Bab Dua Puluh Lima

17 2 2
                                    

"Maaf aku telat, anak-anak!" Alfred muncul di ambang pintu kelas tepat ketika Zero menyelesaikan ucapannya. Theo dan Zero menoleh. "Ada sesuatu yang harus kulakukan tadi. Kalian tahu, panggilan alam ..."

Alfred nyengir sambil berjalan ke depan kelas. Ia meletakkan buku yang dibawanya dimeja guru. Theo melompat turun dari meja dan beralih ke kursi di barisan depan. Zero duduk di sebelahnya.

"Baiklah. Kita mulai pelajaran tambahannya, ya. Ini akan berlangsung selama seminggu. Kuharap kalian tak akan bosan," kata Alfred sambil tersenyum. "Setidaknya kalian harus bersyukur karena masih diberi kesempatan untuk belajar tambahan. Di sekolahku dulu tidak ada yang namanya belajar tambahan. Guru-guru tidak ada yang peduli. Mau belajar, belajar. Kalau tidak, ya sudah. Beruntung sekali kalian."

Theo melirik Zero. Yang dilirik hanya memandang Alfred datar.

~The Bonds~

Pelajaran tambahan selesai tepat pukul lima sore. Sesaat setelah Alfred keluar kelas, Theo segera menghadap Zero. Sebelumnya Alfred meletakkan kunci kelas dimeja guru, karena Zero mengatakan ingin belajar sedikit lebih lama.

"Ucapanmu tadi belum selesai." Theo membuka pembicaraan. Zero yang baru saja menutup buku catatannya menoleh.

"Ada dua kemungkinan tentang siapa yang membiarkan pintu ruangan tak terkunci," ujar Zero. "Pertama, penjaga sekolah. Bisa saja ia lupa, tapi kemungkinan ini kecil, mengingat sudah menjadi rutinitasnya untuk mengunci seluruh ruangan di akademi. Jadi kemungkinan kedua, ada orang yang menggunakan ruang olahraga dan ia lupa menguncinya."

"Malam itu Pak Alfred memergoki kita," sambung Zero. "Ruang guru letaknya jauh dari ruang olahraga. Kalau pun Pak Alfred kembali ke kamarnya tidak akan melewati ruang olahraga—"

"Jadi apa yang ia lakukan malam itu?" pertanyaan Theo memotong ucapan Zero. "Sebenarnya aku bertanya apa malam itu ia belum mengunci ruang olahraga, dan ia menjawab belum. Padahal bukan tugasnya—"

Theo terdiam. Alisnya berkerut. "Tapi bisa saja Pak Alfred yang bertanggung jawab mengunci ruang olahraga, kan? Ia kembali ke ruang guru dan lupa menguncinya. Setelah pekerjaannya selesai, ia teringat bahwa ruang olahraga belum dikunci, sehingga ia kembali dan malah memergoki kita."

Zero memandang Theo datar. "Itu maksudku. Itulah kemungkinan kedua yang memiliki presentase ketepatan terbesar."

Theo nyengir, mengingat tadi ia memotong ucapan Zero.

"Pertanyaannya, kenapa Pak Alfred bertanggung jawab mengunci ruang olahraga?" tanya Zero. Theo diam. Sesaat kemudian ia menghela napas dan bersandar disandaran kursi.

"Ngomong-ngomong," Theo mengaitkan jari-jarinya dibelakang kepala. Ia menatap langit-langit kelas. "Apa yang harus kulakukan untuk memastikan ucapanmu waktu itu?"

"Ucapan yang mana?" tanya Zero, tak mengerti.

"Soal identitasku," jawab Theo. Zero langsung mengerti maksudnya. Ia memandang papan tulis di depan.

"Mana kutahu," ujar Zero pelan. "Mungkin kau bisa temui kepala sekolah."

Theo menoleh ke arah Zero. "Bagaimana kau tahu bahwa kau ...?"

Zero terdiam. Selintas memorinya memutar kejadian dihari itu. Hari dimana ia pertama kali mengeluarkan kekuatannya.

"Aku tak ingin membahas ini," putus Zero beberapa saat kemudian. "Jangan pernah mengungkit soal identitasku lagi, Theodore. Kupikir aku sudah pernah mengatakan padamu untuk menjaga rahasiaku."

Theo memandang Zero, setengah tak percaya. Ia mendesah. "Apa ada hal yang ingin kau lakukan?"

"Maksudmu?"

"Apa kau ingin balas dendam?"

Zero melirik Theo. "Apa untungnya bagimu mengetahuinya?"

"Yah, kau tahu kan, posisi kita ini sama. Kita adalah yang terakhir. Aku tahu kau sangat ingin membalas dendam. Kau serius dalam berpedang, sebagai ganti karena kau tidak bisa sembarang melatih kekuatanmu. Satu hal yang kuheran, kenapa kau menunjukkan kemampuanmu malam itu?"

Zero diam sejenak. Ia memandang Theo dan menjawab, "karena aku tahu kau mirip sepertiku."

Bersambung

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang