Kematianku bermula saat operasi penyembuhan kanker otak yang menggerogoti tubuhku ini dipilih sebagai jalan terbaik untuk mendapatkan kesembuhan. Siapa yang mau sakit? Pasti tidak ada. Percayalah, syukuri hidupmu selagi kau masih dapat menghirup udara segar gratis, yang masuk ke dalam paru-parumu setiap detiknya.
Aku tidak bilang operasi itu gagal di tengah jalan, atau operasinya tidak berhasil. Operasinya berhasil. Namun, kematian saat itu tetap saja enggan beranjak dari sisiku. Seolah ia sedang mengintaiku dari jarak yang sangat dekat. Harapan untuk sembuh itu menjadi hilang, ketika tiba-tiba keadaanku memburuk begitu saja beberapa jam pasca operasi dilakukan. Pada saat itu, segala upaya dilakukan untuk menyelamatkan nyawaku. Menyelamatkan aku dari keganasan penyakit ini. Tapi, Tuhan berkehendak lain, aku tetap harus pergi, karena sudah waktunya. Aku tetap harus meninggalkan dunia yang fana. Meninggalkan sejuta kenangan indah yang pernah terjadi di masa kecilku, sampai aku berusia 18 tahun.
Aku seperti sedang membaca diaryku, tapi ini lebih hidup. Seolah aku ikut masuk ke dalamnya. Seperti aku sedang masuk dalam pensieve, yang digunakan untuk mereview memori dalam film Harry Potter. Dan untuk kesekian kalinya aku kembali masuk ke dalam ruang periksa Dokter Jo, dokter yang dengan sabar berusaha melakukan yang terbaik untukku saat itu. Melihat kembali bagaimana ia menyampaikan penyakit yang begitu kubenci ini telah menjadi bencana dalam tubuhku...
Aku jadi ingat saat satu yang tahun lalu aku didiagnosa mengidap penyakit yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehku dan orang-orang di dekatku. Mengingat aku cukup rajin berolahraga, pola makanku cukup teratur, seperti tidak ada yang mengganjal sedikitpun di dalam tubuhku. Sekali lagi, sepertinya Tuhan memang punya rencana lain untukku.***
"Ya, Dania memang mengidap penyakit kanker otak. Saya turut sedih atas apa yang kamu alami." Kata Dokter. Dari cara bicaranya terlihat seolah dia sedang berusaha sehalus mungkin mengatakan berita buruk itu padaku serta Ayah dan Mama.
"Jadi? Putri saya ini sungguh-sungguh sakit kanker otak, Dok?" Tanya Ayah. Keterkejutannya membuatku merasa bersalah dan sedih, tentu saja.
"Gejala yang ditunjukkan putri Anda, memang mirip dengan gejala penderita kangker otak pada umumnya." Terang pria berambut klimis ini.
Apa yang dikatakan Dokter Jo memang benar. Aku mengalami beberapa gejala yang ia sebutkan. Seperti sakit kepala yang secara bertahap menjadi lebih sering dan menjadi lebih parah, mual atau muntah yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, masalah pandangan, seperti penglihatan kabur, atau kehilangan penglihatan. Aku mengalami semua gejala itu, berberapa bulan terakhir. Sedikit menghambat pekerjaan yang aku lakukan setiap harinya dan kini, semua gejala itu terjawab sudah. Aku mengidap kanker otak.Aku tidak berani menatap wajah Ayah dan Mama. Entah kenapa aku merasa begitu malu, seakan aku sudah tidak berguna lagi bagi mereka. Bayangkan saja, aku yang selalu mereka banggakan ternyata sedang diincar kematian yang akan datang menjemputku, cepat atau lambat. Aku malu dan tidak bisa memaafkan diriku sendiri, sungguh.
***
Hingga pada akhirnya beberapa bulan kemudian aku memutuskan untuk berhenti sekolah, hanya sampai kelas 2 SMA. Aku memilih untuk pergi, meninggalkan hiruk pikuk kota Jakarta yang begitu panas setiap harinya dan lebih memilih 'mengasingkan diri' ke Bali, ke kediaman Kakek dan Nenek, berusaha menenangkan diri disana. Mereka berdua begitu prihatin mendengar kabar dari Ayah, kalau aku baru saja melakukan percobaan bunuh diri. Ya, aku memang melakukannya. Aku hanya merasa sangat tidak berguna sekali saat melakukannya. Beruntung saat itu aku masih di beri keselamatan.
Satu, dua bulan aku tinggal bersama Kakek dan Nenek di kawasan Pantai Kuta, Bali. Banyak perubahan yang kurasakan. Merasa lebih tenang, dan merasa lebih aman. Saudara tiriku, Yoda pun tidak ingin ketinggalan, mendengar ceritaku tentang Bali yang begitu mempesona, ia berniat menyusulku. Jadilah ia menjagaku di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...