"Aku ingin menarik ucapanku yang mengatakan kalau kamu sempurna. Ternyata, kepribadianmu yang membuatnya cacat."
***
Ada saatnya seseorang harus berpura-pura bahagia. Berpura-pura semua baik-baik saja, menjalani hidup tanpa cela di mata orang lain. Tetap berusaha tersenyum walau banyaknya belati yang sudah menancap tepat di ulu hati.
Begitu yang dirasakan Readinata. Banyak orang mengaguminya, membicarakannya, menoleh ke arahnya karena sekilas dia terlihat sangat sempurna.
Siapa yang tidak tahu tentangnya? Artis muda berbakat, penyanyi yang sudah mengeluarkan single recycle di usia 16 tahun. Terlahir dari keluarga mapan terpandang, ayahnya pengusaha di bidang kuliner dan salah satu pembisnis property. Lalu kakaknya terkenal dengan wajah tampan sempurnanya, di usia muda sudah memiliki kafe ternama dan dibangun dengan uang tabungannya sendiri.
Seperti sekarang, seluruh mata menatapnya takjub. Readinata meneliti tubuhnya sendiri di depan kaca lalu mengoleskan lotion pada tangan dan kakinya dengan gerakan sensual. Semua dia lakukan atas instruksi dari sang sutradara. Kemudian setelah lotionnya merata, ia mengenakan baju seragamnya dan tersenyum sumringah di depan kaca, ia hendak berangkat sekolah. Ah, hampir lupa ... ia harus membawa lotion-nya ke dalam tas, lalu berangkat sekolah dengan wajah dan tubuh berseri bersih.
"Cut!"
Semua kru yang berada di dalam bertepuk tangan, mereka memuji acting sederhana Readinata. Hanya dengan sekali take dan instruksi dari sutradara, ia mampu melakukannya tanpa kesalahan.
Aura yang menguar berwarna-warni di pandangan Readinata, menghasilkan hawa hangat yang positif di tubuhnya, membuatnya semangat dengan shoot kali ini.
Rea bergegas menghampiri layar monitor. Ia menyibakkan rambut panjangnya ke belakang. "Ada cacat gak, Om?" tanyanya pada sutradara berusia sekitar tiga puluhan yang duduk santai sambil menyesap kopi Cappucinno.
Haykal menggeleng takzim. "Gak ada sama sekali, gak salah tim kami memilih kamu jadi ambassador. Shoot kali ini tanpa celah," puji om Haykal sembari mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Rea tersenyum tipis, menyambut uluran tangan dari om Haykal selaku sutradara yang sudah memilihnya dalam job iklan hand & body lotion ini. "Udah tugas Rea, Om. Rea beruntung bisa bantu."
"Mana manajer kamu?"
"Ada, hem ... itu, Kak Jasmin duduk di ujung lagi ngobrol sama Mbak Cen yang tadi ngemake-up aku," ujarnya, sembari menunjuk ke arah Jasmin yang melambaikan tangan ke arahnya.
Om Haykal mengangguk mantap. "Kamu gak sekolah nih, shooting pagi kayak gini?"
"Sekolah dong, Om. Aku udah izin tadi sama wali kelas," sahutnya, ia berjalan menghampiri Jasmin diikuti Haykal di sampingnya.
"Lho, kemarin kata anak buah saya kamu home schooling?"
Rea menggeleng samar sambil tertawa ringan. "Udah enggak, Om. Bulan kemarin pas kenaikan kelas ikut pindah Ayah, dia ada proyek di daerah BSD, jadinya sekeluarga pada ke Jakarta, kebetulan kafenya kak Zennan di sini juga."
"Bagus, dong. Apa kabarnya kakakmu itu?"
Ditanya seperti itu, Rea hanya bisa tersenyum tipis. Tak banyak yang tahu kalau hubungannya dengan kakaknya itu tidak pernah akur. Tampak berpikir sejenak, ia menatap ragu Haykal. "Zenan baik-baik aja, makin ganteng malahan." Akhirnya, kalimat itu yang keluar dari bibir tipisnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satintail
ParanormalBisakah aku memohon padamu untuk tidak bertindak selayaknya angin? Jangan seperti angin yang mudah datang dan mudah pergi Karena aku takut seperti ilalang yang hanya bisa melambai saat angin memilih pergi Ilalang yang pasrah menatap kepergian angin...