[12]

5.3K 604 91
                                    

Aku melirik Harry yang dari tadi hanya mengekor di belakangku. "Bawa troli nya," ujarku. Aku benar-benar akan mencongkel bola mata mahkluk keriting ini, dari tadi jika aku bicara dia hanya memutar bola matanya, mendengus, dan memutar bibirnya. "Kau memutar bibirmu sekali lagi, aku akan mengepang bibirmu."

"Ya, iya. Iya, sayang, aku dorong. Kau mau naik diatas troli pun aku akan mendorong troli ini." aku bicara apa pun dia akan membalasnya dengan kata-kata yang lebih menjengkelkan. Aku berjalan ke tempat yang dipenuhi alat untuk mandi, aku sebenarnya tidak mau kesini karena banyak barang perempuan, nanti Harry bertanya yang macam-macam, atau mengoceh dan membuat lelucon yang berbau mesum.

"Haizley,"

"Apa." jawabku ketus.

"Aku boleh bertanya tidak?" tanyanya.

"Itu, kau baru saja bertanya," tuturku.

"Ih Serius..." dia merajuk seperti seorang perempuan yang minta sesuatu pada pasanganya.

"Ya. Ada apa."

Harry mendorong troli ke sampingku. "Kau ini perempuan 'kan?" tanyanya seraya memicingkan matanya padaku. Pertanyaan bodoh macam apa itu.

"Tentu."

Harry lagi lagi menggesekkan ibu jari dan jari telunjuk pada dagunya. "Kenapa aku tidak pernah melihat ada tampon, pembalut, yang biasa digunakan perempuan saat berdarah di Rumah. kau juga tidak pernah membeli barang-barang itu."

Aku menggigit pipi bagian dalamku untuk menahan tawaku. Memang cukup sepi disini tapi aku tidak mau meledakkan tawaku sekarang. "Iya, ya. Kenapa?" tanyaku kembali berekspresi seolah-olah aku tidak tahu.

"Kau sebenarnya seorang pria 'kan?" tanya Harry lagi,

Aku mendorong kepala Harry dengan menggunakan ujung jariku. "Tanya ibumu, kenapa tidak membeli pembalut saat sedang hamil."

"Memang apa hubungannya?"

"Orang hamil tidak ada yang datang bulan, bodoh."

Harry menutup mulutnya. "Aku hamil."

"Iya, kau hamil, anak Louis."

Harry menjambak rambutnya sendiri seperti orang frustasi. "Argh tidak! dia harus tanggung jawab."

"I'm sorry to hear that," ujarku dengan wajah yang dibuat sedih. Aku dan Harry tertawa, sebelum akhirnya berhenti karena seseorang berdehem.

"Harry kau--" aku mendecakkan lidahku mendengar ponselku berdering di dalam wristlet yang talinya melingkar di pergelangan tanganku. "Niall. Kau mencari Harry?" tanyaku pada salah satu spesies langka teman Harry ini.

"Iya," dia terkekeh di seberang. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada teman Harry yang satu ini. Jika aku bicara baik itu aku mengeluarkan lelucon atau bukan, dia akan tertawa, apa yang salah dari diriku

"Tidak ada. Aku sedang ada di supermarket. Aku sendiri" Aku melirik melirik Harry yang sedang mengepalkan tangannya padaku. "da-ah. Ya mati," Mungkin benda ini tahu yang menelfon siapa, sehingga mati dengan sendirinya.

"Apa katamu. Sendiri. Lalu, siapa aku. kentang." Harry terus mengumpat di belakangku.

"Iya. itu tahu" kekehku. "Kenapa Niall menelfon?" tanyaku.

"Aku tidak bawa."

Aku mengangguk. "Bagus, ponselku mati, lowbat. nanti kalau ada apa-apa, kita menghubungi siapa."

Harry hanya mengedikkan bahunya. "Ada apa-apa bagaimana? tidak akan ada apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja."

+

Mate MoronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang