[27]

3.8K 461 91
                                    

Haizley's POV

"Apakah nanti kau akan bertemu dengan Harry lagi?" tanya Cameron padaku membuat aku menoleh padanya.

"Aku tidak tahu, tapi kurasa ya. Karena dia selalu memberitahu aku apapun yang terjadi, seperti dia akan keluar negeri."

"Aku sudah lelah, muak, dan bosan. Lelah karena tidak bisa menikahimu karena alasan anakmu, muak karena kelakuan mantan suami mu dan bosan karena kau selalu menolak-"

Tanpa Cameron menyelesaikan kalimatnya aku sudah memotongnya terlebih dahulu. "Menolak hubungan seks? Aku tidak mau melakukan hal bodoh lagi."

"C'mon. Kita sudah sama-sama dewasa, dan kau juga tahu ada cara lain yang bisa kita lakukan agar ketakutanmu itu tidak terjadi."

"Kau mau melakuan itu agar kau bisa yakin kalau aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak harus melakukan itu."

"Kau bahkan melakukan itu dengan Harry dulunya."

"Kau tahu kalau kita sudah sama-sama dewasa. Jadi kuharap kau mengerti." Cameron hanya mendengus mendengar ucapanku barusan, bahkan dia tampak tidak suka. "Aku tidak mau kita bertengkar hari ini."

"Tapi harusnya kau memperingati mantanmu itu. Dia mantanmu atau cicak. Kenapa dia terus menempel padamu," ucap Cameron lagi membuat aku memutar bola mataku, sebal. Kenapa dia jadi menjengkelkan, lebih menjengkelkan dari Harry. "Jangan-jangan kau akan kembali dengan Harry."

"Kau pikir Harry akan terus mengemis padaku, dia tampan dan tentu saja banyak perempuan bahkan ribuan yang mengantri," ujarku. Aku mengarahkan pandanganku ke luar jendela mobil menunggu sampai ke sekolah Olivia, seraya mengangguk setiap kali Cameron berbicara, padahal aku sama sekali tidak perduli itu. Aku bukan tidak perduli, tapi aku sudah bosan mendengarnya dan juga sudah bosan menjelaskannya.

"Haizley! Apakah kau mendengarku," sentak Cameron membuyarkan lamunanku.

"Ya, aku mendengarmu tuan Loski."

"Lihat kan, aku tahu kau sedang memikirkan Harry. Kau bahkan baru saja memuji pria itu."

"Memang Harry tampan kan," ucapku jujur.

"Kalau dia tampan kau mau kembali?!"

"Kenapa kau jadi emosi."

"Aku emosi karena aku cemburu, kau pikir aku tidak tahu kalau kalian masih biasa tidur bersama!"

"Aku sudah mengatakan kalau aku dan Harry memang bertemu setiap hari karena Olivia. Seandainya anak itu tidak ada, aku tidak akan menetap di London, aku akan kembali ke LA. Jadi kumohon, jika kau mengerti kau harus memaklumi kalau aku dan Harry masih dekat."

"Ya, terus saja gunakan alasan Olivia agar kau bisa dekat dengan mantanmu itu." aku tidak meladeni ucapan Cameron, aku turun dari mobil untuk menjemput Olivia. Aku kembali menutup pintu mobilnya. Aku kembali tunduk ketika mengetahui Cameron juga mau turun. "Kau tidak perlu ikut." Cameron memukul stir mobilnya karena ucapanku barusan.

"Kau bahkan tidak mengizinkan aku untuk mendekati putrimu."

Aku menghembuskan nafasku kasar sebelum akhirnya berbicara, "Olivia berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak itu susah untuk dibujuk dan di dekati. Apalagi dia membenci siapa saja yang memaksanya. Jika kau mau mendekati dia, kuharap kau melakukannya dengan pelan pelan. Dan jika dia melihatmu saat ini berdua denganku, dia akan mengamuk. Jika Olivia mengamuk padaku, ayahnya juga akan ikut mengamuk padaku. Oke." Cameron hanya mengangguk mengerti mendengar penjelasanku barusan.

Aku memicingkan mataku melihat Olivia dan anak dari selingkuhan Harry, maksudku anak Louis sedang duduk di Taman dan satu orang anak lagi, perempuan. Aku membungkuk untuk menatap putriku yang sedang memangku buku cerita dan membacanya. "Hey sweetie," sapaku.

Mate MoronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang