Bab Empat

42 8 5
                                    

"Kau tahu, Theo. Malam itu, ketika dia membawa kopernya ke kamar, kau melihatnya sekilas. Sebelum kau masuk ke kamar mandi." Sahut Louis Flacke santai.

Alis Theo berkerut, kemudian dia menyadarinya. "Memang ada seseorang sih, tapi aku baru sadar kalau itu dia."

Sejenak kemudian, alisnya kembali berkerut. "Tapi tunggu. Kalau kemarin murid baru itu memperkenalkan diri di kelas dan malam sebelumnya ia sudah ada di kamar, kenapa pagi kemarin dan pagi ini aku tidak melihatnya?! Dan kenapa aku tidak tahu kapan ia memperkenalkan diri?"

Hanna dan Zellen saling bertatapan. Tentu saja mereka tidak tahu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan Theo, karena Louis juga baru mengatakan kalau ia dan Theo berada pada satu kamar yang sama dengan Zero.

"Theo Zword sahabatku, dengarkan baik-baik. Hanna dan Zellen, kalau kalian juga penasaran dengan jawabannya, dengarkan aku." Louis berkata bak seorang guru bijaksana yang hendak memberikan nasehat terakhirnya pada murid-muridnya. Ketiga pasang mata langsung menatap Louis serius, menanti kelanjutan ucapannya.

"Malam itu, sebelum masuk ke kamar mandi kau sempat melihat Zero, kan? Setelah mandi kau langsung tidur, sementara Zero sedang keluar—sepertinya melapor pada ketua asrama. Paginya, karena kau yang pertama bangun seharusnya kau melihatnya—kalau pun ia masih tidur. Kalau ia sudah berangkat duluan, wajar saja kau tak melihatnya." Louis berhenti sejenak dan memandang Theo yang langsung mengangguk mengerti.

"Selanjutnya, Zero menempati tempat duduk di pojok kelas, tentu saja kau tak melihatnya. Sebelum Zero memperkenalkan diri, kau sudah izin ke toilet dan kau kembali ketika ia selesai memperkenalkan diri. Selanjutnya kau yang jarang memperhatikan sekitar tak melihatnya yang memang penyendiri dan belum bergaul dengan siapa pun. Malam tadi, aku belum melihat Zero di kamar sampai kau tidur—ia baru kembali saat itu. Dan pagi ini, saat aku bangun Zero memang sudah tidak ada di kasurnya—kemungkinan sudah di sekolah—meski aku juga tidak melihatnya hingga bel masuk." Louis menatap Theo setelah penjelasan panjang-lebarnya. "Karena itulah kau tidak menyadari keberadaan Zero. Sudah jelas?"

Theo mencerna semua ucapan Louis, kemudian ia mengangguk. "Ternyata begitu."

"Ya ampun anak ini, segitu parahnya sampai-sampai tak menyadari bahwa kasur kita sudah terisi semua," Louis menggumam setengah tak percaya. Hanna langsung mendesah sambil geleng-geleng pasrah.

"Baiklah, teman-teman, bisakah kita duduk sekarang? Aku sudah benar-benar lapar," celetuk Zellen. Obrolan tentang Zero si murid baru yang penyendiri plus penjelasan Louis ternyata telah membuat mereka lupa bahwa mereka masih berdiri sambil memegang nampan masing-masing.

"Oh, benar juga."

Mereka pun mengambil posisi masing-masing di tempat duduk, sambil meletakkan nampan yang di atasnya terdapat makan siang masing-masing di meja.

"Baiklah, ayo makan!" Louis merasakan kembali perutnya yang lapar, lalu mengangkat sendoknya dan mulai melahap makan siangnya. Yang lain tentu saja melakukan hal yang sama.

"Aku jadi penasaran apa yang dipikirkan murid baru itu," ujar Zellen, memulai kembali topik pembicaraan.

"Mungkin dia butuh waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru," timpal Hanna.

"Tapi aku tak suka orang seperti itu. Terkesan sombong dan cuek." Aku Louis.

"Bilang saja kau iri karena ia langsung popular dikalangan gadis-gadis," timpal Zellen.

"Ya, itu salah satunya!" Louis menyuap sesendok makan siangnya lagi, dengan ekspresi dibuat kesal—yah, mungkin aslinya memang kesal.

"Jangan menilai orang dari luar," Hanna mengingatkan. "Kita kan belum mengenalnya dengan benar, siapa tahu dia lebih baik dari yang kita duga."

Yang lain pun terdiam sambil mengunyah daging asap masing-masing. Di dalam hati, mereka semua setuju dengan apa yang baru saja dikatakan Hanna.

Setiap orang pasti punya sisi baik.

"Yah, tapi," celetuk Zellen, "aku masih bingung saja dengan kelakuannya tadi. Tiba-tiba pergi sambil membawa nampannya ketika kita ingin bergabung."

"Dia pindah tempat kemana, ya?" tanya Theo.

"Ng ..." ketiga temannya saling berpandangan.

Bersambung

[Author]
Bab Empat, selesai! Gimana menurut kalian? Vomment, yaa. Krisarnya boleh.. Sebarkan pada orang-orang juga ya, hehe.
Terima kasih telah membaca!

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang