Theo Zword bersama ketiga temannya sedang berjalan ke kantin untuk makan siang. Theo menyeletuk, "eh, kue dan hadiahku mana?"
"Tidak ada itu untuk orang yang melupakan hari ulang tahunnya." Zellen melirik Theo sinis.
"Hei, Zellen. Kenapa kau masih kesal? Maaf deh, maaf. Jadi hentikan pasang wajah begitu." Kata Theo, mendadak sebal.
"Kau masih menginginkan kue dan hadiah diumurmu yang ke-17 ini, Theo?" Tanya Louis.
"Memang kenapa? Suka-suka aku, dong."
"Maaf ya, Theo. Lain kali akan kutraktir makan saja dihari bebas, oke?" Hanna menoleh ke arah Theo.
"Saat itu hari ulang tahunku sudah lewat," sahut Theo.
"Sudahlah. Apa makan siang ini tidak cukup? Kau kan tidak peduli tanggal, seharusnya tidak peduli juga apa yang akan kau dapat dihari ulang tahunmu." Lagi-lagi Zellen menyelutuk dengan nada sinis. Theo menatap Zellen.
"Kau benci padaku, ya? Hei, Zellen." Theo langsung merangkul leher Zellen dan mengapitnya cukup erat. "Tak kan kulepas."
"Hei! Lepas! Theo Zword! Kau mau membunuhku?" Seru Zellen sambil menepuk-nepuk tangan Theo yang mengapit lehernya. Theo hanya tertawa sambil terus berjalan tanpa melepas tangannya yang terus ditepuk Zellen.
Di kantin, keempat orang itu mengantri untuk mengambil jatah makan siang masing-masing. Oh, Theo tentu saja sudah melepas apitannya dari leher Zellen-setelah gadis itu mencubit tangannya dan mengancam akan menggigitnya jika Theo masih belum melepas apitannya.
"Apa menu hari ini?" Tanya Zellen. Hanna berjinjit dan melongokkan kepalanya untuk melihat menu makan siang apa yang tersaji hari ini.
"Daging asap," sahut Louis yang berdiri di depan Hanna.
"Benarkah? Pasti lezat," kata Hanna.
"Membayangkannya saja aku sudah lapar." Theo dua kali menepuk pelan perutnya.
Setelah mengambil jatah masing-masing, mereka berempat celingukan mencari tempat duduk.
"Oh, ada satu di sana." Kata Louis sembari berjalan menuju tempat yang dilihatnya, sementara yang lain mengikuti.
Namun sesaat ketika mereka hampir mendekati meja tersebut, Louis berhenti. "Sudah ada seseorang yang menempati rupanya."
Theo, Hanna dan Zellen ikut menatap ke arah tempat duduk yang dimaksud Louis. Di sana terdapat seorang lelaki berkacamata yang tengah melahap makan siangnya dalam diam. Ekspresinya terlihat serius sekali, dan seakan tak peduli pada dunia di sekitarnya.
"Bagaimana?" Louis menoleh ke arah teman-temannya.
"Bagaimana apanya? Kita gabung saja dengannya. Aku sudah lapar." Theo melangkah duluan menghampiri tempat tersebut, disusul ketiga temannya.
"Hei, um ... boleh kami gabung?" Pinta Theo. Lelaki berkacamata itu menghentikan makan siangnya dan menatap Theo tanpa ekspresi, membuat Theo merasa sedikit canggung.
Tanpa sepatah kata pun, lelaki tersebut langsung mengangkat nampan makan siangnya dan beranjak pergi, meninggalkan keempat orang yang saat ini terbengong-bengong menatap kepergiannya.
"Dasar aneh," gumam Zellen.
"Kau pasti lupa namanya kan, Theo?" Tanya Hanna.
"Aku kenal dia?"
"Dia teman sekelas kita," sahut Louis sambil tertawa. Theo melebarkan matanya, setengah tak percaya.
"Itulah, kau pelupa dan jarang memperhatikan sekitar." Kata Hanna. "Dia Zero Fang, murid baru di kelas kita. Sejak hari pertamanya-kemarin-langsung duduk di pojok kelas dan belum terlihat bergaul dengan siapa pun. Selalu memasang ekspresi dingin dan tak peduli, tapi sudah banyak gadis yang mulai meliriknya karena selain tinggi, dia juga keren."
"Seperti biasa, ketua kelas." Louis mengangguk bangga pada Hanna yang tersipu.
"Wah, aku benar-benar melupakan kehadirannya." Ucap Theo.
"Dia memang jarang bicara. Tunggu, aku malah baru sekali mendengarnya bicara, ketika dia memperkenalkan namanya kemarin." Zellen mengingat-ingat.
"Sama saja. Padahal kami berada di satu kamar yang sama," ujar Louis. Theo langsung melotot ke arahnya.
"Kok aku tak tahu?!"
Bersambung
[Author]
Bab Tiga, selesai! Gimana menurut kalian? Kritik dan sarannya, please? Vomment, yaa. Kalau bisa sebarkan ke orang-orang.
Terima kasih telah membaca! :)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bonds
FantasyMurid baru itu mencurigakan, tapi peristiwa yang terjadi hampir 20 tahun yang lalu lebih mencurigakan. Banyak misteri yang tersimpan setelahnya, namun hingga saat ini tidak ada yang tahu kebenaran dibalik semua itu. Awalnya Theo tidak tahu tenta...