Ibu dan ayah menonton opera sabun berdua di ruang tengah sambil menikmati teh hangat dan keripik kentang buatan ibu. Volume televisi dibiarkan tidak terlalu keras, hanya cukup untuk dinikmati ayah dan ibu yang duduk di sofa tepat depan layar televisi.
“Rose gadis yang menyenangkan bukan?” Ibu berbicara saat iklan terputar sebagai jeda acara.
“Ya, dia gadis yang menarik. Niall dan Rose sama-sama beruntung,” Ayah, memalingkan wajah dari televisi ke wajah ibu, menangkap raut bertanya di wajah istrinya itu.
“Rose beruntung karena Niall bisa tertarik kepada gadis khusus sepertinya dan Niall beruntung karena Rose gadis yang sangat pengertian mau membalas perasaanya.”
Ibu mengangguk, menyetujui pendapat ayah lalu tersenyum sebelum berbicara : “Aku ingin Niall mendapatkan keberuntungan yang dia inginkan selama ini,” jeda sejenak, ibu mengambil napas pendek, “Aku ingin dia mendapatkan babanya,” Tatapan lembut ibu menyayu, kabut berpendar di mata indahnya, membuat hati ayah miris.
“Aku hanya tidak bisa melupakan kebencianku kepada orang itu setiap kali aku meihat Niall, mereka begitu mirip,”
“Tapi Niall tidak tahu apapun, dia sama sekali tidak bersalah. Kalau ada yang ingin kau salahkan, seharusnya orang itu aku Ali,”
“Tapi aku sangat mencintaimu,”
“Dan seharusnya kau juga mencintai Niall karena dia segalanya untukku, kau memang tidak menyakitiku secara langsung tapi Niall adalah bagian dari diriku, Ali,”
“Maafkan aku,” Ayah melingkarkan lengannya di leher ibu, membawa kepala istrinya itu ke dadanya, “Aku berusaha sejak dulu,perlu kau tahu itu. Aku selalu berusaha untuk menyayanginya,”
***
Zayn membenarkan selimutnya, dia tertidur dengan posisi miring, menghadap ke jendela lebar yang menampilkan hujan salju di luar sana berkilauan membiaskan cahaya lampu. Latar belakang yang indah untuk Niall yang masih belum mau tidur seranjang dengannya dan memilih untuk meringkuk di sofa di sisi jendela kaca.
Zayn merogoh ke balik bantalnya, mengambil ponsel dari sana yang bergetar. Sebuah pesan dari Kareem.
Kamar Niall benar-benar tidak nyaman. Pantas dia tidak mau tidur disini. Debu semua.
Zayn tersenyum, sebenarnya dia ingin tertawa tapi dia tidak mau membangunkan Niall. Kareem pasti tersiksa berbaring di kamar yag bahkan baru dua kali ditempati oleh Niall itu.
Aku sudah memperingatkanmu, Niall orang terjorok yang pernah kukenal.
Zayn menggengam ponselnya usai mengirim pesan balasan untuk Kareem, menunggu benda itu bergetar, menunggu pesan berikutnya dari Kareem.
Dia membersihkan setiap sudut tempat di rumah kecuali kamarnya. Tapi ini tidak terlalu buruk daripada aku harus menghabiskan malam di flatku yang gelap.
Ya, bagaimana kalau ini sebagai ucapan terimakasih dari kami karena kau sudah membantu. Setidaknya malam ini Niall bergabung cukup lama dengan kami.
Mata Zayn tertuju kepada Niall yang tak bergerak sama sekali dalam tidur lelapnya. Sedikit kecewa karena hasil yang diterima tidak sesuai dengan harapan.
Niall hanya masih malu untuk langsung berbaik hati setelah marah selama satu minggu denganmu. Aku sudah berbicara dengannya. Percayalah padaku.