part 10

233 7 0
                                    

Harry duduk berdiam diri, dia memperhatikan beberapa anak kecil yang sedang bermain bola di halaman sementara dia nyaman di kursi kayu di beranda sebuah rumah, bahkan dia sudah mulai mengantuk disana. Si rambut keriting itu sesekali menengok jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, menghitung sudah berapa lama dia berada disana lalu menengok ke dalam ruangan yang pintunya terbuka lebar.

            Bosan itu tak kunjung  mereda dan justru memarah, Harry memutuskan untuk membuka ponselnya, membuka akun twitter lewat benda pipih itu. Sebuah nama terbesit di benaknya dan membuatnya tersenyum setiap kali mengingat wajah si pemilik nama itu. Harry mencari-cari lewat kotak pencarian dan akhirnya menemukan sebuah akun dengan foto avatar yang sesuai dengan pemilik nama yang dikenalnya, Kareem. Bermodalkan instingnya yang menurutnya tidak pernah salah, Harry membuat twit terbarunya.

            I know u online, so angel’s face please follow me back @kareemKHAN

Harry sabar menunggu sambil mengetuk-ngetukkan jemari tangan kanannya di atas meja kaca di depannya, bosan itu lenyap seketika saat dia membuka mention dan menemukan nama Kareem disana.

            Followed, kau punya naluri yang kuat rupanya. Mungkin rambutmu mempengaruhi radar :D

Harry mendengus, cara bercanda Kareem sama sekali tidak menyenangkan tapi kalau dipikir-pikir itu tidak masalah jika dia bisa mendekati gadis cantik dan penuh perhatian itu. Kareem gadis yang menarik dan berbeda dari yang lain, dari yang pernah dia lihat, dari yang pernah dia kencani , apalagi dari beberapa wanita yang lebih tua darinya.

            Berhentilah membicarakan rambutku, aku tahu kau terpesona

Harry cekikikkan sendiri di depan ponselnya dan langsung terkejut saat mendengar suara Liam yang baru saja keluar dari dalam rumah bercat putih bersih itu bersama dengan seorang wanita paruh baya berwajah ramah.

            “Kami senang kau mampir nak, datanglah kemari lagi. Sampaikan salam kami pada Jasmine kalau kau bertemu dengannya,”

Liam mengangguk kemudian memeluk erat wanita paruh baya itu selama beberapa detik, Harry beranjak dari kursinya, menjejalkan ponselnya ke dalam saku celana dan berdiri di samping Liam, menanti giliran untuk berpamitan.

***

            Zayn dan ayah pulang dari bermain golf saat sinar mentari telah sepenuhnya digantikan cahaya rembulan. Zayn masuk terlebih dahulu dengan membawa dua tas peralatan golf sekaligus sementara ayah memarkirkan mobil. Pintu terayun ke dalam dan menampilkan wajah ramah dan tulus ibu yang menyambut kedatangannya, mengambil alih satu tas dari tangan Zayn dan menggiring putra sulungnya itu masuk ke dalam rumah.

            “Bagaimana Niall?”

Tanya Zayn, dia berdiri di samping ibunya, bersama-sama memasukkan kembali peralatan golf ke lemari kayu di ruang depan.

            “Dia tidur, seperti biasa menolak untuk periksa ke rumah sakit. Zayn,” Ibu beralih menatap Zayn, raut wajahnya terlihat sangat cemas, “Aku sangat mengkhawatirkan keadaannya. Memang dia sudah bisa menggerakkan tangannya, aku berpikir mungkin memang hanya kram tapi aku takut kalau ini karena pukulan-pukulan baba,”

Zayn tertunduk sejenak, dia memandangi ujung sepatunya berpkir seola-olah kunci semua jawaban untuk permasalahan berada disana.

            “Aku akan memaksanya, ibu tenang saja,”

Zayn mengungkapkan satu inisiatifnya, berusaha menenangkan ibunya dari kekhawatiran.

            “Dia lebih menurutiku daripada ibukan?” sebuah kalimat diimbuhkan Zayn, ibu mengangguk, Zayn benar, Niall si pembangkang lebih menuruti Zayn daripada dirinya.

BEWhere stories live. Discover now