Bab Empat Belas

26 5 2
                                    


"Mana Theo?" Zellen Zelianna yang baru kembali dari toilet bertanya pada Hanna dan Louis yang sedang mengobrol di meja Louis.

"Dia bilang ada keperluan," sahut Hanna. Zellen mengambil tempat di sebelah Hanna, di hadapan Louis.

"Ada yang aneh dengannya." Celetuk Louis.

"Siapa? Theo?" Hanna menatapnya. Louis mengangguk.

"Kalian lihat plester dipipinya, kan? Dia bilang itu luka karena dia tak sengaja mencakar pipinya ketika tidur, tapi aku tahu dia berbohong."

Hanna terdiam sejenak. "Tentu saja. Kami juga tahu kalau itu bohong." Diikuti anggukan Zellen.

Louis menarik napas. "Sebenarnya semalam aku sempat terbangun karena ingin buang air kecil. Ketika itu, aku melihat kasur Theo dan Zero kosong. Dan aku punya dugaan kalau mungkin ... mereka berkelahi atau semacamnya. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, tidak ada alasan bagi mereka untuk berkelahi. Jadi kukira mereka duel pedang. Pagi ini, ketika melihat goresan dipipi Theo, aku jadi yakin. Itu bekas goresan pedang."

"Kemungkinan besar, semalam ada yang memergoki mereka berduel. Jadi sekarang mereka berdua disuruh menemui kepala sekolah," sambung Hanna sambil menatap ke arah tempat duduk Zero dipojok kelas yang tentu saja kosong.

"Tapi kenapa Theo menyembunyikan hal ini dari kita?" Tanya Zellen.

Louis angkat bahu. "Terkadang, ada beberapa hal yang tak bisa lelaki ucapkan."

Hanna dan Zellen langsung menatapnya aneh. Louis balas menatap mereka berdua. "Apa?"

"Memang kau pikir perempuan bisa mengatakan segalanya? Kami makhluk yang lebih mengutamakan perasaan," kata Zellen.

"Dan kami lebih mengutamakan logika. Pasti ada alasan kenapa Theo enggan memberitahu kita," balas Louis. Zellen memutar bola matanya.

"Tetap saja, kata-katamu tadi aku tak setuju."

"Iya, iya. Aku mengalah. Aku lagi tak ingin berdebat, oke?" Sahut Louis pasrah.

"Hei, sudahlah kalian. Lagi pula tak ada gunanya Theo menyembunyikannya."

Louis dan Zellen menatap Hanna. "Kenapa?"

"Karena mereka akan dihukum." Jawab Hanna yakin. Louis dan Zellen saling berpandangan, kemudian sama-sama mengangguk paham.

Sepertinya terjadi sesuatu ketika mereka berduel, batin Zellen, karena itu Theo belum siap memberitahukannya pada kami.

~The Bonds~

Baru beberapa langkah berjalan dari ruang kepala sekolah, Theo tiba-tiba berhenti dan berbalik. Zero yang berjalan di belakangnya ikut berhenti.

"Sebelum kembali ke kelas," kata Theo, "ada yang ingin kutanyakan."

Zero diam sambil menatap Theo. Dia sudah menduga apa yang akan ditanyakan Theo. Pasti tentang semalam.

"Siapa kau sebenarnya?"

Zero langsung tersenyum sinis. Tentu saja, dia tahu maksud pertanyaan ini. "Kalau kujawab, apa yang akan kudapat?"

Sebelum Theo membuka mulut, terdengar suara seorang lelaki dari arah belakangnya.

"Oh, kalian. Sudah bertemu kepala sekolah?"

Theo berbalik. Lelaki tersebut menghampiri mereka. Dia adalah wali kelas mereka, Alfred Reoz, yang memergoki mereka duel semalam.

"Ah ya, Pak." Sahut Theo. Alfred mengangguk.

"Lain kali jangan diulangi lagi, ya. Sekolah sudah memberi waktu khusus untuk berduel, dan itu lebih aman karena ada guru yang mendampingi. Apa belum cukup?"

"Maafkan kami."

"Tak apa-apa. Aku hanya sedikit kaget melihat murid-murid baruku melanggar aturan." Ujar Alfred. Alfred memang baru beberapa hari mengajar di sekolah mereka, karena itu dia menganggap bahwa Theo dan semua murid asuhan di kelasnya adalah 'murid baru' baginya.

Theo tersenyum merasa bersalah, sementara Zero tetap memasang tampang dinginnya. Alfred pun menepuk bahu Theo dua kali, kemudian segera beranjak pergi, meninggalkan Theo dan Zero di koridor depan ruangan kepala sekolah yang sepi. Theo sempat memandang kepergian Alfred, namun segera beralih ke arah Zero ketika ia hendak beranjak.

"Kau belum menjawab pertanyaanku tadi." Cegah Theo.

Tanpa menoleh, Zero menyahut, "Haruskah?"

Theo terdiam sejenak, menatap Zero curiga. "Mungkinkah kau ..."

Pedang hitam milik Zero kembali terbayang dibenaknya.

"... kau bukan orang biasa, kan?"

Zero masih tetap diam tanpa menoleh ke arah Theo. Ekspresinya datar, sulit mengetahui apa yang dipikirkannya saat ini.

"Kau sendiri?" Zero balik bertanya. Ia menoleh ke arah Theo. "Siapa kau?"

Bersambung

[Author]

Bab Empat Belas, selesai! Gimana menurut kalian? Krisarnya, please? Di-vomment eaa. Jangan lupa sebarkan ke orang-orang tentang cerita ini!

Terima kasih telah membaca!

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang