Kareem dan Zayn masih bertahan di dalam mobil. Kareem duduk di depan kemudi dan Zayn di sampingnya, keduanya bergeming, larut dalam pikiran masing-masing. Keheningan yang bertahan cukup lama itu, akhirnya terpecahkan oleh deru mesin motor yang melaju melewati jalan. Kareem tak mengerti mengapa Zayn belum juga turun dari mobilnya padahal mereka sudah sampai sejak beberapa menit yang lalu.
“Kareem, kau mau mampir?”
Zayn akhirnya membuka mulut, Kareem langsung menatap Zayn yang menatapnya penuh harap. Dalam hati Kareem bertanya-tanya bagaimana dia bisa terlibat dalam suasana yang berbeda setiap kali berada di dekat Zayn, terkadang begitu akrab namun juga sering canggung.
“Bagaimana mau tidak? Ibu membuat masakan kesukaanku dan Niall untuk makan malam nanti. Mungkin kau mau membantu?”
Kareem tersenyum, dia menyeringai kecil saat berpikir sambil memperhatikan Zayn.
“Baiklah aku ikut, sudah lama aku tidak membantu bibi memasak dan makan Dal Chicken,”
Kareem mencabut kunci mobilnya kemudian membuka pintu, berjalan penuh semangat menuju kediaman Zayn.
Zayn membuntuti Kareem yang terlebih dahulu keluar dari Chevy biru yang terpakir tepat di depan pintu gerbang itu. Dia melangkah sambil tersenyum memperhatikan cara melangkah Kareem yang anggun namun penuh semangat. Gadis berambut hitam berombak itu menaikki tangga satu persatu dengan sedikit mengangkat rok putih panjangnya yang berenda.
Zayn mengerut saat Kareem mendadak berhenti di depan pintu padahal pintu itu telah terbuka sepenuhnya, baik pintu tralis maupun pintu kayu. Kareem berdiri kaku disana seperti menjadi patung batu, Zayn bergegas, sejak kapan Kareem harus menunggunya untuk masuk ke dalam rumah?
“Ada a,”
Pertanyaan Zayn terpotong, Kareem memberi isyarat untuk diam. Zayn menurut dan ikut dia terdiam disana, untuk beberapa detik pertama dia sama sekali tidak mengerti namun setelah mendengar suara ibunya dari dalam rumah dia mulai mengerti maksud Kareem.
“Niall akan tetap disini, dia akan tetap bersamaku,”
Kalimat dari ibu terdengar begitu jelas di telinga Zayn dan Kareem, keduanya saling menatap, melemparkan sorot mata penuh tanya.
“Tunjukkan padaku dimana orang itu,”
Kini giliran ayah yang berbicara, kalimat itu sukses mencekat leher Zayn yang memanas sementara Kareem tersentak di sampingnya.
“Bisakah kau katakan dimana kau bertemu dengannya!”
Sebuah gertakan keras yang sukses menghantam Zayn, ini untuk kali pertama dia mendengar ayah memarahi ibunya.
“Katakan dimana dia sekarang!”
“Kubilang tidak! Niall akan tetap bersamaku!”
Ibunya menjerit dan bersamaan dengan itu, Zayn mendengar suara Niall dari arah jalan, tawa si pirang yang selalu terdengar sebelum si pemilik suara menampakkan batang hidungnya. Kareem bergegas, dia bergerak cepat, berlari menuju pintu gerbang sementara Zayn masih terpaku di pijakannya, mendengar isak tangis ibunya.
“Kareem!”
“Aku ingin berjalan-jalan denganmu,”
Kareem tak berbasa-basi, dia langsung menarik Niall dan menyeretnya ke dalam chevy birunya. Niall yang kebingungan tak bisa menolak, dia menurut saja, tak pernah bisa menolak kalau Kareem sudah memaksanya seperti ini.