[40]

3.5K 432 111
                                    

Harry's POV

"Kau merindukan aku tidak," aku bertanya pada Haizley yang sedang mendayung perahu di depanku kali ini aku tidak mencium dia. Aku melakukan itu karena di sini tempat umum dan orang bisa saja memotret kami. Haizley ikut jalan dengan aku hanya untuk Olivia, anak itu masih tidak mau bicara dengan kami. Dia memang ikut tapi tidak bicara dengan aku, dan aku sengaja membawa anak yang selama ini dikatakan Haizley sebagai calon anak tiriku. Aku membawa Leo agar Olivia mau ikut. Kami sedang naik perahu di danau Serpentine. Aku sengaja tidak memilih Sholarshuttle, agar aku bisa mengobrol dengan Haizley. Aku hanya diam melihatnya, membiarkan dia mendayungnya, dia kan kuat.

"Untuk apa aku merindukanmu sedangkan aku tidak tahu apa yang kau lakukan di sana."

"Aku kesana untuk bekerja, bukan main perempuan," kataku jujur.

"Tanganku sudah sakit gara-gara mendayung!" Haizley memukul dayungnya pada danau membuat air dari danau sedikit terpercik di wajahku. "Kenapa kita tidak naik Sholarshuttle."

"Aku tadi mau menyewa pedal boats, tapi kau tidak mau. Ya sudah." Haizley menatap aku seperti orang yang akan emosi. Dia memukul aku pelan dengan mengggunakan dayung nya. "Apa lagi salahku?"

"Pedal boats itu dikayuh, kau mau kakiku tinggal kenangan setelah pulang dari sini. Aku menyesal jalan denganmu," ucapnya. Dia memang tidak tahu diri, harusnya aku marah pada dia karena gara-gara pria keparat yang ia percaya dari dulu itu membongkar rahasia kami, akibatnya Putriku membenci aku.

"Bisakah kalian tidak bertengkar, perahu ini akan terbalik nantinya," ucap anak Louis. Dia duduk di samping Olivia, tepat paling ujung. Yang aku tahu, Olivia melakukan itu karena dia sangat membenci kami.

"Haizley apakah di sini ada buaya?" aku menanyakan pertanyaan bodoh itu pada Haizley agar dia bicara.

"Kalaupun ada, dan kau melompat ke danau ini kau tidak akan dimakan. Mana ada buaya makan buaya," dia tertawa terpingkal-pingkal karena ucapannya sendiri, memang dasar bajingan. Aku ikut tertawa setelah melihat Haizley meringis karena keningnya terbentur pada pinggir perahu akibat tertawa, aku berhenti tertawa karena Haizley menyerahkan dayungnya padaku. "Sekarang giliranmu. Dayung sekarang!"

"Iya Ma, iya. Papa ikhlas."

"Mama Mama. Siapa kau, huh? Tidak ada akting lagi, drama kita selesai."

"Kita buat sekuel nya."

"Kau mau cerai dua kali!" sentaknya.

Aku mencium pipi Haizley lalu berkata. "Kita akan kembali lagi."

"Leluconmu sangatlah lucu."

"Haizley kau masih ingat dosa kedua yang kita lakukan?" tanyaku sambil mendayung perahunya. Wajah Haizley yang tadinya terlihat bahagia melihat aku tersiksa sekarang seperti orang ketakutan.

"Dosa apa? Kau yang berdosa," elaknya. Dasar tidak tahu diri, apakah dia tidak sadar. Bahkan Zayn pernah mengatakan dulu jika perempuan ini mati dia akan langsung diseret ke Neraka.

Aku melirik Olivia dan Leo sedang berbicara di sana, kurasa mereka tidak akan memperdulikan percakapanku. "Haizley, kau tahu. Skor dosa kita sama."

"Apa-apaan! Skor, ambil sana. Aku rela jika skor dosamu lebih banyak."

Aku menyeringai kecil. "Tunggu saja, sebentar lagi hasil dosa itu akan muncul."

"Hasil dosa apa."

"Sudalah, kau 'kan genius. Kau pasti tahu maksudku. Olivia hasil dosa kita kan, tapi dosanya dosa terindah."

Haizley mendorong kepalaku sehingga kepalaku sedikit mundur ke belakang. "Seram begitu, kau mengatakan itu Indah? Olivia yang hampir setiap harinya membuat Niall muntah-muntah, itu indah katamu."

Mate MoronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang