Pagi harinya Alfath ke kamar Mira untuk menanyakan Alamat rumah Aleya di kampung. Sudah beberapa hari ini Mira sakit, jadi dia hanya di kamar saja.
"Bi Mira, saya masuk ya?" Tanya Al di depan pintu sambil mengetuk pintu kamar Mira
"Iya Tuan, masuk saja." Jawab Mira dari dalam kamar. Setelah diizinkan Al pun langsung masuk ke kamar Mira.
"Belum sembuh bi?"
"Ya begitulah tuan,"
"Kita ke dokter saja bi."
"Tidak usah tuan, saya tadi sudah minum obat warung. Ada apa ya tuan?"
"Saya mau nanya alamat rumah Aleya di kampung bi, bibi tau kan?"
"Tau tuan, buat apa ya tuan kalau saya boleh tau."
"Rahasia. Tolong catatkan bi di kertas ini." Tanpa banyak tanya lagi Mira menuliskan alamat rumah Aleya di kertas itu dan segera menyerahkannya kepada Alfath
"Ini tuan, tapi hari ini sedang--"
"Makasih ya biii! Cepet sembuh bi Mira!" Ucap Al sambil berlalu pergi. Padahal ada sesuatu hal yang penting yang ingin ia sampaikan. Alfath sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Aleya.
Perjalanan menuju kampung Aleya cukup melelahkan walaupun cuma beberapa jam. Beberapa kali Alfath turun dari mobilnya untuk menanyakan alamat itu. Sampai akhirnya ia sampai di sebuah Rumah sederhana.
Dari luar ia bisa liat di dalam rumah itu cukup banyak orang, ada janur kuning juga.
Kok banyak orang? Ada janur kuning juga, siapa yang nikah? Gue salah rumah kali ya?
Ia pun bertanya kepada salah satu warga yang sedang duduk di bangku yang sudah disediakan di depan rumah.
"Bu maaf, numpan tanya ini bener rumahnya Ibu Suci?"
"Iya mas benar, masnya bukan orang sini ya? Ganteng banget si masnya hehe."
"Hehe bisa aja si ibu, iya saya dari Jakarta bu. Ngomong-ngomong ini siapa yang lagi nikahan bu?"
"Oalah dari Jakarta. Itu si Aleya sama Agus."
Alfath POV
Deg.
Dadaku bergemuruh, sekujur badanku terasa lemas mendengar apa yang ibu itu katakan. Aku tak percaya. Aleya, kekasihku dipersunting orang lain? Ya tuhann.....
Dia? Menikah dihari ini? Hari dimana satu tahun lalu aku menyatakan perasaanku padanya. Tubuhku limbung, aku bersandar pada bangku yang ada di hadapanku. Aku memejamkan mataku menahan rasa sakit yang begitu menyesakkan, seperti ratusan pisau menancap tepat di jantungku.
Sakit. Sakit sekali. Aku hancur.
"Mas, eh masnya kenapa ini?"
Ibu itu bertanya padaku, aku kenapa? Lantas apa yang harus ku jawab? Haruskah aku berteriak padanya bahwa yang di dalam adalah Aleya, kekasihku?! Haruskan aku berteriak padanya bahwa gadis yang di dalam adalah milikku?! Haruskah..? Mati-matian ku tahan air mata yang hampir turun ini. Mati-matian ku tahan rasa sakit yang terus menggerogotiku.
"Saya tidak apa-apa bu." Ucapku sambil memaksakan sebuah senyuman
Ku tatap lagi rumah itu, perlahan aku mencoba melangkahkan kakiku untuk mendekat, semakin dekat hingga aku sampai di ambang pintu. Tidak ada yang menyadari keberadaanku. Bahkan gadisku pun tidak menyadarinya. Masih pantaskah aku menyebutnya sebagai gadisku? Tapi apa yang ku dapat? Beberapa kalimat yang terucap itu seperti menyambut kedatanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlambat? ( Completed )
Teen Fiction"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Jangan berjanji jika kau tidak bisa menepatinya. Jangan pikirkan aku, kembalilah jika hatimu memang masih untukku."