Please read author's note at the end of this part
Justin's Point of View
DAY 8
Sudah hampir satu minggu Cassie berada di sini. Aku tidak habis pikir, kenapa hampir seluruh orang-orang yang bekerja denganku bisa begitu gembira menyambut orang asing seperti dia. Terlebih lagi, mereka sering membandingkan kelakuanku dengan Cassie, yang sudah jelas sangat berbeda.
Aku sesungguhnya belum terbiasa dengan kehadiran Cassie. Ditambah lagi dengan Dania yang terus menghantuiku. Aku tidak bisa begitu saja mengabaikan semua kata-katanya yang sudah empat hari ini terus mengganggu hari-hariku. Bagaimana aku bisa lari darinya, kalau dia saja bisa mendengar isi pikiranku. Mungkin, bagi sebagian orang hal seperti ini mustahil, bahkan aku juga menganggapnya begitu. Tapi, mengingat apa yang aku alami beberapa hari ini rasanya sulit untuk bilang itu mustahil. Karena aku mengalaminya sendiri.
Belum lagi soal Selena yang saat ini menuntutku untuk merencanakan skenario tentang hubungan kita berdua. Entahlah, sejujurnya aku menyukainya lebih dari apapun. Tapi, mendengar permintaannya yang satu ini sudah cukup membuatku muak. Itulah sebabnya hari ini dia, ibunya, dan manajernya datang menemui aku dan Scooter. Setelah beberapa hari yang lalu ia marah padaku, kini dia kembali untuk mengutarakan maksudnya.
"I've told you that I don't want to do this scenario thing, Sel. Please, just understand. Can you be realistic, at least for now? My album is coming out soon and I don't want to ruin it." jelasku pada Selena, tak kupedulikan tatapan ibunya yang tajam ke arahku.
"That's why we need to do this, Justin. All you gotta do is pretend to be my new boyfriend. I'm one hundred percent sure, that the press would love it. Because if we were together, it's going to be a big news! Can you imagine that? Every piece of your albums in every store in this country or even in the whole world are going to be sold out in a short time!" ujar Selena sambil merentangkan kedua tangannya dihadapanku.
Aku berpikir keras, apa harus menggunakan cara murahan seperti ini untuk menjadikan albumku yang baru nanti menjadi album terlaris? Aku menatap Scooter, berharap dia punya jawaban yang bisa menolongku di situasi ini. Aku tidak ingin melakukan hal ini. Melihatku, Scooter hanya mengangkat bahunya pelan. Sama sepertiku, ia tak tahu harus menjawab apa.
"So what do you guys think about this?" manajer Selena pun angkat bicara. Aku dan Scooter saling bertatapan.
"The answer is very simple, Justin. Follow your heart."
Suara itu lagi. Mungkin Dania benar, aku harus mengikuti kata hatiku. Tapi, sebelum memutuskan untuk setuju atau tidak, aku segera menarik Selena keluar ruangan.
"Tell me what's exactly you want, Sel. What you get if we did the whole scenario thing?" tanyaku.
"Well, my tour will be succes and my new film will get more attention? Come on, Justin. Don't act like you don't want this. I mean, your career will shine for years ahead. Just think about it."
Mungkin yang dia katakan benar. Aku akan semakin bersinar bila mengikuti rencananya. But, deep inside of my heart, I want to say no.
***
Dania's Point of View
"Just, give me time to think about it." jawab Justin pelan, lalu tersenyum sekilas. Diikuti senyum Selena yang menyiratkan kepuasan.
Kemudian, aku mengikuti mereka berdua masuk kembali ke dalam ruangan studio yang sengaja mereka gunakan untuk bicara itu. Seketika, kepala ibu Selena dan Scooter mendongak bersamaan begitu mendengar langkah Justin dan Selena saat masuk kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...