Please read author's note in the end :)
Cassie's Point Of View
"What did he just say? Nice ass?" ujarku pada diriku sendiri sambil menatap ke cermin di hadapanku. Aku benar-benar kesal dengan Justin. Bisa-bisanya dia bilang begitu. Masuk kamarku tanpa mengetuk pintu dan bilang begitu padaku.
"Damn. Mereka pasti lagi nungguin gue sekarang," aku pun segera berpakaian, bersiap-siap untuk turun ke ruang makan.
Usai mengganti baju, aku segera keluar kamar. Saat menuruni tangga, mataku bertemu dengan Justin. Aku segera memalingkan muka. Sungguh malas aku harus berhadapan dengannya lagi kali ini. Dan jujur saja, aku masih malu karena kejadian di kamar tadi.
"Why you took it so long, Cassie?" tanya Aunt Carin dengan suara rendah.
"Girls, you know." jawabku singkat. Aku bergegas menikmati sarapanku. Dan ya, hari ini aku akan ikut Aunt Carin pergi bersama Justin untuk interview.
"So, where are we going today?" tanya Justin.
"We're going to children hospital in LA today. And we'll do interview with the children also." jawab Aunt Carin.
"Hmmm, sounds great! So, we go now?" tanya Justin yang tau-tau sudah selesai dengan hidangannya.
"Yeah, we don't have much time. Let's go, Cassie!" ujar Aunt Carin.
Can't this day get any worse? Aku baru saja ingin melanjutkan sarapan, tapi tiba-tiba semua sudah tergesa-gesa untuk pergi. Dengan sangat terpaksa, akhirnya aku bangkit dari kursi meja makan dan mengikuti Aunt Carin.
Selama di mobil, pembicaraan yang sering terjadi hanyalah tentang jadwal Justin minggu ini. Aku coba mencuri dengar sedikit, namun aku tetap tak bisa mengerti apa yang sedang mereka bahas, yang jelas jadwal Justin minggu ini memang benar-benar padat.
Saat sampai di rumah sakit, ternyata yang akan kita kunjungi sekarang adalah anak-anak penderita kanker. Ketika memasuki unit anak-anak, semua sibuk mempersiapkan interview Justin. Sementara aku hanya menunggu di ruang tunggu. Tiba-tiba, ada seseorang menyikutku, "Hey, why are you so quiet?" Ternyata itu Justin. Dia tahu-tahu sudah duduk disampingku. Apa sih, sebenarnya yang dia mau?
"Was I supposed to scream so loud or what? And why do you even care, huh?" jawabku dengan nada yang...Tidak bersahabat.
"Well, I was just asking, Stupid Girl," katanya lagi. Sejak kapan dia memberiku nama panggilan seperti itu? Perlu dicatat, tingkat kebencianku padanya semakin bertambah sekarang.
"What did you just say?"
"Stupid Girl," ulangnya. Tanpa berkata apa-apa, langsung kucubit perutnya sekuat tenaga. Biar dia tahu rasa. Jika saja peristiwa di bandara beberapa hari yang lalu itu tidak terjadi, mungkin aku tidak akan sejahat ini padanya. Lagipula, dia juga tidak seharusnya memanggilku dengan sebutan seperti itu. Terlihat Justin menahan sakit setelah kucubit barusan. Ia meringis kesakitan, tak bersuara. Aku harap itu membuatnya jera dan tidak lagi menyebutku dengan sebutan 'Stupid Girl'.
Melihat Justin seperti sedang merasakan sesuatu, Ryan Good bertanya padanya, "Are you alright? You got stomach ache or what?"
"No, I'm fine." sahut Justin sambil mengangkat tangan kanannya. Ia menatapku tajam, sepertinya ia marah. Apa benar-benar sakit, ya? Dilihat dari ekspresinya, sepertinya dia tidak bohong. Lalu aku harus bagaimana?
"Justin, we're gonna start in 3 minutes, be ready young man!" perintah Aunt Carin. Justin segera pergi meninggalkanku tanpa berkata apa-apa dan masuk ruangan anak-anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...