Cassie's Point of View
Setelah berbincang dengan Justin cukup lama, aku memutuskan untuk pulang lebih dulu meninggalkan Justin.
Saat sampai rumah aku baru menyadari sesuatu. Foto yang Justin tunjukkan sangat tidak asing bagiku. Foto-foto saat di Bali bersama Dania. Aku rasa aku baru bertemu dengannya hari ini. Dani. Ya, gadis yang aku temui bersama Angela tadi. Apa jangan-jangan dia Dania?
Tidak, tidak mungkin kan, seseorang yang sudah meninggal hidup kembali? Ini benar-benar di luar nalar. Tapi aku yakin, Dani memilik wajah yang sama persis dengan Dania.
Sebenarnya aku mengiyakan Justin untuk menolong Dania karena aku sudah cukup banyak mendengar tentangnya. Tapi aku merasa tidak pernah melakukan apa-apa untuknya, dia sudah melewati banyak hal yang menyakitkan. Aku bahkan bisa tahu Justin punya perasaan yang tidak biasa padanya. Tersirat jelas perasaan bersalah itu di wajahnya setiap kali dia menceritakan soal Dania.
Aku kembali berpikir, apa benar Dani yang aku dan Angela lihat tadi Dania? Entahlah. Aku pun membuka laptopku berniat mengerjakan tugas kuliah. Tapi, pikiranku masih terpaku pada sosok Dani. Apa mungkin mereka mirip?
Tanpa pikir panjang, aku langsung menelepon Justin.
"Justin, aku rasa aku baru saja bertemu Dania hari ini," bukannya jawaban yang kudapat, Justin sempat terdiam cukup lama di seberang sana. Mungkin dia juga tidak percaya.
"What do you mean? You literally just met her today? Why didn't you tell me earlier?"
"Not really, I don't know. I might see her. Someone who looks like her? I don't know. But she's just the same with the girl from your photos, Justin. Aku yakin yang kulihat ini benar." Racauku.
"Calm down, okay?"
"I think I believe you, Justin. That could be her." Tidak masuk akal, aku tahu. Tapi mungkin itu adalah caranya menegurku. Aku tidak takut atau apa, hanya saja sulit dipercaya. Bagaimana bisa Justin bersikap seolah dia tidak pernah mengalami hal seperti ini? Bahkan dia bilang dia diikuti.
Why this nonsense happening to me?
"Now what? What do we do? I don't even know how to relax. How could this happened to us? I mean, why me? Justin, tell me something!" Sudah cukup dengan Justin dan kehidupannya, juga Selena, kali ini aku harus berusaha menerima Justin hanya karena seseorang di masa lalunya yang bahkan sudah meninggal.
Justin hanya diam. Ia bilang akan meneleponku lagi. Aku benar-benar berpikir bahwa ini tidak masuk akal.
Saat Calvin pulang, ia menanyakan bagaimana hariku, tentu saja aku bilang padanya aku sudah berbaikan dengan Justin. Berusaha menutupi keseluruhan yang terjadi hari ini, aku tak bisa menahannya.
Aku pun bertanya tentang hal yang menurutku sendiri tidak masuk akal, pada Calvin.
"Calvin, what do you think about dead person? Could they come back alive?" tanyaku. Bukannya menjawab, dia justru tersedak. Reflek, akupun memberinya tisu dan tepukan di bahu.
"Kenapa nanya gitu? Habis lihat hantu?" tanya Calvin kemudian dia menertawakanku.
"Aku habis ketemu orang yang mirip banget sama orang lain, tapi orangnya udah meninggal beberapa bulan yang lalu, Cal."
Calvin terkejut. Aku tahu pasti dia berpikir aku ini gila atau semacamnya.
"Tidur aja, Cassie. Being in love with someone you can't be together with is suck, I know," Sindirannya membuatku kesal, aku pun meninggalkannya ke kamar.
"Cal!" Seruku kesal. "Kakak macam apa, sih. Ditanya apa, jawabnya apa."
***
Justin's Point of View
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...