Bab Tujuh Belas

19 3 0
                                    

Setelah selesai merapikan semua kamar anak laki-laki di Asrama Timur, Theo dan Zero pun beristirahat—lagi—di ruang tengah asrama. Theo menghempaskan tubuhnya ke sofa setelah meneguk habis limunnya. Dia menoleh ke arah Zero yang berdiri di dekat jendela asrama—lagi-lagi—sambil menatap keluar jendela dengan tangan kanan memegang gelas limun yang berisi setengahnya.

"Apa yang kau lakukan sejak tadi—seperti foto model saja."

Zero tak menggubris. Ia masih menatap langit dengan pandangan menerawang. Theo memilih mengabaikannya dan merentangkan kedua tangannya di atas punggung sofa. Kepalanya menengadah ke atas.

"Aku masih tidak mengerti kenapa kau balik bertanya siapa aku," celetuk Theo. Ia teringat percakapan mereka setelah bertemu kepala sekolah kemarin. Percakapan yang berakhir gantung karena Zero memutuskan untuk mengabaikan Theo.

"Kau pasti mengetahui sesuatu," ucap Theo. "Aku sungguh tidak mengerti kenapa kau tidak mau memberitahuku, padahal tingkah lakumu sudah memberitahu beberapa hal—seperti kau yang bukan orang biasa."

Zero tak menoleh, melirik pun tidak. Entah ia sedang memikirkan jawaban yang tepat, atau semua ucapan Theo hanya masuk-telinga-kiri-keluar-telinga-kanannya saja.

"Hei, Zero. Kau ini ... manusia, kan?" pertanyaan Theo, entah serius atau main-main, berhasil membuat Zero meliriknya sekilas.

"Kupikir kita tidak cukup dekat untuk saling memanggil nama kecil?" balasnya cuek. Theo langsung menatap Zero. Ternyata bukan karena pertanyaan ia melirikku.

"Kukira kau pasti sudah membaca peraturan khusus Asrama Timur yang mewajibkan setiap anggota sekamar saling memanggil dengan menggunakan nama kecil." ujar Theo. "Kalau bukan karena peraturan itu aku juga akan memanggilmu 'Fang'."

Lalu Theo teringat semalam Zero memanggilnya dengan nama keluarganya. Seharusnya dia dihukum oleh James karena sudah melanggar peraturan.

"Terserah kau sajalah, Theodore."

Mendengar itu, entah kenapa Theo jadi merasa aneh. Ia pun memandangi Zero yang tetap membelakanginya. Menyadari sepertinya sedang ditatap, Zero menoleh perlahan.

"Apa?" tanya Zero dengan alis berkerut, sesaat setelah kembali memalingkan wajahnya. Theo sedikit tertegun menatap wajah Zero sekilas tadi, kemudian tawanya meledak.

"Zero, kau ... jangan bilang ini pertama kalinya kau memanggil orang yang baru kau kenal dengan nama kecilnya?" Theo tertawa mengingat wajah Zero yang meski pun sekilas, tapi terlihat memerah.

"Diamlah."

"Ternyata kau orangnya pemalu, ya." Theo segera bangkit dan mendekati Zero. Zero langsung antipati dengan bergeser menjauhi Theo beberapa langkah. "Tapi, hei, kau kan bukan memanggil nama anak perempuan. Tidak usah malu begitu. Aku juga jadi merasa aneh tadi."

Zero meliriknya kesal. "Kukira kau masih kesal padaku setelah duel semalam."

"Yah, sekedar informasi saja, aku orangnya cepat melupakan sesuatu." Theo angkat bahu. "Jadi, Zero, bagaimana kalau kau juga melupakan apa pun yang membuatmu tak suka padaku, lalu kita perbaiki hubungan kita ini. Aku tak suka memiliki musuh, apa lagi dengan orang yang baru saja kukenal."

"Kata-katamu tentang hubungan itu seakan kita ini adalah pasangan."

Lama-lama Theo kesal juga. Zero terus saja menyahut ucapannya dengan acuh.

"Ah, terserah kaulah, Zero Fang!" Theo kembali duduk di sofa.

Beberapa saat kemudian, Zero kembali berbicara. "Hei, Theodore."

"Apa?"

"Lain kali kita harus menyelesaikan duel itu."

"Tentu saja," Theo memejamkan matanya. "Setelah seperti ini, mana mungkin akan kubiarkan berakhir gantung."

~The Bonds~

"Hei, Theo Zword!" Louis menyapa riang begitu ia tiba di asrama. "Bagaimana rasanya menggantikan Nyonya Potts? Wah, pekerjaan kalian lumayan juga. Sudah kau bersihkan kamar kita sampai kinclong kan?" tanya Louis.

"Jangan coba-coba membuatnya lebih berantakan," ujar Theo. Louis tertawa.

"Tapi, diskors selama seminggu ... kalian ketinggalan banyak mata pelajaran, lho," kata Louis.

"Kami tinggal mengejarnya saja, kan?" balas Theo acuh.

"Mudah sekali kau ngomongnya." Louis celingukan. "Mana Zero?"

"Kenapa? Kau kangen padanya?"

"Aku juga ingin menggodanya," Louis menyengir. Theo memutar kedua bola matanya.

"Ngomong-ngomong," celetuk Theo, "kau belum menceritakannya padaku."

Louis menatapnya bingung. "Soal apa?"

Bersambung

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang