Tidak ada yang lebih menyakitkan selain melihat orang yang kau cintai berada di pelukan sahabatmu sendiri. Tidak ada yang lebih menyakitkan selain kau mendapat fakta bahwa ternyata orang yang kau anggap sebagai belahan jiwa ternyata tercipta untuk orang lain. Dan sejauh ini, aku belum pernah merasakan sakit seperti saat aku harus membuat ucapan selamat untuk Zayn dan Kareem yang ternyata menikah seminggu yang lalu.
Kemarin Niall mengajakku skype dari Pakistan, dia mengatakan bahwa besok pagi dia sudah berada sampai di London. Senang mendengarnya kembali dari liburannya di kota kelahirannya, dia kembali ke London tentunya bersama Zayn dan juga gadis yang masih belum bisa kulupakan, Kareem. Aku masih berharap dia berhenti menjaga cintanya pada Zayn yang tak masuk akal menurutku itu.
Tadi pagi aku sengaja pergi ke sebuah toko untuk membeli sebuah boneka beruang besar berwarna coklat,aku ingin menghadiahkannya kepada Kareem. Setidaknya supaya hubunganku dan dia yang sempat renggang karena aku memang menjauhinya sejak dia menolakku, kembali normal. Aku ingin kembali bersikap normal setelah berbagai hal yang kualami.
Sebuah kertas ucapan telah selesai kutulis, berisi begitu banyak kata maaf karena aku telah menjaga jarak darinya selama dua bulan terakhir,satu caraku untuk membuang perasaanku jauh-jauh, aku tidak mau menyakiti diriku sendiri dengan bertahan pada cinta Kareem yang terpatri untuk Zayn. Untuk Zayn yang bahkan tidak berbuat apa-apa untuk cintanya sendiri.
Namun kertas yang penuh isi hatiku itu terpaksa harus kubuang di dasar tempat sampah setelah Liam menghubungiku bahwa dia sudah berada di rumah Zayn serta Niall yang baru saja datang dari Pakistan. Dia bercerita begitu banyak tentang oleh-oleh yang sengaja paman dan bibi bawakan untuk kami semua lalu yang terakhir adalah kabar mengejutkan. Aku masih ingat benar susunan kata dan cara bicara Liam saat mengucapkannya. Dia tidak lagi girang, berkata-kata dengan kehati-hatian seakan-akan dia tengah berjalan di jembatan gantung berduri.
“Harry, aku tahu ini sulit. Tapi kukira waktu dua bulan sudah lebih dari cukup untuk melupakan Kareem, kau tidak pernah benar-benar jatuh cintakan?. Harry, Zayn dan Kareem menikah seminggu lalu di Pakistan, mereka menikah dan aku tidak tahu kenapa semua berjalan secepat ini. Harry, kau baik-baik saja?”
Setelah mengeringkan rambutku yang basah dan merapikan jasku di depan cermin, serta meyakinkan diri bahwa wajahku tidak sekusut sebelumnya akhirnya aku mencoba untuk tersenyum. Kupertahankan senyuman itu dalam waktu yang terbilang cukup lama, mataku fokus pada bayangan diriku sendiri di cermin. detik-detik berlalu menjadi menit dan aku masih mempertahankan senyuman itu, sebisa mungkin supaya terlihat seperti biasanya tapi yang kudapatkan beberapa detik sesudahnya justru dadaku yang didesak hawa panas dan sakit yang menusuk. Setetes air mata berbulir dan membuatku merasa lebih lemah daripada sebelumnya.
Zayn dan Kareem menikah, apakah tidak ada kabar yang lebih buruk daripada itu yang bisa mereka bawa jauh-jauh dari Pakistan?
“Harry! Aku dan Rose mendapat utusan dari Liam supaya datang bersamamu! Apa kau sudah merasa cukup tampan?”
Pintu kamar di sis kiri tubuhku terayun ke dalam bersamaan dengan datangnya suara itu. Liam muncul bersama si cantik, si peri bunga Rose.
“Harry kau baik?”
Tanyanya saat aku menoleh dan mereka masuk ke dalam ruanganku seharusnya aku tidak membuat peraturan bahwa mereka boleh masuk kapan saja ke apartemenku, setidaknya melarang mereka untuk masuk ke kamarku tanpa izin.
“Hazza?” Louis maju selangkah supaya lebih bisa dekat denganku sementara aku menundukkan pandangan, mengusap mataku yang berair dengan tangan.