DAY 14
Cassie's Point Of View
Memikirkan kejadian semalam, dimana Justin menjelaskan apa yang terjadi di pesta itu, membuatku frustasi. Akibatnya, hari ini aku sungguh penasaran. Apakah benar kalau Max menciumku? Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya, bertemu cowok itu.
"Morning, Cassie. How's your sleep? Good?" tanya Pattie. Aku hanya mengangguk sambil sedkit menaikkan sudut bibirku. Aku melihat Justin sedang asyik membaca koran pagi ini. Ia hanya melirikku sekilas, tanpa bicara apa-apa. Kurasa dia sedikit marah padaku karena tidak percaya pada apa yang dia katakan padaku kemarin. Well, tentu saja aku harus memastikan perkataannya. Aku juga tidak bisa percaya begitu saja padanya.
"Ignoring me, I see," sindirku setelah mengambil tempat duduk di sebelahnya. Ia menatapku sekilas, lalu melipat koran di tangannya, dan mulai menyantap sarapan. Dia benar-benar mengabaikanku. Sialan.
Setelah selesai dengan sarapanku, aku pamit pada Pattie dan menghiraukan Justin yang masih terpaku di kursinya. Dustin sudah menungguku di luar. Ya, aku benar-benar diantarnya setiap hari selama di sini.
"I heard you got attacked by your friend. Should I back up you or something?" ujar Dustin tepat saat aku akan turun dari mobil. Oh, ini pasti ulah Justin. Sial.
"Well, not really. I'm fine, Dustin. It's no big deal." jawabku.
"But, Justin told me that the guy is dangerous. It's okay if you want me to keep you safe, you know. I'm a pro," desaknya.
"I will tell you when I need help. Thanks for asking, anyway I gotta go. Bye, Dustin."
Justin benar-benar. Aku sungguh tidak habis pikir dia akan menceritakan kejadian itu pada Dustin.
"Cassie?" seseorang memanggilku. Saat aku menoleh ke arah suara itu, aku melihat Max berdiri dengan mengenakan leather jacketnya. Dan tentu saja aku tidak lupa memperhatikan mata kirinya. Benar saja, mata sebelah kirinya membiru. Jadi, itu pasti dia yang melakukannya padaku.
"Are you mad at me?" tanya Max.
"No. But where did you get that bruise on your left eye? Are you fighting?"
"Oh. This?" Max menunjuk luka di dekat mata kirinya. "Someone hit me at the Welcome Party. He knows you. We were... Um... Making out and then this guy came and pull me away from you. Then he hit me. He told me to stay away from you. Then he left me and took you home. I was thinking, could it be Justin Bieber? But it's impossible if you know him, right?"
"Well... Yes, I know him. It's a long story. And, he's 'that' Justin Bieber. Now, since you took an advantage from me, by making out with me when I was drunk, I'm officially mad at you. Excuse me, Max." ujarku, lalu aku meninggalkannya.
***
Hari yang benar-benar berat. Aku mendapat tugas banyak sekali hari ini. Sesampainya di mansion Justin, aku langsung masuk kamar dan berkutat dengan tugas-tugasku. Hingga aku tak sadar kalau waktunya makan malam sudah tiba.
"Cassie? Carin asked me to call you, we're having dinner downstairs." suara Justin terdengar di depan pintu. Ah, haruskah aku minta maaf padanya karena aku sempat tidak percaya akan kata-katanya kemarin? Aku berjalan menuju pintu, kemudian membukanya. Belum sempat aku mengizinkannya masuk, Justin mencengkeram bahuku dengan kedua tangannya. Ia mendorongku dan membuatku duduk di tempat tidurku.
"Now, what?" tanyaku.
"Say something. I know you have something to say. Right now, please. Before we go downstairs." ujarnya. Tunggu, bagaimana dia bisa tahu kalau aku ingin mengatakan sesuatu padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission In 40
FanfictionWARNING: Beberapa part sudah diprivate secara acak. Ketika seorang gadis yang telah meninggal dihadapkan pada sebuah misi. Entah bagaimana jadinya bila ia harus membantu seorang megastar, Justin Bieber menemukan cinta sejatinya sementara ia benar-be...