. Mana ada anak berusia enam tahun yang suka berbicara tentang rasanya berpacaran. Tidak masuk diakal.
"Lena mau maafin Arka, asal Arka..." Lena menggantung kalimatnya sejenak. Sengaja membuat Arka penasaran. "Bikinin gambar yang sama persis kaya Lena buat."
Arka pun terkejut setengah mati. "Arka itu cowok! Masa Arka disuruh buat gambar Cinderella?"
"Kalo Arka engga mau, Lena bakal aduin ke Papa Arka!" Mendengar papanya disebut-sebut, Arka pun secara mau tidak mau menganggukan kepalanya. Bisa habis diceramahi seharian kalau papanya sampai tahu Arka melawan Alena.
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
Teen Fiction[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...