3 - A Song

3.6K 120 1
                                    

Kesenangan demi kesenangan, kulewati bersama Justin saat itu. Membuatku lupa akan sakit yang aku derita. Tapi, penyakit sialan itu tidak dengan mudahnya pergi begitu saja. Tanpa aku sadari, kanker yang aku derita justru semakin parah

***

10 April

"Sejak aku bertemu denganmu, kau agak kurusan, ya." Justin menyipitkan kedua matanya memandangiku. "Sungguh, kau kelihatan lebih kurus dari sebelumnya."

Aku hanya diam saja. Aku sadar akan berat tubuhku yang semakin berkurang. Aku yakin pasti ini pengaruh dari kanker yang ada di dalam tubuhku.

Akhirnya, aku menjawab, "Aku tidak sakit, kok."

"I didn't even ask you if you were sick, or not, right? Is there something you want to talk to me?"

"Nothing." Jawabku, kemudian menyunggingkan senyumku dengan terpaksa. "Maafkan aku, Justin." Batinku.

***

Hari ini, toko tutup lebih cepat, karena aku harus check up ke dokter. Tentu saja aku harus berbohong lagi pada Justin. Aku bilang padanya, kalau aku sedang ada urusan. Untung saja, dengan mudahnya ia mempercayaiku. Ditemani Yoda, aku pergi ke rumah sakit.

"Jangan terlalu capek, kondisimu bisa jadi menurun drastis." Ujar Dokter Nyoman. "Oh ya, jangan terlalu banyak pikiran." Imbuhnya, kemudian ia menuliskan resep obatku.

"Tanpa kamu sadari, sel kanker dalam tubuhmu itu sudah berkembang pesat. Dan nggak ada jalan lain selain operasi dan kemoterapi." Tawarnya.

"Saya rasa, hanya obat yang saya perlukan. Untuk terapi dan operasi, enggak Dok." Ujarku.

"Serius?!" Dokter Nyoman terkejut. "Di saat semua orang ingin sembuh, kamu justru menolak melakukan kemo dan operasi?"

"Bukannya menolak, hanya saja saya belum siap." Ujarku. Aku menatap Yoda yang sedari tadi duduk terdiam di sampingku, ia malah membalas tatapanku. Tatapannya seolah bicara, seperti berkata "Bodoh" padaku.

"Okay, then. Akan saya tulis resepnya." Ujar Dokter Nyoman. Selanjutnya, ia memberikan resep obatnya padaku.

"Terima kasih, Dok." Ujarku sambil tersenyum.

Setelah menebus obatnya dan keluar dari rumah sakit itu, Yoda mengomel padaku.

"Hanya orang yang putus asa yang menolak untuk melakukan kemoterapi dan operasi. Kamu hanya tinggal memilih diantara keduanya. Ada apa sih, sebernernya?" tanya Yoda, aku tidak menjawab. "Dania, mana Dania yang dulu, yang selalu ceria, semangat, tidak pernah putus asa? Hanya karena penyakit seperti ini, kamu berubah, begitu?" sambungnya sambil mengguncang tubuhku.

"Yoda, udah. Aku yang sakit. Aku yang merasakannya. Aku nggak perlu kemo!" aku balik meneriakinya.

"Ayah, sama Mama, bakalan sedih, Dan. Jangan keras kepala. Semua mau kamu sembuh!"

"Tapi, kemungkinan sembuh itu kecil."

"Keras kepala banget, sih jadi orang. Jangan debat di sini, deh. Kita pulang sekarang!"

Akhirnya, kita berdua meninggalkan halaman rumah sakit itu. Selama perjalanan pulang, tak kudengar sepatah katapun keluar dari mulut Yoda. Bahkan sampai makan malam. Nenek sampai penasaran melihat tingkah lakuku dan Yoda.

"Yod, kenapa? Dari tadi diam saja. Masakan nenek nggak enak?" tanya Nenek.

"Tanya saja sama Dania." Yoda melemparkan pandangan kesalnya padaku.

Mission In 40Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang