Tiga bulan sudah Aleya berada di kampungnya. Sudah tiga bulan juga Alfath tersiksa karena tidak adanya Aleya di dekatnya ditambah dengan adanya keberadaan Cindy. Rencana pun sudah dijalankan sejak beberapa bulan yang lalu.
Keadaan Aleya pun tidak jauh berbeda dengan yang Alfath rasakan. Walaupun ia dikelilingi sahabat-sahabatnya tetap saja ia merasakan ada sesuatu yang kurang.
Ia mencoba untuk melupakan Alfath. Tidak, bukan untuk selamanya tapi hanya sejenak. Sejenak melupakan masalahnya, dan sejenak melupakan Alfath dengan cara mencari kesibukan lain yaitu bersama teman-temannya.
Alfath akan tetap ada di hatinya. Ia akan menunggu. Entah sampai kapan, tapi untuk saat ini belum mencapai batasnya, ia masih setia untuk menunggu. Rasanya ingin sekali untuk berhenti, membiarkan seseorang masuk dan menggantikan Alfath. Dan membiarkan Alfath menjadi sumber kebahagiaan Cindy. Rasanya tidak pantas mengharapkan calon suami orang, tapi.... Ah sudahlah.
Sampai saat ini Alfath belum menghubunginya untuk memberi kepastian. Aleya berpikir Alfath sudah tidak perduli lagi kepadanya, ia berpikir Alfath sedang bersenang-senang dengan Cindy dan melupakannya. Aleya juga berpikir mungkin mereka sudah menikah. Tapi kenyataannya tidak, itu semua hanya ada di fikiran Aleya.
Terkadang ia berpikir apa yang ingin dilakukan Alfath terhadap Cindy? Menyelidiki tentang penyakit yang diderita Cindy? Toh itu percuma hasil pemeriksaan itu sudah menjawab semuanya. Apalagi yang perlu diselidiki?
Memang saat ini Alfath dan Cindy sedang mempersiapkan acara pernikahan mereka. Alfath ingin menolak tapi ia sudah terlanjur menyetujuinya. Lelaki itu ucapannya yang dipegang, begitu menurut Alfath. Persiapan acara pernikahan mereka sudah hampir selesai tinggal menyebarkan undangan saja.
Dua minggu lagi, dua minggu lagi acara itu akan terlaksana. Tapi sampai saat ini rencana yang sudah ia dan teman-temannya jalankan belum membuahkan hasil masih dalam proses. Ia menjadi ketar-ketir memikirkan hal itu, berharap semuanya akan berjalan lancar sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan.
Agus. Sudah beberapa kali ia menyatakan Cintanya kepada Aleya tapi gadis itu tidak menerimanya, mungkin belum. Seseorang yang sudah ia anggap seperti abangnya sendiri ternyata menaruh hati kepadanya. Walaupun mereka masih sering bertemu tetap saja keadaannya sudah tidak seperti dulu, sekarang mereka jadi sedikit canggung.
Agus akan terus berusaha membuat Aleya membalas perasaannya. Akan terus berusaha sampai ia sendiri merasa lelah dan kemudian menyerah dengan sendirinya.
..
.
Lima hari sebelum pernikahan...
Semua persiapan menjelang pernikahan sudah selesai. Undangan sudah disebar, pakaian yang akan dipakai pun sudah siap.
Sore ini Naina, Della dan juga Cindy akan bertemu di sebuah kafe. Mereka akan mengobrol banyak sebelum Cindy menjadi istri orang nantinya.
Cindy datang ke kafe itu dengan wajah berseri-seri ia tidak sabar menanti hari itu, hari dimana ia akan menjadi istri Alfath. Naina dan Della sudah menunggu di salah satu meja dekat jendela. Cindy pun menghampiri mereka.
"Haii girlsss!!" Sapanya sambil cipika cipiki
"Haii Cinn!"
"Wih muka lo berseri-seri banget."
"Iya donggg.. Gue kan bentar lagi bakal jadi nyonya Raharjo."
"Iya Cin muka lo seger bangett kaya orang gak sakit."
"Yaiyalah. Gua kan emang ga sakit, eh?" Ucap Cindy keceplosan sambil menutup mulutnya
"Maksud lo?" Tanya Della dan Naina bersamaan
"Bu- bukan apa-apa."
"Ayolah Cin masa udah mau nikah masih gamau jujur sama kita,"
'Aduh pake keceplosan lagi. Gue harus ngomong apa nih? Jujur aja kali ya?'
"Ehm.. Sebenernya gue ga sakit."
"Maksud lo, soal penyakit lo yang leukimia, itu cuma ngada-ngada?"
"Iya."
"Sumpah?! Gila, bokap nyokap lo tau?"
"Tau. Bahkan mereka bantuin gue nyogok pihak rumah sakit buat palsuin surat hasil pemeriksaan itu."
"Anjrit gila lo ... Sumpahh ide lo keren jugaa!!"
"Hahaha Iyalah Cindy gitu apasih yang gue ga bisa." Ucapnya bangga
"Hahaha pantesan lo cantik-cantik aja, kan biasanya orang sakit pucet gitu kaya mayat."
"Sialan, enggalah gue mah selalu cantik."
"Kok lo baru bilang sih Cin? Kemaren-kemaren kenapa ga ngomong?"
"Gue masih ragu sama kalian."
"Wah parah!!"
"Yaudah sih kan sekarang lo pada udah tau juga."
"Iyadah.. Yaudah pesen dulu deh, tadi gue sama Naina udah pesen duluan."
"Oke. Mba, mba!" Panggilnya, Cindy pun memesan makanan dan minuman yang ingin ia santap
Cindy, Della, dan Naina berada di kafe itu selama beberapa jam. Mereka mengobrol apa saja yang bisa dijadikan bahan obrolan. Setelah itu mereka lanjut pergi ke sebuah mall untuk berbelanja.
Tidak terasa saat ini sudah pukul 9 malam, Cindy, Della, dan Naina memutuskan untuk pulang. Karena Cindy tidak bawa mobil, Della dan Naina mengantarkan Cindy ke rumahnya. Sementara Della akan menginap di rumah Naina.
***
Baru saja Alfath ingin tidur, ponselnya berdering menandakan ada pesan yang masuk ia pun segera mengambil ponselnya yang berada di nakas di samping tempat tidurnya.
1 New Message
From: Nainul
Dateng ke rumah gue sekarang, ajak yang lain. Penting.'Naina? Mau ngapain nih orang nyuruh ke rumahnya malem-malem begini?'
Alfath bingung untuk apa Naina memintanya dan juga teman-temannya yang lain untuk ke rumahnya. Dan Naina bilang itu penting, sepenting apakah sampai harus kerumahnya malam-malam begini. Tidak malam-malam banget sih baru juga jam 10.
Tapi akhirnya ia menghubungi temannya satu persatu dan mengajak mereka untuk ke rumah Naina. Sesampainya mereka di rumah Naina, Naina pun mempersilakan mereka untuk masuk. Kemudian ia memperdengarkan sebuah rekaman yang baru tadi sore ia rekam.
Setelah mendengarkan rekaman itu, semuanya tampak kesal terutama Alfath ia mencoba mati-matian menahan emosinya. Ia tidak ingin sampai emosinya mengganggu ketenangan sekitar. Apalagi orang tua Naina sudah tertidur. Ia masih punya etika dan juga sopan santun.
"Langsung aja Al bilang ke bokap nyokap lo, terus jeblosin deh tuh keluarga penipu!" Ucap Rico penuh emosi
"Nah bener tuh, biar kapok!"
"Tau! Udah deh ah langsung aja bongkar kedoknya!"
"Nanti, itu pasti bakal gue lakuin. Tapi sekarang gue punya cara lain. Tunggu aja tanggal mainnya." Ucap Alfath sambil menyeringai. Semua menatap Alfath dengan pandangan ngeri pasalnya baru kali ini Alfath terlihat begitu 'menyeramkan'
'Tunggu aku Aleya.. Sebentar lagi, sebentar lagi aku akan menjemputmu. Bersabarlah sedikit lagi. Semua akan kembali seperti semula, dimana hanya ada aku dan kamu, hanya ada kita Aleya'
Haiii vote dan commentnyaa yaaa jangan lupa :D
Makasih ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlambat? ( Completed )
Teen Fiction"Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Jangan berjanji jika kau tidak bisa menepatinya. Jangan pikirkan aku, kembalilah jika hatimu memang masih untukku."