Bab Sepuluh

23 5 3
                                    

Theo Zword melangkah masuk ke kamarnya. Sebelumnya Louis dipanggil ketua asrama, entah apa yang sedang dibicarakan. Karena itu Theo memutuskan ke kamar terlebih dahulu.

"Mana yang lain?" gumam Theo ketika melihat kamarnya kosong. Theo angkat bahu, lalu mengambil handuk dan pakaiannya dari lemari. Ia berjalan menuju kamar mandi, namun menyadari bahwa ada seseorang di dalamnya.

Kupikir tak ada orang, Theo bersandar pada dinding sambil menunggu orang tersebut selesai mandi.

Theo memejamkan matanya sambil bersedekap. Tiba-tiba ia teringat duelnya dengan Zero yang berakhir seri karena dihentikan oleh Hudson.

"Aku hanya ingin melihat kemampuannya. Ternyata lumayan juga. Terima kasih, Zword." ucapan Hudson terngiang ditelinganya.

Zero banyak menyerang, tapi agak kurang dipertahanan. Seharusnya ia mulai memfokuskan latihan dipertahanan. Theo menghela napas. Tapi yang kulihat, ia terus saja berlatih menyerang. Seperti ... ia terobsesi untuk mengalahkan sesuatu.

Terdengar suara kunci pintu dibuka dari dalam kamar mandi. Theo menoleh, ketika orang tersebut keluar dari kamar mandi.

Zero melangkah keluar dengan handuk tersampir dibahu kirinya. Kacamatanya terlihat berembun, namun Theo masih bisa menyadari kalau Zero sedang meliriknya.

Zero melangkah melewati Theo. Ketika Theo hendak berjalan memasuki kamar mandi, Zero membuka mulut.

"Hei, Zword."

Theo terhenti dan menoleh. Zero tak berbalik ke arahnya.

"Mau melanjutkan duel tadi?"

~The Bonds~

Theo menyentuh gagang pintu ruang olahraga. Perlahan ia mendorongnya dan tertegun. Tidak dikunci? Theo segera melangkah masuk ke dalam dan menutup pintu kembali.

Sejak kecil, Theo langsung tertarik pada pedang setelah ibunya memperlihatkan pedang yang jadi warisan ayahnya. Theo terus berlatih pedang, baik sendirian atau ditemani ibunya. Ia sangat menyukai pedang dan ingin sekali mengasah kemampuannya. Karena itu ia masuk ke Axandemme, satu-satunya sekolah di Zebony yang memiliki pelajaran keterampilan berpedang. Latihan yang terus dijalaninya sejak kecil, membuatnya bisa menjadi yang terbaik dalam hal berpedang di sekolah. Bahkan Hudson pun mengakui itu, Theo seimbang dengannya meski pun masih muda.

Theo berjalan ke tengah ruangan. Lampu-lampunya tidak dinyalakan, namun Theo masih dapat melihat sekitar karena cahaya rembulan masuk melalui jendela kaca tertutup di atap. Tidak ada yang memakai ruangan ini malam hari, kecuali jika ada kompetisi olahraga dan mengharuskan murid-murid berlatih hingga malam. Theo tahu jika ia memasuki ruangan ini tanpa izin, ia akan kena masalah. Tapi ...

Tiga jam yang lalu.

"Mau melanjutkan duel tadi?"

Theo menatap Zero sejenak. "Boleh saja. Kapan?"

"Malam ini juga."

Theo sedikit tertegun melihat Zero yang menoleh ke arahnya, untuk pertama kali dengan senyum sinis tersungging dibibirnya.

"Kau tahu, kita akan kena masalah jika—"

"Kau mengakui akhir duel yang menggantung seperti tadi?"

Theo menatapnya serius. "Tentu saja tidak, tapi—"

"Kalau begitu datanglah ke ruang olahraga jam 12 nanti." Zero kembali menatap lurus dan berjalan. "Jika kau berani."

Entah apa yang membuat Theo akhirnya meladeni ajakan Zero. Mungkin karena tatapannya yang berbeda pada Theo, mungkin karena senyum sinisnya, mungkin karena ia merasa duelnya memang belum berakhir, mungkin karena ia terpancing, mungkin karena ... entahlah. Tapi satu hal yang pasti, Theo benar-benar ingin mengalahkan Zero malam ini juga.

Tiba-tiba, terdengar langkah kaki seseorang dari seberang ruangan. Theo menatap lurus ke arah orang itu. Perlahan, wajah orang itu mulai terlihat diterangi sinar rembulan.

Zero melemparkan sebuah pedang ke arah Theo. Theo menangkapnya dan tertegun melihatnya.

"Hei, ini kan—"

"Tenang saja. Aku tidak menantangmu duel sampai mati—aku tak mau mati sia-sia begitu saja." ucap Zero, dengan nada santai. "Kita buat perjanjian bahwa duel akan berakhir ketika salah satu dari kita tersudut."

Theo memandang pedang asli ditangannya itu sekali lagi. Bentuknya, beratnya ... ini benar-benar berbeda dari pedang yang digunakan selama latihan. Namun bukan berarti Theo tidak bisa menggunakannya.

"Bagaimana, Theo Zword?"

Bersambung

[Author]

Bab Sepuluh, selesai! Gimana menurut kalian? Krisarnya, please? Jangan lupa vomment, yaa. Terus sebarkan ke orang-orang tentang cerita ini~

Terima kasih telah membaca!

The BondsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang