Bab Dua Puluh Tujuh

5 0 0
                                    

Zero? Zellen bertanya-tanya. Darimana dia, jam segini baru pulang?

Meskipun penasaran, Zellen enggan bertanya. Pertama, mereka tidak akrab. Kedua, perangai Zero terbayang dibenaknya. Daripada aku diabaikan, mending diam saja. Zellen memutuskan untuk memperlambat jalannya. Ia pura-pura tidak acuh. Matanya melirik sekitar, meskipun sesekali ia memandang punggung Zero.

Entah kenapa, dari belakang saja ia sudah terlihat keren. Wajar sih, banyak gadis yang menggandrunginya, pikir Zellen. Tapi sikapnya dingin dan menyebalkan! Kalau dinovel-novel roman picisan mungkin itu menjadi daya tariknya. Tapi tetap saja ...

Zero memasuki pintu Asrama Timur. Sebelum ia menutup pintu, cepat-cepat Zellen berpaling dan bersiul pelan—masih pura-pura tak acuh. Zero yang mendapati Zellen berjalan ke arah pintu sesaat sebelum menutup pintu pun urung menutupnya.

Eh? Zellen melirik ke arah pintu. Zero sudah masuk ke dalam. Kupikir ia bakal menutup pintu ...

"Zellen!" terdengar panggilan yang suaranya tak asing ditelinga Zellen. Ia menoleh dan mendapati Theo berjalan ke arahnya.

"Theo? Darimana kamu?" tanya Zellen heran.

"Aku belajar tambahan dengan Pak Alfred," jawab Theo, "dan Zero."

Zellen manggut-manggut. Pantas saja Zero juga baru kembali ke asrama. Zellen kembali berjalan ketika Theo sudah berada di dekatnya.

"Belakangan ini kau selalu berurusan dengan Zero," celetuk Zellen. "Lama-lama kalian akrab, lho."

Theo angkat bahu. "Awalnya dia memang menyebalkan, tapi ... cobalah mengenalnya, Zellen. Kau pasti tak akan menyangka dengan perangainya."

Kekehan Theo membuat alis Zellen berkerut bingung. "Maksudmu?"

"Yah, bagaimana, ya." Theo mengaitkan jari-jarinya dibelakang kepala. "Aku memang belum mengenalnya betul, tapi sepertinya ia bukan orang jahat. Maksudku ... hei, kau harus tahu kalau ia merasa malu saat memanggil orang dengan nama depannya. Mungkin ia tak biasa akrab dengan siapapun. Dan ... yah, pasti ada penyebab kenapa ia bersikap dingin dengan kita."

Zellen tertegun. "Seperti ... trauma masa lalu, mungkin?"

Theo menoleh ke arah Zellen, dan mengangguk. "Bisa jadi."

Suasana hening sesaat. Mereka tinggal tiga langkah lagi dari pintu asrama.

"Karena itu aku tak menjauhinya," ujar Theo. "Malah, aku ingin berteman dengannya."

"Wah, Theo Zword. Kau baik hati sekali," kata Zellen—tak sepenuhnya memuji. Theo tertawa kecil. Sesaat kemudian ekspresi wajahnya berubah, namun Zellen tak menyadarinya karena ia sudah masuk ke dalam asrama.

Meskipun posisi kami sama—sama-sama 'orang terakhir', tapi sebenarnya ada banyak hal yang membedakan kami.

~The Bonds~

Malam ini langit mendung. Angin kencang mulai bertiup, mendorong awan hitam agar segera menutupi rembulan dan bintang-bintang yang sedang bersinar. Orang-orang sudah terlelap, bersiap untuk menyambut hari esok. Meski begitu, ada beberapa orang yang masih terjaga. Ada yang masih terjaga karena pekerjaan, insomnia, atau sekadar bermain. Ada juga yang saat ini sedang berjalan pelan dan hati-hati memasuki Asrama Timur.

Orang itu berjalan menuju salah satu kamar anak lelaki di Asrama Timur. Ia memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Kemudian ia membuka pintu perlahan dan menutupnya kembali. Orang itu berjalan pelan menghampiri salah satu kasur. Kasur yang ditiduri Theo. Orang itu memandang Theo sejenak, lalu menjulurkan tangan ke arah mulut Theo. Ia membekapnya.

Theo refleks terbangun. Ia terkejut mendapati seseorang menutup mulutnya. Ketika hendak melawan, ia mendengar suara, "sst!". Theo segera menatap orang yang menutup mulutnya. Kepala sekolah?!

Razazel meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya. Ia mengisyaratkan untuk diam. Sesaat kemudian, ia menarik tangannya. Theo segera duduk dan menatap tak percaya.

"Apa yang Anda lakukan?" tanya Theo pelan. Ia masih tak menyangka kepala sekolah menyelinap ke kamarnya ditengah malam dan membangunkannya dengan cara membekapnya. Razazel tak menjawab. Ia memberi isyarat agar Theo mengikutinya. Theo yang kebingungan segera menyusul Razazel.

Apa? Apa yang terjadi? Ada apa? Ini mimpi? Theo mencubit lengannya, dan mengerang pelan. Tidak, ini nyata!

Bersambung

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang