part 15

246 8 0
                                    

Zayn duduk di tepi kanal, berkutat dengan sketchbook dan pensilnya, melukis demi mendapatan ketenangan supaya bisa terbebas dari segala kegundahan hatinya. Terkadang dia membencinya dirinya sendiri sama seperti orang lain membencinya. Jika bisa, dia ingin menjadi Niall yang bisa merasakan ketenangan dalam keadaan apapun.

            Zayn meletakkan penanya, membungkukkan badan dan mengusap rambut di kepalanya, ber-istighfar beberapa kali dengan suara pelan sembari mengatur napasnya yang naik-turun akibat desakan panas dari dalam dadanya. Dia mengutuk pemikirannya barusan. Bukankah seharusnya dia bahagia? Dia bahagia karena setiap kenyamanan selalu dia dapatkan selalu datang setiap kali dia merasa dekat dengan Allah Ta’ala?

            Zayn menegakkan punggungnya lagi, meletakkan sketchbook dan pensilnya di atas rerumputan lalu meraih tas punggungnya yang dia geletakkan di dekat kakinya, mengambil Al-Quran yang selalu dia bawa kemanapun dan membuka halaman yang sudah dia beri pembatas. Langsung menampilkan Surat Ar-Ra’du mulai dari ayat pertama. Dia membacanya hingga ayat tiga puluh, dalam kesejukkan angin sore yang menggerak-gerakkan dedaunan di atas kepala, membuai rambutnya, semakin memberikan ketenangan. Zayn membaca terjemahan dari ayat-ayat yang baru saja dia baca dan berhenti cukup lama di ayat ke 28, menghayatinya.

            Hanya dengan mengingat Allah maka hati menjadi tenang

            “Zayn! Apa yang kau lakukan disini?”

Pertanyaan itu datang dan mengejutkan Zayn, dia langsung mendongakkan kepalanya nampak Niall tengah berdiri di sampingnya.

            “Menggambar,” Zayn melirik sketchbook-nya lalu memasukkan Al-Qurannya ke dalam tas lagi, Niall mengangguk, “Kau sendiri? Harry bilang kau bekerja di toko bunga kenapa disini? Membolos?”

Niall berdecak lalu menghempaskan tubuh payahnya, dia berbaring di rerumputan. Zayn menautkan alisnya dan kembali menggambar.

            “Ada masalah di toko,”

            “Kau membuat masalah dan dipecat kakak tingkat itu?” Zayn terkikik geli, dia menyadari tawanya dan membenarkan ayat yang baru saja dia baca.

            “Berhentilah berpikiran buruk tentangku. Liam yang membuat masalah, aku tidak tahu apa masalah di antara dia dan Louis tapi yang jelas untuk pertama kalinya aku melihat orang saling memukul di hadapanku,”

            “Lebih seru melihat orang saling memukul atau dipukul?”

Lagi-lagi Zayn dibuat tertawa oleh lawakannya sendiri, Niall memutar bola matanya dan memuji pertanyaan Zayn dengan kalimat :”Oke Zayn! Great Question!”

            “Zayn, temani aku membeli kado untuk Kareem.Kau bawa sepedakan? Aku malas jalan kaki,”

Niall beranjak dari rerumputan, dia berdiri dan menepuk-nepuk debu di celananya. Zayn menyetui tanpa jawaban, dia memasukkan sketchbook-nya ke dalam tas lalu melangkah menyamai langkah Niall yang telah berjalan terlebih dulu. Dia merangkul bahu Niall, berjalan sambil berbincang-bincang. Zayn menanyakan apa bahu Niall masih sakit dan menanyakan kapan hasil periksa akan keluar lalu topik diganti dengan kado apa yang akan diberikan kepada Kareem. Pembicaraan bernada gurauan itu berakhir saat mereka sampai di sepeda Zayn yang diparkirkan di tepi jalan. Mereka meluncur ke pusat pertokoan, Zayn memboncengkan Niall yang berdiri di pijakan belakang.

***

            Harry menelan ludahnya saat dia mengamati Niall yang melahap begitu banyak makanan. Dia tidak pernah habis pikir bahwa saudara kembar ajaibnya Zayn itu punya nafsu makan yang tinggi tapi anehnya tidak membuat badan Niall gemuk.

BEWhere stories live. Discover now