Cassie's Point of View
"Did you saw that?" Tanyaku pada Justin. Ia tampak bingung sama sepertiku. Ini diluar perkiraanku, tiba-tiba sosok Dania muncul, dan aku bisa melihatnya.
"Justin, berapa hari lagi waktu yang kita punya?"
"Besok dan lusa. Aku masih bingung di sini, kau baru saja melihat Dania?"
"Yes. She was there, behind you. But now she's gone. I think we really should help her on this, Justin." Ucapku.
"Bagaimana dengan setelahnya? Apa kalau dia sudah pergi kau masih akan seperti ini? Bersamaku?" Justin menatapku lekat-lekat. Kedua tangannya berada di lenganku. Saat ini aku benar-benar bingung harus apa. Aku sebenarnya sangat ingin untuk bersamanya. Tapi, bisakah aku?
"You look so confuse right now, I can tell. But Cassie, we own this. The moment, the connection. Us. Have you think about that? Don't you want to be with me?"
"I do. Let's just... help her first. I want to do it for her, Justin." Jawabku pada akhirnya. Justin pun mengangguk, tanda mengerti.
"I just have an idea, why don't you spend a night at my house tonight? My family will do a visit and I think it will be easier if you spend a night at my house," katanya. Aku pun mengangguk setuju. Justin kemudian aku ajak masuk selagi aku menyiapkan barang-barangku. Aku membiarkan Justin berbincang dengan Calvin yang baru kembali dari kantor.
Setelah aku siap, aku tidak lupa pamit pada Calvin untuk pergi. Aku dan Justin pun kembali ke mobil. Sesampainya di tempat Justin, aku disambut hangat oleh Pattie. Ia langsung memelukku saat tahu aku pulang bersama Justin. Aku pun kembali ke kamar tamu yang aku tempati seperti waktu itu.
Pattie tiba-tiba muncul di pintu dan masuk menghampiriku yang sedang menata baju milikku.
"I'm so happy you come here. It was hard for him, when you left. Glad that you do a visit. Tomorrow his dad will be here with his siblings, I hope you will join us too." Ucap Pattie. Senyumnya yang hangat membuatku ikut tersenyum juga saat ini.
"That's why I come here. Justin invited me, Pattie."
"Good then. Now go to sleep."
Usai Pattie pergi, giliran Justin yang menghampiriku.
"Hey," ujarnya dengan suara rendahnya. "Mind if I come in?" Aku mengangguk. Ia menghampiriku, duduk di samping ranjang bersamaku.
"Your Mom just come by, she said you were upset when I left. Is that true?" Justin mengangguk.
"Aku berpikir, kau pasti akan selalu sedih jika bersamaku, karena terlalu berusaha keras untuk menerima kehidupan yang aku jalani ini." Ujarnya. "That's why I let you go that night. I also thought that we can still be friends, but seems like you just throw it all away. Ignoring me." Matanya menatapku lekat. Ada kesedihan saat dia menceritakannya. Aku benar-benar merasa bersalah sekarang.
"Look, that night I was about to say something to you, but I don't know why I forgot. And I thought, that would not be important to you. So, I just didn't say it. I wonder if it's still can make a difference if I say it right now."
"For your information, I'm hiding no more from you at this point, Cassie. So please, just say it." Pintanya.
"I have the same feeling about you, but I don't know if I could be that girl who can stay by your side, facing the spotlight just like Selena did, I-"
Justin memotong kalimatku, "Stop saying that name! Kenapa kau tidak berhenti membandingkan dirimu dengannya, Cassie? Kalian berbeda, Demi Tuhan! Aku tidak masalah jika kau perlu adaptasi dulu. Kita bahkan bisa bersama diam-diam. Karena memang hubunganku, keluargaku, kehidupanku, adalah privasiku. Aku bisa mengatasi semuanya. Kau tidak perlu takut lagi untuk itu, Cassie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...