Louis bilang kau boleh libur seminggu ini, kau harus belajar untuk ujian
Niall membaca tulisan dalam secarik kertas yang disodorkan Elf di hadapannya, dia menatap gadis bersenyum malaikat di hadapannya itu lalu membalas senyumannya untuk kemudian menulis kalimat balasan di kertas, memberikannya kepada Elf yang duduk berhadap-hadapan dengannya.
Aku bisa belajar disini,
Tulis Niall lantas memasukkan beberapa kacang almond ke mulutnya.
Kau harus fokus belajar untuk mendapat nilai yang bagus
Elf, perlu kau tahu. Aku sudah terlalu pintar dan tidak perlu belajar.
Elf tergelak karena kalimat Niall yang dia akui punya kepercayaan diri melewati ambang batas maksimal.
Tapi kau harus belajar,
Aku bisa belajar dimana pun kecuali di rumah dan aku suka disini
Kening Elf berkerut, dia menatap Niall dalam-dalam, ke manik mata biru yang kini menyayu di hadapannya. Bukan mata yang biasanya, tak ada binar keceriaan disana yang biasanya membuat Elf ingin tenggelam, menyelaminya. Kemuraman di wajah dan mata Niall membuat hati Elf diselimuti mendung kedukaan. Dia ingin berbicara, ingin tahu lebih banyak dan menulis membuat segala hal yang ingin dia katakan terbuang percuma, disingkirkan oleh waktu yang sia-sia hanya untuk menggoreskan tinta. Seharusnya aku bisa berbicara dengannya.
“Semalam benar-benar kacau,”
Zayn menundukkan wajahnya, memperhatikan ujung sepatunya. Dia berbicara kepada Kareem yang duduk di sampingnya dalam jarak yang muat untuk dua orang, berdua di taman dekat sekolah yang ramai oleh para siswa.
“Ya, kau terlihat tidak baik hari ini. kau sakit lagikan? Seharusnya tidak perlu berangkat ke sekolah,”
Kareem memperhatikannya dengan cermat, mengamati setiap detail wajah Zayn yang memang tampak sedikit pucat.
“Aku tidak tahan di rumah, sebenarnya aku juga tidak mau meninggalkan ibu di rumah sendirian tapi hari ini ada ujian yang dimajukan jadwalnya,”
Jelas Zayn singkat lalu terdiam begitu pula dengan Kareem. Mereka sama-sama tidak tahu harus berbicara apa. Kareem merasa bersalah karena tidak bisa melakukan apapun sementara dia tahu setiap detail permasalahan yang dihadapi oleh Zayn dan keluarganya, Zayn sendiri hanya bisa mengutuk dirinya yang selalu saja hanya mampu berbagi duka dengan Kareem.
“Aku tidak tahu bagaimana harus berbicara dengan Niall,” Zayn kembali angkat bicara, “Kami tidak berbicara sama sekali sejak semalam. Aku tidak tahu kenapa dia bisa berpikir bahwa aku membencinya dan bersekutu dengan baba untuk mengusirnya dari rumah. Kareem, aku bahkan tahu benar bahwa baba sama sekali tidak pernah berniat untuk mengusir Niall. Dia hanya ingin Niall tahu segalanya, tidak merahasiakan apapun darinya.”
Kareem mengangguk, berusaha memahami maksud dari kalimat Zayn, gadis itu mendengarkan dengan saksama. Dia tahu yang dibutuhkan Zayn selama ini adalah pendengar yang baik.
“Dia sangat membenciku sekarang,” Zayn menepuk pahanya keras-keras, frustasi oleh semua permasalahan yang telah bersahabat dengannya sejak dia terlahir di dunia ini.
“Aku akan berbicara dengan Niall, kau tenang saja semua akan menjadi lebih baik daripada sebelumnya,”
“Apa yang akan kau lakukan?” Akhirnya setelah cukup lama berdua disana, Zayn berbicara dengan melihat Kareem, “Niall bahkan tidak menyentuh sarapannya,” imbuh Zayn pesimis dengan rencana Kareem yang bahkan belum dia ketahui.