Saat ini, pikiran Samuel benar-benar sedang kalut. Kejadian saat di sekolah tadi, benar-benar membuat kepalanya pusing bukan main. Sebenarnya, ia tahu kalau semua akan berakhir seperti ini sejak hubungan Keira dengan Liam yang semakin hari semakin dekat. Tetapi, kenapa harus Liam orangnya? Kenapa harus Liam yang statusnya juga merupakan temannya sendiri?
Samuel mengacak rambutnya. Benar-benar tidak tahu lagi harus berbuat seperti apa. Ia hanya tidak ingin seperti ini. Rasanya ... sangat tidak nyaman. Seperti ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya.
"Sam, lo kenapa, sih? Daritadi, gue perhatiin frustasi banget kayaknya," Rio mulai membuka suara setelah satu jam lamanya memperhatikan Samuel yang tidak henti-hentinya mengacak rambut sambil guling-guling di atas kasur.
Ya, saat ini mereka memang sedang berada di rumah Samuel. Saat pulang sekolah tadi, temannya itu secara sepihak memaksa Rio dan Kenio untuk main ke rumahnya. Tetapi, saat sudah di rumahnya, temannya itu malah menyuguhkan pemandangan dirinya yang sedang frustasi. Menyebalkan, bukan?
"Engga tau. Gue sendiri bingung kalau gue ini kenapa."
Kenio yang berada tepat di sebelah Samuel pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Siapa lagi orang yang bisa membuat temannya seperti itu selain ... Keira. "Harus berapa kali, sih, kita bilang kalau lo itu suka sama Keira?"
Rio mengangguk setuju. Bahkan, Kenio saja sudah tahu kalau Samuel suka kepada Keira. Lalu, kenapa temannya itu masih belum sadar terhadap perasaannya sendiri?
"Harus berapa kali juga, sih, gue bilang kalau gue engga suka sama dia? Ya ... sebenernya gue juga ngga bisa bohong kalau gue bilang ngga punya perasaan lebih sama dia. Tapi, apa itu bisa langsung diartikan dengan cinta? Bahkan, nyebut kata-kata cinta aja udah lebay banget."
Rio dan Kenio pun kontan tertawa kencang. Sepertinya, temannya itu memang sudah berpikir terlalu jauh. "Sam, lo sadar ngga, sih, kalau omongan lo barusan aja udah menjelaskan semuanya? Apalagi, kita berdua itu sama sekali engga pernah nyebut kata cinta di depan lo. Iya ngga, Ken?" Kenio pun mengangguk cepat.
Sial, ini sama aja kaya gue makan omongan sendiri!
Samuel pun mendengus kesal dan menutupi wajahnya dengan bantal. Berusaha memejamkan mata, namun kejadian tadi siang malah berputar-putar di otaknya.
01.00pm
Bel pulang sekolah baru saja nyaring terdengar. Tanpa menunggu lama lagi, Samuel segera memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan pergi begitu saja tanpa menunggu kedua temannya-Rio dan Kenio-terlebih dahulu. Prioritasnya saat ini adalah Keira. Ia tidak ingin kalau dirinya terdahului oleh orang lain. Tidak lagi-lagi.
Benar saja, saat dirinya sampai di ruang uks, Samuel melihat kalau Keira sedang sendirian. Mungkin, sedang menunggu Lisa dan Ivy membawakan tasnya. Ia pun langsung masuk ke dalam sana dan menghampirinya. "Kei, lo gapapa?"
Keira melirik Samuel sekilas, lalu membuang pandangannya ke arah lain. "Kemana aja baru keliatan?"
Samuel meringis. Keira tidak tahu saja kalau dirinya sampai ingin mati karena khawatir dengan keadaannya. Belum lagi, sesuatu terpaksa menghentikan niatnya untuk menemui Keira. "Tadi ada ulangan mendadak, Kei. Jadi, gue terpaksa belajar selama istirahat."
"Oh, gitu."
Walaupun tahu bahwa Keira mungkin sedang marah padanya, tetapi Samuel tetap mengangguk. "Mau pulang? Gue anter, ya."
Keira menggeleng, lalu turun dari ranjangnya. "Gue pulang sama Liam."
Lagi-lagi, Samuel harus merasakan sakit di dadanya. Entah yang sudah keberapa kalinya hari ini, tetapi yang sekarang jelas berbeda karena Keira baru saja menolak ajakannya. Bahkan, ini merupakan yang pertama kalinya. Biasanya, Keira tidak akan menolaknya walau ia sudah ada janji dengan orang lain sekalipun. Tetapi, kali ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
Teen Fiction[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...