Tak ada percakapan di meja makan setiap acara makan berlangsung. Satu minggu berlalu dalam suasana yang sama sekali tidak menyenangkan di keluarga dengan percampuran budaya timur dan barat itu. Sejak kejadian Niall hendak kabur dari rumah, menghujat ayah dan tak mau berbicara dengan Zayn, segalanya berubah, tidak ada kepura-puraan lagi disana. Mereka menikmati hari-hari yang menyiksa itu dengan kebisuan setiap kali berkumpul dalam satu ruangan. Niall hanya mau berinteraksi dengan ibu, sedikit berbicara dengan Zayn bahkan kata-katanya dalam sehari yang tertuju untuk Zayn bisa dihitung dengan jari, dan dia sama sekali tidak berbicara dengan ayah. Sementara Zayn selalu berusaha sebisa mungkin untuk mendekati Niall, dia mensyukuri setiap perkembangan hubungannya dengan Niall meskipun itu hanya bertambahnya satu kata dari intensitas percakapan mereka.
Hari-hari ujian menyapa, Niall dan Zayn tidak pernah berangkat ke sekolah bersama. Niall selalu menyudahi sarapannya lebih awal daripada Zayn ,mencium bibir ibunya lalu melesat pergi tanpa berpamitan kepada ayah, melihat pun tidak. Dia berangkat ke sekolah bersama Liam yang bersedia menjemput Niall setiap hari untuk kemudian bersama-sama pergi ke toko bunga sepulang dari sekolah untuk belajar bersama termasuk meminta bantuan dari Louis. Dalam seminggu itu, hubungan Liam dan Louis mulai membaik meskipun masih sering terlibat perdebatan kecil, setidaknya mereka tidak saling memukul seperti sebelumnya.
Zayn bersabar menunggu jalannya eksekusi rencana bantuan dari Kareem yang bekerjasama dengan ibu dan Rose. Sebuah rencana yang harus menunggu usainya ujian. Satu minggu yang melelahkan dan menyakitkan bagi pemuda bermata hitam tajam itu. Pikirannya terkuras habis untuk menghadapi soal-soal ujian dan hatinya dilemahkan oleh sikap Niall kepadanya. Dia merasa kehilangan saudara kembarnya itu meskipun mereka masih berada di tempat yang sama seperti hari-hari sebelumnya.
***
“Aku senang bibi mengundangku untuk masak bersama lagi,” Kareem memperhatikan bayangan dirinya dan juga Zayn yang memanjang di jalan aspal, mereka melangkah bersama melewati senja di jalanan kota London yang lumayan sepi. Lembayung senja membuat segalanya nampak megah, keemasan yang mempesona. Angin berhembus semakin terasa lebih dingin daripada hari-hari sebelumnya.
“Ya, tapi rumah tidak seperti sebelumnya, Niall mengubah semuanya,” Zayn menghela napas, menendang kerikil di depannya hingga berguling dan masuk ke dalam air kanal, meninggalkan suara pung.
“Semua akan baik-baik saja,”
“Ibu bahkan mengatakan itu seriap hari,”Sergah Zayn dengan suara berbisik, “Baba juga berubah, dia bukan babaku yang dulu. Rasanya hanya ada aku dan ibu di rumah itu. Ibu memang sudah membuat Niall tidur bersamaku tapi hanya itu saja, aku berbicara tapi dia tidak pernah mau berbicara denganku”
“Bukankah kita sedang berusaha untuk menyelesaikannya? Malam ini, kita buat suasana seperti sebelumnya. Niall tidak akan pernah membencimu, malam ini akan kumarahi dia. Kau ingat saat aku mengikatnya di pohon delima, akan kutanam pohon itu di rumahmu kalau dia masih sama saja,”
Zayn tersenyum tipis, dia bersyukur memiliki Kareem di sampingnya. Gadis itu selalu ada untuknya, setiap waktu sejak mereka saling mengenal belasan tahun yang lalu.
***
“Kau membawa temanmu untuk makan malam, Niall?”
Suara itu mengejutkan Niall yang hendak mengetuk pintu rumah, dia menengok ke belakang dan menemukan ayah telah berdiri di belakangnya. Niall memutar matanya, ingin menghindar seperti hari-hari sebelumnya namun dia menyadari bahwa Elf berada di sampingnya dan dia tidak mau memberikan kesan buruk di hari pertama dia membawa gadisnya berkunjung rumah. Niall meraih lengan Elf yang masih menghadap ke pintu, memberi kode kepada gadis itu untuk membalikkan badan.