Keira POV
Aku memanfaatkan weekend kali ini dengan berada di rumah. Sudah beberapa minggu ini, aku memang sengaja menjauhkan diri dari sahabat-sahabatku. Tidak ada alasan yang pasti, tetapi aku hanya ingin mencoba untuk membiasakan diri tanpa mereka. Tanpa bantuan dan rasa kasihan mereka.
Egois, memang. Namun, menurutku itu adalah yang terbaik. Tidak selamanya aku akan bergantung dan bersama dengan mereka. Setiap orang pasti akan mempunyai kehidupan masing-masing kelak.
Aku tahu memang tidak seharusnya seperti ini. Aku tahu. pasti kalian juga akan bosan dan benci padaku. Namun, inilah aku, dengan tingkat egois yang sangat tinggi dan sifat kekanakan yang selalu menempel pada diriku.
Karena aku hanya sibuk bergelut dengan segala pikiran dan lamunanku, aku sampai tidak sadar jika sedari tadi ada orang yang menemaniku disini. Di pinggir kolam renang dengan kaki tercelup di dalamnya.
Apakah mungkin Mamaku yang berada di sampingku? Namun, itu tidak mungkin mengingat ini sudah hampir jam dua belas malam. Akhir-akhir ini aku memang sering menghabiskan waktu malamku dengan berdiam diri di pinggir kolam.
Karena penasaran, aku pun menoleh dan mendapati Lisa tengah memainkan air ke depan dan belakang dengan lembut. Untuk apa dia datang ke rumahku tengah malam begini? Apakah orang tuanya mengijinkan?
Aku pun kembali mengalihkan pandanganku menuju hamparan tanaman yang berada tak jauh di pinggir kolam di depanku.
Menikmati angin sejuk tengah malam yang sangat jarang sekali dapat kurasakan di sini. Langit biru kehitaman juga nampak sangat indah dengan ditemani cahaya rembulan yang seperti sedang tersenyum dan kilauan bintang yang tersebar luas di atas sana.
"Jadi, sampe kapan lo mau menjauh dari kita, Kei?" Aku menoleh dan mendapati Lisa masih setia memainkan air.
Aku mengedikkan bahu. Tidak tahu harus menjawab apa.
"Jangan kaya gini, Kei. Dengan lo menjauh dari kita, sama sekali engga membantu lo," Kali ini, Lisa menatapku dengan tatapan kasihannya. Ini yang aku tidak suka. Selalu menjadi objek belas kasihan dari mereka.
"Gue engga menjauh dari kalian. Gue cuma mau sendiri untuk sementara waktu," aku bisa mendengar bahwa Lisa menghela napasnya.
"Sementara waktu itu yang lo maksud dengan tiga minggu? Iya, Kei?" Lisa bertanya padaku dengan nada yang terdengar sedikit kesal.
Aku mengangguk. Bukan maksud membenarkan. Hanya saja, aku tidak bisa menjawab pertanyaannya.
"Sorry, Lis, gue rasa gue mau istirahat." Aku pun bangkit berdiri dan berjalan menjauhinya. Namun, ucapan Lisa membuatku berhenti dan diam di tempat.
"Lo egois, Kei! Lo engga bisa peka sama keadaan di sekitar lo. Lo engga tahu gimana sayang dan pedulinya kita semua sama lo!"
Aku pun berbalik dan menatapnya. "Iya, gue emang egois. Trus kalian masih betah temenan sama gue?" Aku sedikit menantangnya. Mencoba untuk mengetahui apa yang dikatakannya adalah sebuah kebenaran.
"Untuk apa gue jauh-jauh dateng ke rumah lo, kalo gue udah engga mau temenan sama lo? Bahkan, nyawa gue pun jadi taruhannya saat nolongin lo waktu lo koma.
Gue engga mau ngebahas ini, Kei, karena gue engga mau dianggep sama lo kalo gue engga ikhlas. Asal lo tau, Gue ikhlas, Kei. Kita semua ikhlas kalo emang itu bisa buat lo selamat."
Ini benar-benar sudah di luar batas. Aku bahkan tidak memikirkan nasib mereka yang rela mengorbankan diri mereka sewaktu menghadapi Jane. Ya Tuhan, maafkan aku. Aku sangat egois.
Aku jatuh terduduk dengan kedua tangan menutupi wajahku yang sekarang sudah banjir dengan air mataku sendiri. "Maafin gue, Lis, maafin gue. Gue engga pernah mikirin keadaan kalian selama ini." Kurasakan sepasang tangan memelukku dengan lembut. Tangisanku pecah. Aku baru sadar jika aku merupakan seorang sahabat yang sangat jahat.
"Lo engga perlu minta maaf, Kei. Lo engga salah sama sekali. Gue ngerti sama perasaan lo. Please, jangan pernah sekalipun berpikir kalo kita gak peduli sama lo," aku melepaskan tangan yang menutupi wajahku dan membalas pelukan Lisa dengan erat.
Apa aku tidak salah dengar atau memang telingaku yang harus segera dibersihkan, aku mendengar sekelompok orang yang kompak menyanyikan lagu ulang tahun.
Aku pun melepaskan pelukanku dari Lisa dan menatapnya dengan alis yang menyatu menandakan bahwa aku sedang bingung. Kemudian ia berteriak di depan wajahku yang membuat telingaku sakit sekali.
"HAPPY SWEET SEVENTEEN, KEIRA!" Aku pun sontak berdiri dan menoleh ke belakang.
Aku menangis terharu melihat pemandangan di depanku yang sudah di rombak menjadi sangat-sangat indah. Bagaimana mungkin aku tidak menyadari ini semua? Apa mungkin mereka semua melakukannya tanpa suara sedikitpun atau jangan-jangan dengan trik sulap? Bahkan, aku tidak ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunku.
Samuel, Liam, Ivy, Rio, Ken beserta kedua orang tuaku dan juga Kinan menghampiriku dengan sebuah kue yang dibawa oleh Ivy yang terdapat lilin angka 17 di atasnya.
"Make a wish dulu dong, Kei, sebelum tiup lilin."
Aku pun langsung memejamkan mataku dan membuat permohonan. Setelah selesai, aku kembali membuka mataku dan meniup lilinnya dengan semangat. Riuh tepuk tangan pun langsung terdengar.
Mama dan Papaku dengan segera menghampiri dan memeluk tubuhku dengan lembut. "Happy birthday, Sayang. Gak terasa anak Mama udah sebesar ini. Padahal dulu masih sering banget ngompol di celana dan cengeng." Mamaku tertawa di sela ucapannya.
"Papa harus lebih ketat jagain kamu. Pasti nanti akan banyak cowok yang ngedeketin," Papaku pun mencubit hidungku.
Kulihat Kinan juga mendekat padaku. Aku pun merentangkan tangan untuk memeluknya. "Selamat ulang tahun, Kak. Semoga engga galau lagi. Cepet-cepet punya pacar juga biar bisa nikah dan kasih aku ponakan," Ya Tuhan. Anak ini benar-benar menjengkelkan.
"Kakak masih muda tau. Engga mau cepet-cepet nikah," Aku hanya bisa mengerucutkan bibir mendengarnya. Namun, tetap saja aku tidak bisa marah. Justru aku bahagia saat ini.
Mereka semua, sahabat-sahabatku pun kompak memelukku berbarengan. Di dalam hatiku, aku berjanji tidak akan membuat mereka semua kecewa dengan sikapku lagi.
•••
[A/N]
Part ini dibagi dua ya, jadi pendek gitu hehe.
August 8, 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
Ficção Adolescente[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...