part 12

252 9 0
                                    

Pintu kayu membeku dalam malam yang dingin, Niall merapatkan jaketnya dan menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya keberaniannya terkumpul untuk mengetuk pintu itu, mengucapkan salam.

            “Assalamu’a,”

Pintu itu terbuka sebelum Niall selesai mengucapkan salamnya, bahkan dia belum sempat mengetuknya. Sejurus dia menutup matanya, dia tahu ayahnya yang membuka pintu sekasar itu dan dia benci melihat tatapan mata ayahnya yang menyala-nyala setiap kali marah. dia menunggu, menunggu hantaman itu datang, mengatupkan rahangnya kuat-kuat supaya bisa menahan semuanya. Tetapi yang dia dapatkan bukan pukulan ataupun maNiall melainan pelukan hangat dan belaian lembut di tangannya.

            “Niall, kau pulang? Aku benar-benar mengkhawatirkanmu, kumohon jangan pergi lagi,”

Suara lembut itu mendorong Niall untuk membuka matanya dan dia langsung mendapati wajah cemas ibunya yang perlahan disirnakan oleh kelegaan dan kebahagiaan, sebuah ekspresi yang membingungkan.

            “Aku hanya pulang terlambat, aku pergi bersama Kareem. Tadi dia mengajakku pergi pergi begitu saja saat aku baru sampai di depan,”

            “Ya, aku tahu,” Wanita paruh baya itu menyela penjelasan Niall, membelai pipi putranya lembut kemudian tersenyum penu arti kepadanya.

            “Sekarang sebaiknya kita masuk,kau pasti laparkan? Masih ada Dal Chicken dan Nan untukmu,”

            “Sebenarnya aku sudah makan tadi bersama Kareem tapi ibu membuatku lapar lagi,”

Niall terkikik geli oleh kalimatnya sendiri, dia melangkah masuk ke dalam rumah bersama ibunya saat jam antik besar di ruang tengah berdentang sebanyak sebelas kali dan dia tidak menemukan ayahnya di depan televisi, hari yang cukup aneh tetapi ini sebuah keberuntungan.

***

            Ayah mencuci mobil di halaman, itulah pemandangan pertama yang Niall temukan ketika dia membuka jendela kamarnya. Kabut telah terpecahkan oleh teriknya sinar mentari pagi yang muncul dari sisi timur, merayap dari balik gedung-gedung dan pepohonan. Niall mengernyitkan dahinya kemudian memilih untuk turun ke bawah setelah mengambil sebungkus keripik kentang dari dalam lemari kecil di kamarnya yang dipenuhi makanan kecil.

            “Mana Zayn? Kenapa baba yang mencuci mobil?”

Tanya Niall, dia duduk di sofa di samping ibunya yang sibuk memilih saluran televisi.

            “Aaa!” Niall menunjuk televisi berlayar datar tadi, jeritannya mengejutkan ibu yang kembali menekan tombol remote.

            “Kau ini kenapa?”

            “Pindah ke yang tadi,”

Niall menunjuk televisi itu lagi, membuat ibunya kebingungan saluran mana yang dimaksud oleh Niall.

BEWhere stories live. Discover now