{Chapter 22} More than you think

8.4K 791 85
                                    

"Besok aku akan pulang, eh?"

Daniel menoleh kearahku, dia menganggukan kepalanya sembari tersenyum. "Ya. Besok kita akan pulang ke Toronto. Lebih tepatnya kau pindah ke rumah sakit Toronto."

Aku menekuk wajahku mendengarnya. Ini bukan sepenuhnya pulang.

"Pindah kerumah sakit Toronto? Ah, ayolah, Dan. Aku ingin pulang kerumah. Aku sudah merindukan rumah. Merindukan Arina juga. Mungkin dia sedang kesepian disana karena ibuku melarangnya datang kemari."

"Kau akan kembali ke rumah setelah kau sembuh, okay Princess?"

Aku memasang ekspresi tidak senang kepada Daniel. Daniel terkekeh sebentar sebelum akhirnya tersenyum dan mencubit pipiku pelan.

"Kau terlihat menggemaskan seperti itu. Omong-omong, Hari ini adalah hari terakhir kita di London. Jadi apakah kau ingin membeli sesuatu disini? Makanan khas London?"

"Aku ingin pasta!"

"Sayang, pasta bukanlah makanan khas London."

"Biarkan saja. Aku tetap ingin pasta." Rajukku

Daniel menyerah. Dia segera mengeluarkan iPhone dari sakunya dan mulai menghubungi seseorang. Kurasa dia sedang melakukan delivery.

Detik selanjutnya, Daniel menerima telepon dari seseorang. Dia segera menghindar dariku ketika menerima telepon itu. Aku hanya menatapnya dengan tatapan curiga.

Tak berselang lama, Daniel kembali dengan wajah yang terlihat muram.

"Apa yang terjadi, Dan? Kenapa kau tiba-tiba berwajah muram?"

"Tidak ada apa-apa, Azzalia. Aku hanya sedikit kelelahan."

"Kau bisa beristirahat jika kau merasa lelah."

"Tidak, tidak. Aku sudah merasa sedikit lebih baik."

"Kau yakin?"

"Tentu saja."

Aku terus memandangnya dengan curiga tapi Daniel terlihat biasa saja.

"tunggu sebentar, aku harus ke kamar mandi." Ujarnya. Aku hanya menganggukan kepalaku sebagai jawabannya.

Aku berusaha menghilangkan rasa bosanku dengan cara berbaring. Sesekali pandanganku tertuju kearah tv yang sedang menyala.

'Drrtt drrttt'

Sebuah getaran halus mengagetkanku. Getaran itu berasal dari iPhone milik Daniel. Penasaran, aku segera meraih ponsel itu untuk menemukan apa penyebab ponsel ini bergetar.

'Daniel, kau tidak bisa membatalkan meeting ini begitu saja. Ini penting, Daniel! Ini sebuah kesempatan besar untuk memajukan penerbitanmu. Kau harus hadir karena ini menentukan masa depanmu'

Aku terdiam membaca pesan ini. Ternyata Daniel berusaha membatalkan meetingnya tanpa sepengetahuanku.

Entah apa yang ada di fikiran si keledai itu, Daniel memang bodoh. Dia berusaha membatalkan meetingnya yang penting. Daniel bodoh!

"Kenapa kau membatalkan meetingnya, Dan? Kenapa kau tidak mengatakan ini padaku?" Tanyaku ketika Daniel kembali. Daniel hanya memandangiku dengan heran sebelum akhirnya mengerti dengan apa maksudku.

"Aku tidak bisa, sayang. Meeting  berlangsung malam ini dan aku tidak bisa meninggalkanmu disini."

"Daniel, jangan kekanak-kanakkan. Ini demi kemajuan Smith's Publishing. Pekerjaanmu akan kacau jika kau membatalkannya"

"Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian disini.  Aku terlalu mengkhawatirkanmu."

Aku segera menarik tangan Daniel. Menggenggamnya dengan lembut. "Aku baik-baik saja, Dan. Jangan khawatirkan aku." Harus kuakui bahwa aku merasa sangat sedih jika Daniel pulang ke Toronto terlebih dahulu. Tapi ini lebih penting dari apapun karena semua ini tentang masa depannya.

Oops! Maybe I Love My Husband 2 (Zayn Malik Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang