6 - I'm Sorry

2.4K 93 3
                                    

NOTE: Maaf part ini lebih pendek dari sebelumnya. Tapi aku janji, next part akan jadi gantinya. So, I hope you still with me guys. THANK YOU.

HAPPY READING!
With love, Zhaza.

DAY 1

"Terhitung sejak hari pemakamanmu nanti."

"Jadi, aku akan punya 40 hari untuk menjalankan misiku dimulai dari besok?"

***

Justin Point Of View

May 21st, 07.25AM - Nusa Dua Cottage

Kukenakan kemeja hitam yang sudah disiapkan diatas tempat tidur. Kuraih jeans hitamku dan segera mengenakannya. Cepat-cepat aku memakai kaos kaki dan kuambil supra hitamku yang sudah disiapkan di dekat ranjang. Tak mau terlihat berantakan, kutata sekali lagi rambutku, menyisirnya sekali lagi. Kuambil kacamata hitamku dan segera pergi meninggalkan kamar.

Kutengok arloji ditanganku. Masih pukul setengah delapan kurang. Kurasa aku belum terlambat untuk sampai di sana. Saat aku sampai di lobby, aku sudah ditunggu oleh semuanya. Sepertinya aku sedikit kesiangan hari ini.

"Good morning, man. How's your sleep?" tanya Scooter penuh perhatian. Ia merangkulkan tangan kanannya di bahuku. Sejak kemarin pun aku bisa merasakan kalau Scooter khawatir terhadap kondisiku saat ini. Well, mungkin tidak hanya dia saja, tapi Mom, dan, Kenny juga fansku. Tapi sepertinya Scooter tidak mau kalah dengan Mom yang selalu khawatir terhadap sesuatu yang menimpaku.

"I'm okay." Jawabku santai. Memang terdengar seperit menyembunyikan sesuatu, tapi aku hanya tidak ingin orang terdekatku khawatir. Jadi, sebisa mungkin aku tetap tersenyum dan terlihat baik-baik saja di depan mereka semua.

"You're lying. And you know that. I know, you seem like not that okay. I can see it in your eyes." Aku mendesah, mungkin memang dia sudah sangat mengenalku, hingga perasaanku yang sebenarnya pun bisa ia ketahui. "You still have us, man. You're not alone."

Aku tersenyum kecil, entahlah, sepertinya aku hanya ingin berterimakasih kepada Tuhan, karena aku Dialah yang mendekatkan aku dengan orang-orang yang menyayangiku. Di saat seperti ini, mereka tetap bersamaku, tak mundur satu langkah pun dari hadapanku.

"You're right, man. But, I still miss her, and I just can't accept the truth that she's gone, y'know. And I still feel like, I owe something to her,"

Usai sarapan pagi, kami semua langsung berangkat menuju rumah nenek Dania. Seperti biasa, aku, Mom, dan Scooter berada dalam satu mobil bersama Kenny, ditambah seorang driver yang kemarin mengantarkan kami. Perjalanan kali ini, adalah perjalanan yang paling tidak ingin kulakukan. Aku hanya tidak ingin melihat Dania untuk terakhir kalinya, rasanya seperti sulit di percaya, baru dua minggu yang lalu aku dan dia bergurau, tertawa bersama dalam keadaannya yang lemah saat itu. Sekarang, aku harus menghadapi kenyataan bahwa dia tidak mungkin bisa tetap bersamaku di sini. Ditambah lagi besok aku harus segera kembali ke LA, kembali pada rutinitas sebelumnya.

"Justin, are you okay?" pertanyaan Mom sontak membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arahnya, ia mengulang lagi apa yang ia ucapkan barusan. "Are you okay?"

"I'm okay, can you guys please stop it? Don't worry too much about me." Seruku. "I'm okay."

"Chill, dude. You can't talk to your Mom like that." Ujar Scooter. "It's just, I feel like you are thinking about something,"

"I just can't understand with you guys. I'm okay, I'm fucking okay. Why you always think like I'm 'not that okay'? I just can't accept the truth that I lost one of my best friend."

Mission In 40Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang