Justin's Point of View
"How can you let them standing outside my house? They're trying to capture me and Cassie! You guys, seriously. I want them to leave by now!" Teriakku. Aku tak peduli kalau aku terlihat menjengkelkan dihadapan para pengawalku. Satu-satunya hal yang kuinginkan adalah menyingkirkan manusia-manusia haus berita itu.
Mobilku nyaris tak bisa masuk gerbang rumahku sendiri karena banyaknya wartawan di sana. Lampu blitz membuat semuanya jadi makin kacau. Sejak menginjakkan kaki di dalam rumah aku segera menyuruh pelayanku untuk menenangkan Cassie. Kini ia terlihat sedikit membaik. Sebelumnya ia sangat terkejut karena kejadian tadi.
"Are you okay, now? I'm so sorry for bring you into this kind of situation. I know you're not familiar with things like this. I'm sorry, my life is awful, right? Now, you know why those famous people were trying to kill themselves." Ujarku pada Cassie. Dia hanya menatapku iba.
"Don't say that. I understand, it's part of your life. I won't judge, I wasn't expecting that they would attack you at your house. Do you think I will be on the news too? Just like before?" Tanya Cassie.
"Maybe. Are you okay with that? I just don't know how to fix this without Scooter around. I really need him right now." Aku mengacak rambutku sendiri, frustasi. Aku khawatir dengan tidak adanya Scooter keadaan semakin memburuk. Aku sudah mencoba menghubunginnya berkali-kali tetap saja tidak bisa.
"Well, we'll see. Can I turn on the TV? I want to see what's happening right now. We might be on the news." Aku mengiyakan Cassie, kemudian ia langsung menyalakan TV dengan remote di tangannya.
Aku tiba-tiba dikejutkan oleh suara dering ponselku. Dengan cepat, aku menerima telpon yang masuk itu. Aku berharap itu Scooter. Namun, justru yang berbicara di seberang sana adalah Selena, orang terakhir yang ingin kuajak bicara hari ini.
"How is she? Shock? Angry?" Begitu Selena bicara, aku langsung tahu kalau semua ini ulahnya.
"What do you want?" Perlahan aku menjauh dari Cassie, aku tak mau dia terkejut lagi jika sempat mendengarkan percakapanku dengan Selena.
"I know you want to quit the agreement. I think you might want to stop thinking about quiting it, Justin. You and Cassie, living in one mansion, drop her at her campus, the kiss, can be a massive news. I bet you know it." Seketika aku mengepalkan tanganku kuat-kuat.
"You know, Justin my album isn't released yet. My promo tour about to start next week. You can't be so cruel by quiting the agreement. And if you keep your plan, I'm afraid that those pictures and news about you and that girl will be the headline in every news."
"Are you threatening me right now, Sel?"
"Well, why wouldn't I? You've broke my heart and I think you deserve this. Besides, your manager isn't around. I cannot let this opportunity gone. So, what do you think? Still want to quit the agreement?"
Bila kau bertanya padaku bagaimana perasaanku terhadap Selena, sudah habis rasaku untuknya. Mungkin memang karena dia sakit hati sehingga tega berbuat ini padaku. Tapi, justru gara-gara semua ini, aku jadi semakin memantapkan niatku untuk benar-benar memutus hubungan apapun dengannya.
"Why? Still thinking? Or are you trying to call your manager? Justin, this mess is all yours. So, you have to make your own decision. Because after you decide, the very next second I'm gonna do something. Now, it's all on you. Quit or keep going with the agreement." Kali ini Selena langsung memberikanku pilihan.
Tanpa pikir panjang, aku langsung memutuskan, "I quit." Dan dengan itu, sambungan telpon terputus.
"You made a right decision, Justin. But first, you have let her know. Bagaimanapun, semua yang dibuat Selena juga akan menyangkut dirinya. Aku tau perasaanmu padanya. Dan jika kau benar menyukainya, aku minta kau untuk jujur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...