part 23

4.1K 171 8
                                    

Begitu sampai di kelasnya beberapa murid langsung mengerubungi Aleya, meminta kepastian atas gosip yang mereka dengar. Aleya hanya tersenyum mendengar pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari mulut mereka. Ia berjalan menuju mejanya, duduk dan termenung.

“Udah sanaa, jangan pada nanya-nanya kepo banget.” Ujar Della berusaha menghadang mereka untuk menyusul Aleya ke mejanya

“Kepo kan tanda kita care tau,”

“Tapi waktunya ga tepat.”

“Aleya mana?” Tanya Ravi dari depan pintu kelas ia baru kembali dari kantin, matanya menyusuri setiap sudut kelas dan menemukan Aleya di mejanya. Baru saja Ravi ingin menghampiri Aleya, lengannya ditahan oleh seseorang

“Mau ngapain Rav?” Tanya Naina

“Gue cuma mau ngomong bentar.” Setelah itu Ravi berjalan kearah Aleya dan duduk di sampingnya

“Le,” Aleya tidak merespon panggilan dari Ravi, kemudian Ravi mencoba memanggilnya kembali sambil menyentuh bahu Aleya

“Aleya,”

“Ehm, iya Rav ada apa?” Ucapnya sambil tersenyum kearah Ravi

'Masih bisa senyum ternyata' -batin Ravi

“Gue cuma mau bilang, apa yang lo liat, apa yang lo denger belom tentu sebuah kebenaran. Jadi jangan cepat menyimpulkan, oke!”

“Iya Rav,”

“Udah bel, belajar yang bener jangan bengong mulu.” Ujar Ravi sambil mengacak-ngacak Rambut Aleya

“Hehehe beres boss!” Ujar Aleya sambil hormat kepada Ravi, Ravi tersenyum melihatnya. Kemudian dia kembali ke bangkunya

'Tersimpan kepedihan di balik senyum lo, gue tau itu'

.

.

.

Lima menit lagi, lima menit lagi bel istirahat kedua akan berbunyi. Aleya duduk dengan gelisah di bangkunya, ia bimbang antara menemui Alfath atau tidak. Kegelisahannya tidak luput dari pandangan Intan, akhirnya Intan memutuskan untuk bertanya.

“Lo kenapa sih? Gelisah banget.” Ucapnya sambil berbisik

“Eh? Aku gapapa ko tan,”

“Boong, kalo ada yg mau lo omongin, omongin aja.”

“Tadi pagi Al minta aku buat ke taman belakang pas istirahat kedua. Nah aku bing--”

“Dateng.” Ucap Intan memotong omongan Aleya

“Aku kan belom selesai ngomong Tan,”

“Udah pokonya lo harus dateng. Dia pasti mau ngejelasin apa yang terjadi sekarang.”

“Tapi aku takut, aku takut apa yang bakal keluar dari mulutnya tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan.”

“Terkadang tidak semuanya berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, adakalanya semua berjalan sesuai dengan alur yang sudah ditentukan dan alur itu tidak seperti yang kita harapkan.”

“Baik, aku mengerti. Makasih ya Tan,”

“Sama-sama,”
~

Suasana begitu sunyi keduanya terdiam, larut dalam pikirannya masing-masing. Tidak ada yang berbicara selama dua menit, hanya hembusan angin yang mengisi kesunyian ini. Hingga Aleya yang lebih dulu berbicara.

“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan Al?”

“Aku mau minta maaf,”

“Minta maaf untuk apa?”

“Malam itu, saat kita baru saja pulang. Di ruang tamu sudah ada keluarga Cindy, kau ingat?”

“Iya aku ingat.”

“Orang tua Cindy bilang kalo sudah 1,5 tahun Cindy mengidap penyakit leukimia, menurut dokter hidupnya hanya tinggal beberapa bulan saja. Mereka ingin membahagiakan Cindy, mereka juga bilang Cindy akan bahagia jika aku bersamanya. Orang tuanya menangis dan memohon kepadaku untuk membantu membahagiakan Cindy.

Mereka memintaku untuk menikahinya itu cara mereka untuk membahagiakan Cindy. Aku, ayah dan bunda tidak langsung percaya mengenai penyakit Cindy, tapi mereka memberikan hasil pemeriksaan kesehatan Cindy kepada ayah. Tapi aku tetap tidak percaya, bahkan aku sempat berdebat mempertahankan kebahagianku yaitu kamu.

Karena aku sudah lelah, akhirnya aku bilang aku akan mempertimbangkannya. Semalam ayah dan bunda memintaku memberi keputusan, mereka memintaku untuk membantu. Aku sudah memirkannya dan aku memutuskan untuk....” Tak terasa air mata Aleya meluncur deras dari kedua bola matanya mendengar penjelasan Alfath, ia hanya mendengar tanpa mampu berucap

'Ku mohon jangan katakan.. Aku, aku tidak sanggup... Semuanya, terasa begitu menyakitkan'

“Dan aku memutuskan untuk membantunya.” Al menunduk saat mengucapkannya. Air mata Aleya turun lebih deras lagi mendengar ucapan Alfath

“Tapi dengarkan aku, aku terpaksa menerimanya sayang. Aku tidak tega melihat tante Maura begitu tersiksa. Aku, aku melakukan ini untuk menyelidiki semuanya, tolong.. Tolong jangan tinggalkan aku. Ku mohon bersabarlah, tunggulah aku, aku akan menyelesaikan semuanya. Aku berjanji setelah semuanya selesai, kita akan bersama lagi. Aku berjanji aku tidak sampai menikahi Cindy, aku akan menyelidiki ini sebelum hari pernikahan itu.”

'Bukan, bukan aku yang akan meninggalkanmu. Tapi kau Al, kau yang meninggalkanku. Harus berapa lama aku menunggumu? Harus berapa lama aku bersabar? Bukankah aku terlihat seperti seseorang yang jahat? Mengharapkan calon suami orang lain bahkan, disaat perempuan itu sakit aku masih mengharapkanmu. Akankah kau kembali? Siapa yang bisa memastikan hatimu tetap untukku, ketika kau selalu bersama gadis lain? Bukankah Cinta tumbuh karena terbiasa? Siapa yang bisa memastikan benih-benih cinta itu tidak tumbuh lagi di hatimu? Sanggupkah aku melihatmu dengannya?'

Hening.

“Aleya ku mohon katakanlah sesuatu.”

“Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Jangan berjanji jika kau tidak bisa menepatinya. Jangan pikirkan aku, kembalilah jika hatimu memang masih untukku.” Setelah mengucapkan itu Aleya pergi meninggalkan Alfath di bangku taman itu dengan berurai air mata

“Pasti. Aku pasti kembali. Dan aku pastikan hati ini tetap untukmu. Tunggu aku sayang.” Ucap Al setelah itu dia berjalan menuju kelasnya

***

“Oke, gue yakin kalian udah denger gosip yang beredar tentang Al dan Cindy yakan?” Intan, Naina, dan Adella mengangguk menjawab pertanyaan Rico. Sedangkan Bara dan Alfath hanya diam

“Al, jelasin ke kita SEMUANYA.” Tegas Intan

Saat ini mereka semua sedang berada di rumah Rico. Al menjelaskan semuanya mulai dari kedatangan keluarga Cindy sampai kejadian di taman tadi.

Reaksi Intan, Naina, dan juga Adella tidak jauh berbeda ketika Alfath bercerita kepada Bara dan Rico. Terkejut dan tidak percaya.

“Ailah sumpah gue berasa lagi nonton sinetron tau ga.” Ucap Naina, semuanya menatap kearahnya

“Oke sorry. Jadi sekarang apa?”

“Berhubung dua minggu lagi kita UN, kita fokus dulu ke UN. Setelah itu baru kita mulai rencana kita.”

“Ga bisa. Itu buang-buang waktu. Kita mulai rencananya besok.”

“Gue setuju sama Bara, ga mungkin kita ngelakuin rencana kita dalam waktu dekat ini. Kita harus fokus dulu sama UN.”

“Tapi--”

“Gue juga setuju, kita rencanain dulu mateng-mateng. Ini demi kebaikan semuanya Al.”

“Oke fine.”

“Nah, jadi apa rencananya?”

Haiii vote dan commentnya yaaaaa ;)
Makasihhh :*

Terlambat? ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang