[43]

3.6K 416 146
                                    

Seperti hari-hari ku sebelumnya, hari ini aku bersama Olivia lagi, lagi dan lagi. Aku sudah tidak tahu wajahku sudah berlipat berapa dari umurku setelah menjalani hari-hariku menjadi sendiri, maksudku tidak punya pasangan. Aku ingin menganggu Haizley, tapi jika aku lagi-lagi melakukan kegiatan bodoh itu yang ada di akan semakin tidak percaya padaku. Aku sedang menemani Olivia ke toko bunga, seperti permintaannya sebelum kami memasuki Café. "Olivia. Kau mau bantu aku tidak?"

"Bantu apa?" tanya nya selagi ia kami berjalan dan dia terus melihat bunga.

"Kalau nanti malam aku mengantarmu pulang ke rumah ibumu, jangan ganggu kami di kamar, ya."

Olivia mendongak dan menatap aku. "Memangnya Dad mau apa?"

Aku mengerucutkan bibirku, bingung harus memberi jawaban apa. "Aku hanya mau mengobrol."

"Baiklah. Dad, aku menginginkan itu." aku mengangguk kemudian memanggil seorang pelayan di toko bunga meminta untuk memberi Olivia bouquet bunga Matahari.

"Dad, pegang ini." aku mengambil boneka beanie baby berwarna putih yang ada di tangan Olivia karena tangan anak ini penuh.

Setelah mendapatkan apa yang dia mau, Olivia memegang tanganku. Kami pun kembali berjalan keluar toko bunga kemudian kembali ke Café yang ada di seberang jalan. Ia memeluk bunga dengan menggunakan satu tanganya, sedangkan satunya lagi ia gunakan untuk memeluk kakiku. Olivia kemudian menarik tanganku dan berputar, sembari bernyanyi. Kurasa anak ini sedang menari. Aku tersenyum pada Olivia. "Kau sedang senang ya sayang."

"Argh senangnya... Dad, kalau boleh. Dad jadi single saja selama-lamanya. Sudah dua minggu Dad selalu ada untuk aku." what the actual fuck! Bahkan putriku sendiri mengingkan aku cepat mati. Aku tidak menjawabnya, aku mendorong pintu kaca yang ada di Café untuk masuk.

Aku menarik kursi mempersilahkan dedemit ini untuk duduk. "Kau mau pesan apa?" tanyaku sopan.

"Terserah apapun itu, yang membuat Dad nyaman," katanya.

"Kau mau macaroon?" tanyaku lagi.

"Aku mau ibuku." aku meneguk liurku karena ucapan Olivia.

"Ya, nanti kau akan pulang." kalau anak ini pulang, aku sama siapa?! Kalau aku menahan anak ini untuk pulang, pasti dia bertambah besar kepala, tadi pagi saja dia sengaja dan berpura-pura tidak mau keluar denganku agar aku membujuknya.

Aku memanggil seorang barista. "Bonjour belle femme." aku belum membuka mulutku namun anak ini sudah menyapa barista yang ada di hadapan kami terlebih dahulu. masih untung anak ini seorang perempuan, bagaimana kalau dia laki-laki. Aku memesan caffe latte juga memesan macaroon dan french vanilla tea untuk dedemit yang sedang duduk di depanku ini.

Olivia tampak sibuk mencari sesuatu dalam tas ranselnya, seperti dugaanku dia mengambil buku dan pensil. "Kata Bradley kau sudah pintar pacaran ya," aku menggoda Olivia membuat pipi anak itu blushing. Tahu apa anak ini tentang Cinta. "Ahk, anak Daddy sudah pintar sekarang."

"Jangan percaya sama tukang gosip itu. Oliver 'kan masih kecil."

"Oliver has a boyfriend, Oliver has a boyfriend, Oliver has a boyfriend, Oliver has a boyfriend--"

"Dasar widower mengenaskan."

"Apa?" tanyaku meskipun aku tahu apa yang baru saja dia katakan. Kurang ajar, aku sudah mendidik putriku baik-baik agar dia tidak kurang ajar seperti ibunya, kenapa dia semakin kurang ajar padaku dengan mengatakan aku duda mengenaskan. Aku sudah menjadi lebih hina diatas Niall. Aku masih diam menatap Olivia yang sedang sibuk menulis di depanku. "Kau suka Leo kan. Ayo mengaku."

Mate MoronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang