Bab Dua Puluh Tiga

18 2 3
                                    

Louis Flacke berdiri di ambang pintu kelas dan menyadari Hanna—dengan tampang masam—muncul dari belokan koridor. Ia membawa setumpuk buku dan terlihat kesusahan karena buku-buku itu menghalangi pandangannya. Louis segera berlari menghampiri Hanna. "Hai, Hanna! Biar kubantu."

Hanna langsung melirik Louis tajam. Tapi ia tetap membiarkan Louis—yang ragu-ragu—mengambil setengah buku dari tangannya. Mereka berdua berjalan menuju kelas.

"Ehm, apa yang terjadi?" Louis akhirnya bertanya.

"Murid baru itu berulah lagi," jawab Hanna gemas. "Masa, aku udah minta tolong dia bawa buku ini, tapi dianya malah menolak. Sudah gitu gayanya nggak peduli banget. Dia bilang dia nggak tertarik menolongku. Padahal aku hanya mengetes perangainya. Ternyata dia memang sombong dan menyebalkan!"

"Wah, keterlaluan sekali." Louis geleng-geleng kepala.

"Memang! Dia juga bilang bahwa ini tugasku sebagai ketua kelas. Akhirnya dia tahu aku ketua kelas. Ya, aku tahu kok, ini tugasku! Mencoba mengenalnya juga bagian dari tugasku."

Hanna bersungut-sungut hingga mereka tiba di kelas. Saking kesalnya, ia tidak menyadari Theo melewatinya.

"Mau kemana?" tanya Louis, sementara Hanna yang masih mengomel menuju meja guru di depan kelas.

"Ke WC," jawab Theo sambil lalu. Louis segera menyusul Hanna yang sudah meletakkan buku-buku dimeja. Hanna masih bersungut-sungut, tak sadar bahwa Louis sempat berhenti di ambang pintu.

"Makasih, Louis."

Louis tersenyum dan mengangguk. Hanna segera menghampiri Zellen dan teman-teman—dengan senyum lebar terpasang diwajahnya.

Wah, perubahan mood yang cepat sekali ...

~The Bonds~

Zero berjalan menuju kelas setelah Hanna menghilang dari belokan koridor. Ia menghela napas. Aku juga tahu kau hanya mengetesku.

Zero sendirilah yang memilih untuk tak bergaul dengan siapa pun, memberi jarak pada teman-temannya. Ia menjauhi mereka karena ia memang tak suka berhubungan dengan orang-orang. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia akrab dengan seseorang. Ia bahkan mulai menyukai kesendirian. Sejak kejadian itu, aku sadar bahwa dari awal aku selalu sendiri.

Tapi belakangan ini, semenjak bertemu Theo, mau tak mau ia harus berinteraksi dengan yang lain—lebih tepatnya ia terpaksa merespon beberapa orang, meskipun dengan kalimat singkat yang dingin. Padahal sebelum bersekolah di Axandemme, ia tak pernah mendapati teman-teman seperti mereka. Yang ada malah teman-temannya menjauh dan tak berani bahkan untuk sekadar menegurnya.

Dan sekarang, aku akan kembali terjebak bersama orang itu selama seminggu. Membayangkannya saja, entah kenapa Zero merasa lelah.

~The Bonds~

Theo kembali dari WC dan menyadari Alfred sedang berjalan menuju kelas. Bel masuk baru saja berbunyi. Theo hendak memasuki kelas, namun langkahnya terhenti ketika ia teringat sesuatu.

"Oh, Theo!" sapa Alfred. Jaraknya tinggal beberapa meter dari Theo yang berdiri di ambang pintu kelas. Theo memamandangnya dan mengangguk sopan.

"Bagaimana rasanya diskors?"

Theo mendesah. "Sangat tidak mengasyikkan."

Alfred tersenyum geli. Ia berhenti di dekat Theo. "Zero sudah memberitahu tentang pelajaran tambahan?"

"Pelajaran tambahan?" ulang Theo.

"Belum, ya? Jadi seminggu ini kalian berdua akan mendapat pelajaran tambahan sepulang sekolah," ucap Alfred. Bahu Theo merosot seketika, membuat Alfred tertawa. "Ini akan menyenangkan, percayalah!"

Theo tersenyum masam. Sejenak kemudian, ia teringat tujuan awalnya berhenti. "Anu—malam itu, Anda belum mengunci ruang olahraga, ya?"

Alfred mengangkat kedua alisnya, terdiam. "Kenapa?"

"Eh, ng ... kupikir Zero mengambil kunci ruang olahraga diam-diam," jawab Theo asal.

Alfred tersenyum tipis. "Tidak, aku belum menguncinya."

Theo mengangguk paham. "Anda sedang banyak kerjaan, ya?"

Alfred menghela napas. "Ini pertama kalinya aku menjadi wali kelas, jadi ... yah, aku sedikit kesusahan."

"Semoga Anda tidak lelah menghadapi kami."

Alfred tersenyum dan menepuk bahu Theo sekali. "Ayo masuk."

Theo menyusul Alfred, kemudian duduk di tempatnya. Matanya masih memandang Alfred yang sedang membuka kelas. Bukankah yang bertugas mengunci ruangan adalah penjaga sekolah?

Theo melirik ke arah Zero. Setelah kupikir-pikir, kenapa Zero yakin ruang olahraga belum dikunci hanya karena masih ada orang di ruang guru?

Bersambung

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang