PArt 30

243 12 0
                                    

Liam dan Harry duduk berdua di depan api unggun yang baru saja mereka nyalakan, kedua pemuda itu mendirikan kemah di halaman belakang kediaman Liam. Sebuah tenda berukuran sedang didirikan tepat menghadap ke api unggun yang menjilat-jilat. Bulan sabit terbit dari balik awan tipis yang menggantung di langit, nampak begitu jelas lantaran semua lampu sengaja dimatikan oleh Liam dan juga Harry. Angin musim dingin menyapa, memaksa Harry merapatkan jaket putihnya dan Liam langsung menyesap secangkir teh hangat dalam genggaman tangannya.

            “Kau menceritakan semua pada Niall?”

Harry menyodok api unggun dengan sebuah ranting kering, bunga-bunga api lantas berterbangan terbawa angin.

            “Tidak ada pilihan lain, Niall marah padaku dan aku tidak mau dia berpikiran buruk tentangku terus,” Ujar Liam lirih namun Harry mampu menangkap kelegaan begitu dalam dari suara Liam. Hidup memang lebih melegakan jika tidak ada rahasia apapun.

            “Apa Louis tahu? Dia akan semakin membencimu,” Wajah Harry memurung saat mengatakannya, turut prihatin atas kalimat yang baru saja tertutur dari bibirnya.

Liam tak langsung menjawab, dia meraih teko di samping kakinya dan menuangkan teh ke cangkirnya yang telah kosong.

            “Aku tidak peduli,” Jawab Liam enteng, dia menatap wajah Harry yang kemerah-merahan membiaskan nyala api, “Aku tidak peduli pada orang itu, Jasmine kakakku. Kalau dia melarangku sampai mendirikan benteng di depan rumahnya maka aku akan datang dengan satu batalion perang,”

            “Woohooo!” Seru Harry sambil bertepuk tangan riuh, “Aku suka mendengarnya! Kita memang harus berjuang untuk mendapatkan yang kita inginkan,”

Liam mengangguk menyetujui lantas mengangkat cangkirnya, mengajak Harry untuk bersulang. Mereka menikmati malam itu berdua, malam dingin dengan secangkir teh, kehangatan api unggun dan udara persahabatan.

            Harry menceritakan perasaannya kepada Kareem saat Liam menanyakan tentang sikap dinginya kepada Zayn. Menyakitkan memang untuk mengungkap kembali hal yang telah susah payah dikubur, tapi Harry merasakan kelonggaran di hatinya usai mengungkapkan semuanya kepada Liam.

            “Kau tidak akan lama patah hati, ada banyak gadis yang menyukaimu.” Liam menepuk bahu Harry yang turun, “Kareem memang mempesona, aku bahkan juga sempat tertarik kepadanya,”

Sejurus Harry mengangkat wajahnya, matanya berkilat menatap Liam, didesak keterkejutan. Liam tertarik kepada Kareem!

            “Kenapa?” Liam mengendikkan bahunya, tak terima mendapat tatapan protes dari Harry yang berlagak mengeluarkan ekspresi ingin mengadili, “Wajarkan kalau aku juga menyukainya? Tapi aku tidak terlalu bodoh untuk membuat kembang api dan lampion,”

            “Aku bodoh?” Harry menelengkan kepalanya, mendengus dan mengeluarkan uap putih, “Menyatakan perasaan kau bilang bodoh? Yang bodoh itu Zayn, Niall bilang kepadaku dia menyukai Kareem bertahun-tahun tapi dia diam saja. Laki-laki macam apa dia itu? Dan ternyata kau juga sama bodohnya dengan Zayn, kau menyukai Kareem tapi hanya diam dan menjadi pemuja rahasia. Shh, mengenaskan, hiduplah dengan cintamu,” Ujarnya meremehkan.

            “Setidaknya aku bisa mengendalikan perasaanku dan memperhatikan. Aku tahu Kareem menyukai Zayn, seharusnya kau belajar menjadi orang yang lebih peka,” Kendali kini berpindah ke Liam, kata-katanya mengalahkan Harry secara telak, mereka terdiam dan saling menatap selama lebih dari satu menit kemudian tertawa bersama, menertawakan kebodohan masing-masing.

***

            Zayn menerawang langit-langit kamar Niall yang berdebu dengan pandangan kosong, dia berpikir apa lebih baik tertawa atau menangis setelah mendengar cerita dari Niall mengenai Jasmine dan Liam. Kedua lengannya tersilang di bawah kepala, lalu dia memiringkan kepalanya, melirik Niall yang berbaring dengan memeluk guling di sampingnya, saudara kembarnya itu berekspresi datar sama seperti dirinya.

BEWhere stories live. Discover now