CHAPTER 5

3K 269 4
                                    

Mom sudah tidak terlalu marah kepadaku, ia sudah mulai berbicara kepadaku walau hanya sepatah dua kata.

Dan Ally, ia masih terus mendesak ku untuk menceritakan apa yang terjadi. Ally masih kecil, ia tidak boleh tahu apa yang aku dan Mom ributkan.

"Hei, kau." Samar aku mendengar seseorang memanggil. Merasa terpanggil, aku menoleh dan Beatrice -wanita yang kutemui semalam- tampak melambai ke arahku.

Aku menunjuk diri dan ia mengangguk, aku berjalan pelan ke arahnya.

"Kau wanita yang semalam bersama Harry kan?" Beatrice memandangku jijik. Oh, aku begitu menjijikan di matanya.

"Uhm, ya. Kau siapa?" Tanyaku. Ia tersenyum angkuh, "Kurasa kau cukup pintar untuk mengetahui namaku."

Aku memalingkan wajah ke kanan, mendengus menahan kesal ke wanita aneh ini.

"Ya, aku tahu. Namamu Beatrice. Maksudku, siapa kau? Kenapa kau terkesan uhm membenciku?" Aku bertanya spontan.

Ia tertawa remeh, "Aku? Membencimu? Haha, itu benar, slut." Ia mendorong sedikit bahu kiri ku.

"Oh. Senang kenal denganmu, Beatrice." Aku memberi penekanan saat mengucapkan namanya. Hell, dia sangat amat menyebalkan. Aku melenggang kasar meninggalkannya sendiri.

Aku berjalan melewati kumpulan mahasiswa yang memandangku jijik. Oh, Tuhan. Kapan mereka memandangku dengan layak? Apa aku sebegitu buruknya kah?

Aku melihat Harry jalan dengan tergesa melintasi koridor. "Harry." Aku berteriak memanggil namanya. Ia menoleh dan melanjutkan perjalanannya tanpa melihat ke arahku lagi.

Shit! Ada apa dengannya?

"Hei kau, jangan coba coba mendekati, Harry. Ia terlalu tampan untukmu. Oh aku salah, bakan pria culun pun tak cocok denganmu. Harusnya kau sadar, tubuhmu kusam, bajumu lusuh. Kau hanya menghancurkan predikat universitas ini." Seorang gadis dibelakang ku mencemooh ku dengan pedasnya dan diikuti tawaan setuju lainnya.

Aku merasakan bulir air mata yang turun, aku mencoba menghapusnya namun tak kunjung berhenti. Aku berlari menuju toilet. Banyak mahasiswa yang menertawai ku di sepanjang koridor.

"Hey, cantik. Kenapa kau kesini?" Suara laki laki cabul membuatku sadar. Fuck! Aku memasuki toilet pria. Muka ku merah menahan malu dan tangis sekaligus.

Aku memasuki toilet wanita dan banyak para gadis yang sedang bercermin di depan wastafel. Mereka memandang sinis ke arahku.

Aku jalan menuju salah satu wastafel yang kosong, ku cuci muka sampai bersih dan tidak meninggalkan bekas tangis. Oh, cengeng nya aku.

Aku mengambil bedak dan lipstick untuk memberi warna pada mukaku. Lipstick dan bedak murahan ini tidak memberi efek apapun untukku. Wajahku masih memerah dan mataku membengkak.

"Ada yang bisa ku bantu?" Aku mendengar suara gadis di samping ku. Aku menoleh, gadis cantik itu mengelus pelan bahuku.

"Ada apa denganmu?" Tanyanya lagi. Aku menggeleng dan tersenyum tipis.

"Mungkin kau membutuhkan ini." Ia merogoh sesuatu dari tasnya dan mengeluarkan seperangkat alat make up bermerek.

"Kau habis menangis?" Ia bertanya sambil memperhatikan lekuk wajahku. Aku mengangguk kecil.

"Uh, boleh aku memberikan riasan di wajahmu? Agar tidak terlalu terlihat kalau kau habis menangis." Ucapnya. Lagi lagi aku hanya mengangguk.

Ia menyuruhku mencuci muka dengan sabun muka yang dibawanya. Setelah wajah ku bersih, ia mulai mengoleskan seauatu dan memberi bedak tipis diwajahku. Lalu, ia memberi sedikit blush on di pipiku dan sedikit eye shadow agar mataku tidak terlalu sendu.

LUCKY [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang