Keira POV
Sesuai janji Samuel tadi yang menyatakan bahwa ia akan mengajakku jalan-jalan, sekarang kami berdua sedang dalam perjalanan menuju mall yang berada tak jauh dari sekolah. Samuel juga sudah izin dengan Mamaku. Untungnya, Mamaku mengizinkan dengan syarat aku harus pulang sebelum malam tiba.
Begitu sampai, kami berdua langsung menuju timezone. Samuel mengisi kartunya dengan nominal yang menurutku terlalu banyak.
"Lo yakin segini banyaknya?" Tanyaku sambil memegang kartu timezone tersebut.
"Udah gapapa, kita seneng-seneng aja," Samuel pun langsung menarik tanganku untuk segera memainkan permainan.
Kami berdua memainkan begitu banyak permainan. Sebagian besar memang aku yang bermain dan Samuel selalu pasrah dan menurut saja begitu aku ajak bermain yang tidak ia suka.
Mungkin sudah sekitar dua jam kami bermain di sini, mengingat nominal kredit di kartunya yang sangat banyak.
Setelah selesai memainkan permainan basket, Samuel pun mengajakku menuju ruang karaoke. Lagu yang Samuel pilih adalah lagu yang berjudul let me love you.
Entah kenapa, Samuel sama sekali tidak mengalihkan pandangannya dariku sepanjang ia bernyanyi. Walaupun aku cuek saja, tetapi lama kelamaan aku juga merasa risih. Maksudku, aku tidak bisa lagi mengontrol detakan jantungku. Ini merupakan yang pertama kalinya aku berdebar di saat sedang bersama Samuel. Biasanya, aku selalu biasa saja.
Ya Tuhan, bisakah ia berhenti menatapku?
Aku mengucap syukur ribuan kali di dalam hati saat lagunya telah berakhir. Namun sayang, itu sama sekali tidak mempengaruhi pandangan Samuel dariku. Oh god, what should i do now?
Aku pun mencoba untuk berdehem, lalu menatapnya. "S--sam, lagunya udah selesai," ucapku terbata-bata.
Aku melihat Samuel mengerjapkan matanya. "Hah? Oh, oke." Balasnya.
"Yaudah, yuk." Aku pun akhirnya keluar dari ruang karaoke tersebut. Tidak lama kemudian, Samuel menyusul.
Saat melihat permainan mengambil boneka, aku pun langsung teringat bahwa Liam pernah memberikanku boneka waktu aku dan dia main di timezone juga.
"Sam, ambilin gue boneka itu dong," Aku menunjuk salah satu boneka berwarna pink kepada Samuel.
"Lo kan tau, gue gak bisa kalo permainan itu." Samuel menggelengkan kepalanya sambil melepas pegangan tanganku.
Aku menatapnya dengan tatapan memohon. "Please, Liam pernah loh ngasih gue boneka dari permainan itu,"
Samuel pun seperti nampak berpikir, lalu menghela napasnya sejenak. "Yaudah, iya, gue coba." Kemudian ia pun menggesek kartunya.
Tidak seperti Liam yang hanya sekali main langsung dapat, Samuel sudah mencoba sebanyak lima kali dan hasilnya adalah ia selalu gagal. Memang harus kuakui, permainan itu terlalu sulit dan rumit. Aku juga bingung dengan Liam yang bisa menaklukan permainan itu dalam sekali percobaan.
"YES! Gue dapet! Ini ambil," Aku pun langsung mengambil boneka yang diberikan Samuel dengan senang hati. "Puas gak?" Aku mengangguk dengan semangat.
Saat kreditnya sudah tersisa kurang lebih sepuluh ribu, kami berdua pun memutuskan untuk mengakhiri permainan kami.
"Sam, ke taman komplek, yuk." Ucapku sambil terus menggamit lengannya.
"Gak mau makan dulu?" Aku menggeleng menjawab pertanyaan Samuel.
"Yaudah, yuk."
Kami berdua pun segera menuju parkiran. Selama berada di perjalanan, baik aku maupun Samuel terus saja menguap. Ternyata main selama berjam-jam lelah juga, karena sebelumnya aku belum pernah selama itu.
Begitu sampai di taman komplek, aku meminta Samuel untuk membelikanku ice cream. Samuel pun segera menuju ke tempat penjualnya dan aku menunggu di pinggir danau yang sering kami kunjungi. Entah kenapa, setiap kali aku berkunjung ke tempat ini, semua ingatan tentang hal yang aku lalui bersama Samuel, seakan terus berputar di pikiranku. Mengingatnya sungguh membuatku tersenyum.
Dulu, saat aku mengunjungi taman ini untuk yang pertama kalinya bersama Samuel, aku ingat sekali kalau umur Samuel baru saja menginjak sekitar lima atau enam tahun, sedangkan aku empat tahun. Tidak terasa sudah lebih dari sepuluh tahun berlalu.
"Nih, Kei." Samuel kembali dengan dua ice cream di tangannya. Aku pun menerima ice cream tersebut dan memakannya. Tidak ada obrolan sama sekali, hanya keheningan yang menyelimuti kami berdua.
"Kei, menurut lo aneh gak, kalo misalnya seorang sahabat suka sama sahabatnya sendiri?" Aku pun menoleh begitu mendengar pertanyaan Samuel.
Pertanyaan Samuel sungguh membuatku tidak mengerti. "Maksud lo gimana?"
"Contohnya kaya gini, misalnya gue suka sama lo, aneh apa engga?" Tanyanya kembali.
Aku pun tertawa mendengarnya. "Ya, aneh lah, menurut lo aja gimana. Pasti canggung banget yang ngalamin kaya gitu," Aku pun berhenti tertawa setelah melihat raut wajah Samuel yang begitu serius. "Emang kenapa sih, Sam?" Tanyaku penasaran.
Samuel memejamkan matanya sejenak, lalu menatapku serius. "Kalo gue bilang gue serius suka sama lo gimana?" Samuel pun menggeleng-gelengkan kepalanya. "Engga, engga, maksud gue, gue beneran suka dan sayang sama lo melebihi seorang sahabat, gimana, Kei? Apa yang bakal lo lakuin?"
Aku merasakan debaran jantungku seperti ingin keluar dari asalnya saat mendengarnya.
Aku pun mengalihkan pandanganku dan menatap danau yang berada di depanku. "Lo ngomong apa sih, Sam." Ucapku berusaha setenang mungkin dan tidak terganggu.
"Gue serius, Keira." Aku kembali menatap mata Samuel, berusaha mencari kebohongan disana. Namun, hanyalah kejujuran yang aku dapatkan. Apa Samuel sedang menyatakan perasaannya untukku?
•••
[A/N]
Wah, Samuel bertindak lebih cepat nih wkwk. Kira-kira, apa yang akan Keira lakuin, ya? *smirk*
July 30, 2016.
KAMU SEDANG MEMBACA
complicated feeling | ✓
أدب المراهقين[CERITA DI PRIVATE SECARA ACAK, SILAHKAN FOLLOW AKUN AKU DULU UNTUK VERSI LENGKAPNYA] Wanita itu memegang dadanya, merasakan detak jantung yang bergemuruh tak karuan. Ia benar-benar hancur dan tersiksa. Keping-keping jiwanya bagaikan tertusuk oleh p...