Razazel memandu Theo menuju gedung sekolah. Theo tetap diam selama perjalanan. Ia memutuskan untuk bertanya jika sudah tiba di tempat tujuan.
Mereka terus berjalan hingga tiba di ruang kepala sekolah. Razazel membukanya dengan kunci yang dari sakunya, kemudian setelah mereka berdua masuk, Razazel menguncinya kembali. Razazel beranjak mendekati lemari kayu berisi buku-buku dan arsip-arsip yang menempel didinding. Theo memperhatikan. Razazel mendorong salah satu buku yang berada disudut kiri atas lemari. Mendadak lemari tersebut bergerak maju beberapa senti, kemudian bergeser dan memperlihatkan sebuah lorong dengan pencahayaan remang.
"Ikut aku," Razazel segera memasuki lorong tersebut. Theo yang masih takjub langsung mengikuti. Razazel menekan sesuatu didinding lorong, menyebabkan lemari kembali pada posisi semula, menutup jalan keluar-masuk lorong. Theo menatapnya tak percaya.
"Kita aman di sini," ucap Razazel sambil melangkah ke dalam. Theo mengikuti dari belakang. Lorong melingkar itu ternyata memiliki tangga yang menurun. Razazel dan Theo terus berjalan sampai tiba di sebuah ruangan di ujung tangga. Theo memandang ruangan tersebut.
Ruangan itu kecil, hanya sekitar 5x5 meter. Dinding-dindingnya terbuat dari batu. Pencahayaannya remang, dan suhu di sana cukup dingin. Seperti penjara kecil di bawah tanah. Namun di sana terdapat beberapa kotak kayu yang tak bisa ditebak apa isinya.
Razazel duduk di atas salah satu kotak dan mempersilakan Theo duduk di kotak lain. Theo yang masih bingung segera duduk.
"Jadi, kau pasti bertanya-tanya apa maksud dari semua ini?" Razazel membuka pembicaraan. Theo mengangguk. Razazel menghela napas, berat. "Seharusnya aku menemuimu lebih cepat, Theo. Maaf karena tiba-tiba membangunkanmu. Dan ... di sini cukup dingin. Aku menyesal karena tak dapat menyediakan sesuatu yang hangat."
Theo tertawa canggung. Sesuatu yang tiba-tiba ini membuatnya tak tahu harus bagaimana. Razazel masih memandangnya, seakan sedang menyusun kalimat yang tepat untuk diucapkan.
"Aku ... tak menyangka kau juga seorang Lement," ujar Razazel akhirnya. Ia tersenyum tipis.
"Oh? Sebenarnya ... aku juga baru tahu," sahut Theo. "Bagaimana mungkin kekuatan itu baru muncul?"
"Berapa usiamu?" tanya Razazel.
"17."
"Jadi begitu," gumam Razazel. "Lement pertama mendapatkan kekuatannya sejak kecil. Aku mendapat kekuatanku diusia 12. Dan kau mendapat kekuatanmu diusia 17. Apa kau mengerti polanya, Theo?"
Theo berpikir sejenak. "Itu ... seperti bertahap."
Razazel mengangguk. "Lement pertama mendapatkannya sejak usia anak-anak. Aku mendapatnya ketika beranjak remaja. Dan kau mendapatnya ... diusia yang menjadi titik balik kedewasaan seseorang. Abad yang akan datang pun pasti begitu."
Theo manggut-manggut. Kemudian ia menyadari sesuatu. "Darimana Anda tahu bahwa aku juga seorang Lement?"
Razazel diam sejenak. Sejak awal, kebimbangan dan penyesalan seakan bercampur dalam dirinya. "Semua ini berhubungan, Theo. Ada benang kusut tak kasatmata yang menghubungkan kejadian disekitarmu dan dimasa lalu. Kau mungkin tak sadar bahwa ada banyak pertanyaan yang mengelilingimu. Sekarang aku akan menjelaskan semuanya."
"Aku sudah tahu bahwa Zero adalah anggota terakhir klan Hadows yang tersisa. Aku juga tahu bahwa kau adalah Lement terakhir. Aku bisa merasakannya, Theo. Pengalamanlah yang membuatku tahu identitas kalian. Sejak bertemu kalian hari itu, aku tahu bahwa kalian memang berbeda. Tapi aku tak menyangka keponakanku juga seorang Lement."
"Maaf?" ulang Theo, memastikan ia tak salah dengar. Razazel tersenyum. Ada guratan kesedihan diwajahnya.
"Ya, Theo. Aku pamanmu."
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bonds
FantasyMurid baru itu mencurigakan, tapi peristiwa yang terjadi hampir 20 tahun yang lalu lebih mencurigakan. Banyak misteri yang tersimpan setelahnya, namun hingga saat ini tidak ada yang tahu kebenaran dibalik semua itu. Awalnya Theo tidak tahu tenta...